Implementasi Program Reduce, Reuse dan Recyle 3R Melalui Bank Sampah.

643 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik Badan Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar juga melakukan sosialisasi khususnya kepada penyandang disabilitas perempuan, seperti HWDI Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia GERKATIN, dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia PPDI. Sosialisasi dilakukan kepada organisasi penyandang cacat wanita. Sosialisasi dihadiri oleh ketua dan beberapa anggota. Sosialisasi itu dilaksanakan pada tahun 2013. Dalam sosialisasi itu juga dipaparkan materi tentang Makassar ta’ tidak rantasa dengan memberikan pemahaman 3R, yaitu cara pemilahan sampah, mengurangi sampah dan mendaur ulang sampah. Selain diberikan materi, peserta juga mendapatkan tempat sampah sebagai salah satu bentuk perhatian pemerintah dalam menyukseskan implementasi kebijakan Makassarta’ Tidak Rantasa’. Badan pemberdayaan perempuan bersinergi dengan HWDI melakukan pembinaan dalam hal keterampilannya untuk meningkatkan sumberdaya manusia dengan membina 100 penyandang disabilitas dengan diajarkan keterampilan memilah sampah basah dan sampah kering serta cara daur ulang sampah menjadi sandal dari eceng gondok, membuat bros, jepitan rambut, dan mengajarkan pola hidup bersih dan sehat kepada penyandang disabilitas fisik. Mengolah eceng gondok membantu mengurangi limbah eceng gondok. Pemberian pemahaman kepada penyandang disabilitas fisik tentang implementasi 3R dalam kehidupan mereka, ternyata hanya mampu merubah perilaku sebagian kecil penyandang disabilitas fisik, dan tidak sedikit dari mereka belum menunjukkan perubahan perilaku yang diharapkan, seperti halnya tuna daksa yang mengemis dijalan. Pola pikir mereka sulit untuk dirubah karena lebih senang menjadi gembel dan pengemis Gepeng dipagi sampai sore, ketimbang menjadi pemulung sampah. Mereka bisa langsung mendapatkan uang yang banyak dalam sehari, ketimbang menjadi pengumpul sampah, uang yang mereka peroleh menjadi investasi dan hanya tercatat dibuku tabungan atau bahkan tidak bisa menabung karena desakan ekonomi.Uang yang mereka dapatkan dari mengumpul sampah hanya cukup menutupi kebutuhan primer sehari-hari. Di sisi lain, jika ingin lebih banyak, dibutuhkan waktu sekitar seminggu untuk menikmati hasil kerja keras mereka. Sosialisasi terkait implemetasi 3R baik yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Makassar maupun yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, masih pada domain cara memilah dan mendaur ulang sampah. Padahal penting untuk menyampaikan informasi terkait pemasaran setelah sampah tersebut di daur ulang. Kurangnya sosialisai berkaitan promosi dan pemasaran, menyulitkan penyandang disabilitas fisik memasarkan produk daur ulang sampah mereka.Misalnya, karena strategi promosi dan pemasaran belum diketahui dengan baik, produk sandal eceng gondok masih kurang diminati oleh konsumen dalam negeri, juga mengakibatkan rendahnya minat beli dari hotel jika sandal di jual ke hotel-hotel. Tetapi Di sisi lain, produk sandal eceng gondok ini diminati oleh pihak hotel dan restoran di Belanda “Camille Oostwegel Chateau Hotels and Restaurants Netherlands”. Sandal eceng gondok ditawarkan seharga Rp.25.000. Akan tetapi, Pesanan sandal eceng gondok dari Belanda ternyata hanya 3 kali kurun waktu 2012-2013. Sehingga produksi daur ulang limbaheceng gondok tidak lagi dilakukan. Proses pembuatan sandal eceng gondok membutuhkan waktu yang lama dan kalau tidak dipasarkan cepat maka akan rusak. Sehingga produksi sandal hanya akan dilakukan ketika ada pesanan untuk efisiensi biaya dan waktu. Gambar 1. Pengolahan Limbah Eceng Gondok menjadi Sandal Hotel. 644 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik Memberikan akses bagi penyandang disabilitas fisik sebenarnya juga telah dilakukan.Badan pemberdayaan memberikan peluang untuk penyandang disabilitas fisik dengan melibatkan mereka pada event MC EXPO Makassar City Expo yang dilaksanakan pada tanggal 8 Mei 2016 sehingga mereka mempunyai peluang untuk menawarkan hasil kerajinan tangan dari daur ulang sampah. Akan tetapi hal itu masih dinilai belum cukup mampu memberdayakan masyarakat penyandang disabilitas fisik, karena pelaksanaanya hanya sekali dalam setahun. Mengubah pola pikir penyandang disabilitas dalam Implementasi Program Makassarta Tidak Rantasa’ melalui kegiatan 3R Reduce, Reuse dan Recycle membutuhkan proses yang tidak sebentar apalagi bagi mereka yang memilki kekurangan secara fisik, misalnya aksesibilitas untuk membuang sampah sangat jauh. Dengan adanya sosialisasi diharapkan penyandang disabilitas fisik dapat mengubah pola pikir dan pola hidup yang tadinya kotor sekarang menjadi bersih, yang tadinya sampah itu menjijikkan sekarang menjadi sampah membawa berkah karena bisa meningkatkan taraf hidup dan kesehatan masyarakat. Sosialisasi tentang program 3R yang dilakukan khusus untuk penyandang disabilitas belum rutin dilaksanakan oleh Dinas sosial Kota Makassar. Dinas Sosial lebih banyak concern pada Rehabilitasi Pelatihan bagi penyandang disabilitas. Sedangkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar sebagai leading sector dalam implementasi program Makassarta’ Tidak Rantasa’ melalui program 3R, belum pernah melakukan sosialisasi khusus kepada penyandang disabilitas. Dinas kebersihan Kota Makassar hanya berkoordinasi dengan Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan, khususnya di Kecamatan Tamalate yang merupakan tempat lokalisasi eks penderita kusta. Dari hasil wawancara dengan HS kepala seksi rehabilitasi penyandang cacat Dinas Sosial Kota Makassar terkait partisipasi penyandang disabilitas fisik dalam implementasi program 3R melalui bank sampah di Kota Makassar masih belum optimal. Hal ini dikarenakan di tempat mereka belum disiapkan Bank sampah yang seyogyanya ada di setiap kelurahan. Sehingga Masyarakat penyandang disabilitas menjualnya ke pengepul sampah. Beberapa masyarakat lebih cenderung menjualnya langsung kepada pengepul sampah, karena hasilnya langsung bisa diperoleh untuk menutupi kebutuhan primer mereka. Sampah yang menjadi permasalahan di kota Makassar dapat diatasi dengan sikap dan tindakan yang bershabat dengan sampah, diantaranya partisipasi masyarakat, turut sertanya pihak kelembagaan swasta dan pemerintah agar permasalahan persampahan dapat teratasi secara menyeluruh.Partisipasi bisa dilakukan misalnya dengan melakukan Reuse Penggunaan botol plastik bekas, sebagai pot bekas.

2. Pendekatan Rehabilitasi Pelatihan

Perhatian kepada penyandang cacat disabilitas penting dilakukan dalam rangka mengentaskan penyandang disbilitas dari keterbelakangan dan ketergantungan sosial ekonomi atau meningkatkan kualitas mereka. Pemberdayaan Masyarakat Penyandang Disabilitas fisik, juga dilakukan melalui pendekatan rehabilitasi pelatihan. Salah satu upaya penanganan yang dilakukan Dinas Sosial dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar adalah pemberdayaan melalui pelatihan kerja. Tujuannya membekali penyandang disabiltas dengan pengetahuan dan keteramplan kerja sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, ketrampilan kerja dan perubahan pola pikir serta pola hidup yang mereka mampu hidup mandiri. Penyandang disabilitas fisik yang diberdayakan dan mendapat rehabilitas pelatihan adalah penyandang disabilitas fisik yang masih produktif. Dinas Sosial Kota Makassar memberikan pelatihan keterampilan mendaur ulang, menjahit, membuat kue dan membuka toko menjual barang campuran dan sembako. Pada tahun 2015 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan kegiatan pelatihan mendaur ulang dalam mendukung program Pemerintah Makassar ta’ tidak rantasa yaitu mendaur ulang kain- kain bekas menjadi bros dan ikat rambut.