Pelaksanaan Seleksi. a. Tahap penerimaan pendaftaran

826 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen PAW ANGGOTA DPRD RIAU 2014-2019 PASCA PENETAPAN MENJADI PASANGAN KEPALA DAERAH PADA PILKADA 2015 Alexsander Yandra Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning E-mail: alexsyunilak.ac.id A b s t r a k Mekanisme Penggantian Antar Waktu PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2016 melalui mekanisme yang panjang dan menimbulkan berbagai polemik baik ditingkat elit maupun pada masyarakat. Mulai dari tahap pengusulan pemberhentian oleh dewan perwakilan daerah DPD Provinsi partai politik, persetujuan dalam rapat DPRD, verifikasi KPUD Provinsi Riau, surat pengusulan yang kemudian diteruskan ke Mendagri untuk dikeluarkan peresmian PAW. Keterlambatan surat keputusan Mendagri terkait penetapan pengganti PAW dari keenam anggota DPRD Riau yang ikut pilkada 2015 berimplikasi terhadap kekosongan perwakilan di daerah pemilihan enam anggota dewan yang mengundurkan diri tersebut. Hal ini secara administrasi sangat berpengaruh terhadap DPRD Riau dalam pengambilan keputusan dan bagi masyarakat daerah pemilihan juga berdampak terhadap berkurangnya perwakilan mereka di pemerintah. Penelitian ini menggunakan konsep penggantian antar waktu PAW dan teori lembaga perwakilan politik. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme proses PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2019 pasca ditetapkannya menjadi calon kepala daerah pada pilkada desember 2015 terjadi dinamika ditingkat DPRD dan Partai Politik Pengusung serta memakan waktu yang cukup panjang. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap kekosongan dalam lembaga perwakilan DPRD Provinsi Riau yang mana secara administrasi tidak lengkapnya anggota DPRD dalam pengambilan keputusan sehingga tertundanya dalam penetapan APBD Riau tahun 2016. Kata Kunci: Pergantian Antar Waktu, Perwakilan Politik PENDAHULUAN Dinamika Penggantian Antar Waktu PAW terjadi pada anggota DPRD Riau periode 20014-2019 pasca penetapan enam anggota DPRD Riau menjadi calon kepala daerah pada pilkada desember 2015. Adapaun enam anggota DPRD Riau tersebut yaitu Suparman dan Indra Putra dari Farksi Partai Golkar, Mursini dari PPP, Eko Soehardjo dari Partai Demokrat, dan Zukri Misran dan Syafrudin Potti dari PDIP. PAW enam anggota DPRD Riau tersebut melalui mekanisme yang panjang dan menimbulkan berbagai polemik baik ditingkat elit maupun pada masyarakat. Mulai dari tahap pengusulan pemberhentian oleh dewan perwakilan daerah DPD provinsi partai politik, persetujuan dalam rapat DPRD, ferivikasi KPUD Provinsi Riau, surat pengusulan yang kemudian diteruskan ke mendagri untuk dikeluarkan peresmian penggantian antar waktu melalui gubernur Pasal 385 Pasal 388 Undang- undang Nomor 27 Tahun 2009 Junto Pasal 104 Pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010. Peresmian pemberhentian dan pengangkatan PAW anggota DPRD ditetapkan dengan keputusan Gubernur atas nama presiden. Kemudian diatur lagi dalam Pasal 16 ayat 2 Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2000 tentang Pedoman Penggantian Antar Waktu yang menegaskan anggota DPRD Provinsi pengganti antar waktu diresmikan secara administrasi dengan keputusan mendagri atas nama presiden. Realitasnya, masih ada celah yang menjadi perdebatan dalam mekanisme PAW anggota DPRD Riau yang ditetapkan oleh KPUD menjadi calon kepala daerah. Mulai dari terlambatnya surat keputusan mendagri terkait penetapan pengganti PAW dari keenam anggota DPRD Riau yang ikut pilkada lalu Partai PDIP yang belum mengajukan nama untuk pengganti Zukri Misran dan Syaifudin Potti. Implikasinya terjadi kekosongan perwakilan didaerah pemilihan enam anggota dewan yang mengundurkan diri tersebut. Secara administrasi sangat berpengaruh terhadap DPRD Riau dalam pengambilan keputusan dan bagi masyarakat daerah pemilihan dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Penelitian ini mengkaji mekanisme proses PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2019 pasca ditetapkan menjadi calon kepala daerah. Untuk itu peneliti mengajukan permaslahan bagaimanakah dinamika PAW enam anggota DPRD Riau pasca ditetapkannya menjadi calon kepala daerah pada pilkada 2015. Tujuannya untuk 827 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen mendeskripsikan dan menganalisis dinamika yang terjadi pada proses PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2019 pasca ditetapkannya menjadi calon kepala daerah pada pilkada 2015. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi peningkatan pemahaman dan pengembangan studi tentang sistem perwakilan politik representasi politik dalam kontek PAW anggota DPRD. memberikan kontribusi kepada Pemerintah, DPRD, KPUD, dan Partai Politik dalam mengambil keputusan yang efektif terkait proses PAW anggota DPRD agar tidak terjadi kekosongan yang begitu lama dalam perwakilan politik di daerah TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Pergantian Antar Waktu PAW

Ada dua mekanisme atau jalan untuk menduduki jabatan legislatif. Pertama, Anggota DPRD dapat terpilih setelah diajukan oleh calon partai politik yang mengusungnya. Kemudian mengikuti pemilihan umum secara langsung sebagai calon terpilih untuk menjalani jabatan DPRD selama masa periode lima tahun. Atau juga dapat terpilih melalui Penggantian Antar Waktu, jika wakil yang telah terpilih dari hasil pemilihan umum sebelumnya diberhentikan atas usul partai politik, kemudian digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. Pemberhentian dan pengangkatan adalah dua istilah yang tidak dapat dipisahkan dalam konteks Penggantian Antar Waktu pada pengisian jabatan anggota legislatif DPRDPRD. Namun dalam berbagai literatur penulisan yang lazim hanya menyebutkan penggantian antar waktu PAW tanpa dikuti pemberhentian dan pengangkatan. Bahkan istilah penggantian dan pemberhentian sering disamakan dalam menerjemahkan istilah recall. Demikian pun dalam prosedur penggantian antar waktu, sudah pasti akan diikuti dengan pemberhentian berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Undang-undang. Penggantian antar waktu atas usulan partai politik populer diistilahkan dengan recall. Kata recall dalam bahasa inggris mempunyai beberapa pengertian. Setidaknya menurut Peter Salim dalam The Contemporary English- Indonesia, yakni Mengingat, memanggil kembali, menarik kembali atau membatalkan. Sementara dalam kamus politik karangan Marbun, recall di artikan sebagai proses penarikan kembali atau penggantian kembali anggota DPR oleh induk organisasinya yang tentu saja partai politik. Prosedurnya dimulai dari inisiatif rakyat pemilih yang mengajukan petisi kepada para anggota Badan Perwakilan. Bila Badan Perwakilan Rakyat menyetujui petisi pemilih konstituen, maka diadakan pemungutan suara yang akan menentukan apakah wakil rakyat terkait akan lengser atau tetap di jabatannya. Recall adalah hak dari konstituen, bukan hak dari wakil rakyat representatif. Recall diatur dalam Pasal 85 Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR , DPD dan DPRD dan Pasal 8 huruf g undang-undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. Bahkan posisi recall semakin diperkukuh dengan payung konstitusi dalam undang-undang dasar 1945. Pengertian penggantian antar waktu tidak disebutkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2008, dalam undang-undang Nomor 22 tahun 2003, dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2007. Padahal semestinya dalam ketentuan umum undang-undang tersebut mutlak mencantumkan mengenai apa yang dimaksud tentang PAW, karena di dalamnya mengatur syarat dan mekanisme PAW.

2. Legislasi dan Perwakilan Politik

Dalam berbagai literatur banyak penjelasan mengenai pengertian dan konsep legislasi dan perwakilan politik. Salah satu Pengertian Badan Legislatif diuraikan oleh Prof. Miriam Budiardjo sebagai berikut, Badan legislatif adalah lembaga yang ”Legislate” atau membuat Undang-Undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, maka dari itu badan ini sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat DPR, nama lain yang sering dipakai adalah parlemen. Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau umum ini dengan jalan menentukan kebijaksanaan umum public policy yang mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1986 :1730.