Efektivitas Penertapan TAX Holiday di Indonesia :
672
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
PEMODELAN STATUS GIZI BALITA UNTUK MENGEVALUASI KEBIJAKAN KESEHATAN DALAM MENANGGULANGI PREVALENSI GIZI BURUK DI KABUPATEN PESISIR SELATAN
Aidinil Zetra, Bakaruddin Rosyidi Ahmad
Jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas E-mail: aidinilyahoo.co.id, bakrandalasgmail.com
A b s t r a k
Fokus penelitian ini adalah pada penemuan tren model status gizi balita yang sesuai untuk wilayah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Pesisir Selatan. Model ini digunakan untuk perumusan kebijakan kesehatan di khususnya
peningkatan stus gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah teknik structural equation modeling SEM dan modifikasinya, karena dianggap paling sesuai untuk mencapai fokus penelitian
dan juga sesuai dengan model dan jenis data penelitian. Sebelum itu akan dipelajari keadaan, permasalahan dan implementasi kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat 5 tahun terakhir di lokasi penelitian. Luaran penelitian ini
ialah ditemukannya tren perubahan model status gizi balita untuk kawasan perkotaan dan pedesaan di Pesisir Selatan teridentifikasinya tren atau kecendrungan kebiasaan hidup masyarakat perkotaan dan pedesaan menurut variabel
model, melakukan eksplanasi antara faktor biologi, perilaku dan lingkungan di kalangan masyarakat perkotaan dan pedesaan serta pengaruhnya terhadap prevalensi gizi buruk pada balita di Pesisir Selatan. Luaran lain adalah disusunnya
rekomendasi kebijakan berdasarkan dari model status gizi pada balita di Kabupaten Pesisir Selatan, hasil evaluasi kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan 5 tahun belakangan untuk merumuskan kebijakan baru di bidang kesehatan
Kata Kunci:
Status Gizi Balita, Kabupaten Pesisir Selatan, status gizi balita di perkotaan dan pedesaan, modifikasi teknik SEM, metode kuantitatif eksplanatif.
PENDAHULUAN
Masalah gizi buruk masih merupakan persoalan utama dalam tatanan kependudukan dunia UNICEF, 2009. Persoalan ini menjadi salah satu poin penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum Development
Goals MDGs dimana setiap negara secara bertahap harus mampu menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga mencapai 15 persen pada tahun 2015. Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan
salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Dilihat dari kecenderungan data statistik, masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita gizi kurang. Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa masalah gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia bahkan mendekati prevalensi tinggi Laporan Riskesdas 2013, sebanyak 13,0 berstatus gizi kurang,
di antaranya 4,9 berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3 anak kurus, di antaranya 6,0 anak sangat kurus dan 17,1 anak memiliki kategori sangat pendek. Kondisi kesehatan yang memprihatinkan ini
berpengaruh kepada angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50 penyebab kematian bayi adalah anak yang terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Artikel ini membahas tentang hubungan antara faktor Asupan Zat Gizi, Sumber Daya Pengasuh, Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan sebagai faktor-faktor penentu model status gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera
Barat serta menghasilkan model status gizi balita sebagai acuan untuk mengevaluasi kebijakan kesehatan di Daerah ini.
METODE
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah berasal dari Riset Kesehatan Dasar 2013 dengan mengambil sampel semua responden yang berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat yaitu sebanyak 1701
responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis korelasi, analisis faktor dan pemodelan status kesehatan dilakukan dengan analisis SEM. Masing-masing metode analisis ada keterkaitan dan
saling mendukung hasil analisis yang diperoleh.
HASIL
Berikut disajikan deskripsi untuk setiap variabel penelitian yang dilibatkan dalam model kajian ini.
673
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Kebijakan Publik, Administrasi Publik Tabel 1. Distribusi Data Model Status Gizi Berdasarkan Data Riskesdas 2013
No. Variabel
Kategori Frekuensi
Prosentase
Faktor 1 1
Banyaknya anggota 3 sd 4 orang
647 38.0
rumah tangga 5 sd 6 orang
765 45.0
7 sd 8 orang 230
13.5 9 sd 11 orang
59 3.5
2 Ketersediaan 9-10
pelayanan 601
35.3 pelayanan kesehatan
11-12 pelayanan 405
23.8 13-14 pelayanan
458 26.9
14 pelayanan 237
13.9 3
Menguras bak mandi Tidak pernah
83 4.9
dalam seminggu Tidak berlaku jika tidak menggunakan bak
703 41.3
Sekali 576
33.9 Lebih dari sekali
339 19.9
4 Status kepemilikan
Milik sendiri 1217
71.5 bangunan
Kontrak 167
9.8 yang ditempati?
Sewa 68
4.0 Bebas sewa milik orang lain
22 1.3
Bebas sewa milik orang tuasanaksaudara 185
10.9 Rumah dinas
40 2.4
Lainnya 2
.1 5
Kelengkapan 5 sd 13 kali
1425 83.8
imunisasi 14 sd 21 kali
142 8.3
22 sd 29 81
4.8 30 sd 40
53 3.1
6 Mengikuti Tidakbelum
menggunakan 338
19.9 Program KB
Ya, pernah tetapi tidak menggunakan lagi 359
21.1 Ya, sekarang menggunakan
1004 59.0
7 Minum pil zat besi
1 sd 50 hari 478
28.1 tablet tambah darah
51 sd 100 hari 497
29.2 selama kehamilan
101 sd 150 hari 109
6.4 di atas 150 hari
617 36.3
8 Pendidikan
Tidakbelum pernah sekolah 37
2.2 Tidak tamat SDMI
146 8.6
tamat SDMI 403
23.7 Tamat SLTPMTS
323 19.0
Tamat SLTAMA 556
32.7 Tamat D1D2D3
120 7.1
Tamat PT 116
6.8 9
Kondisi kesehatan Buruk
8 .5
secara umum Cukup
244 14.3
Baik 1449
85.2
674
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
10 Kondisi mental
Buruk 7
.4 pengasuh
Agak buruk 38
2.2 Kurang baik
203 11.9
Baik 1453
85.4 11
Berat Badan Sangat Kurus
151 8.9
Menurut Tinggi Kurus
121 7.1
Badan Tinggi
1186 69.7
Normal 243
14.3 12
IMT menurut Umur Sangat kurus
155 9.1
Kurus 133
7.8 Gemuk
1180 69.4
Normal 233
13.7 13
Berat Badan Gizi buruk
162 9.5
Menurut Umur Gizi kurang
307 18.0
Gizi lebih 1198
70.4 Gizi baik
34 2.0
Berikut dilakukan analisis korelasi antara variabel-variabel model yang dilibatkan dalam analisis ini. Tujuan dari analisis korelasi ini adalah untuk mengetahui variabel-variabel mana saja yang memiliki hubungan secara
signifikan. Analisis pendahuluan ini perlu dilakukan untuk memudahkan dalam analisis lanjutan analisis SEM. Hasil analisis korelasi ditampilkan pada Tabel 2.
675
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Kebijakan Publik, Administrasi Publik Tabel 2. Matrik Korelasi Antara Variabel Model Berdasarkan Data Riskesdas 2013
Variabel Model
Banyak anggota
RT Layanan
Kesehatan Menguras
bak mandi
Status kepemili
kan rumah Imunisasi
Program KB
Minum Fetablet
tambah darah
Pendidi kan
Kondisi kesehatan
Kondisi mental
pengasuh BBTB
IMTU BBU
Banyak anggota RT
1.000 0.110
-0.087 -0.240
0.020 -0.052
0.005 -0.102
-0.018 -0.061
0.014 0.018
-0.053 Lay-Kes
0.110 1.000
-0.237 -0.167
0.031 -0.015
-0.110 -0.235
-0.054 -0.109
-0.032 -0.031
-0.076 Menguras
bak mandi -0.087
-0.237 1.000
0.048 -0.022
-0.033 0.005
0.281 0.098
0.082 0.028
0.028 0.095
Status kepemili
kan rumah -0.240
-0.167 0.048
1.000 0.027
0.082 0.018
0.132 0.000
-0.006 0.004
-0.015 0.003
Imunisasi 0.020
0.031 -0.022
0.027 1.000
-0.119 0.017
-0.047 -0.047
0.004 0.068
0.018 -0.060
Program KB -0.052
-0.015 -0.033
0.082 -0.119
1.000 0.048
-0.022 0.016
-0.011 -0.005
0.029 0.030
Minum Fe tablet tambah
darah 0.005
-0.110 0.005
0.018 0.017
0.048 1.000
0.015 0.045
0.042 0.017
0.031 0.049
Pendidikan -0.102
-0.235 0.281
0.132 -0.047
-0.022 0.015
1.000 0.013
0.083 0.035
0.025 0.106
Kondisi kesehatan
-0.018 -0.054
0.098 0.000
-0.047 0.016
0.045 0.013
1.000 0.208
0.043 0.036
0.010 Kondisi
mental pengasuh
-0.061 -0.109
0.082 -0.006
0.004 -0.011
0.042 0.083
0.208 1.000
0.008 -0.010
0.043 BBTB
0.014 -0.032
0.028 0.004
0.068 -0.005
0.017 0.035
0.043 0.008
1.000 .875
0.449 IMTU
0.018 -0.031
0.028 -0.015
0.018 0.029
0.031 0.025
0.036 -0.010
0.875 1.000
0.475 BBU
-0.053 -0.076
0.095 0.003
-0.060 0.030
0.049 0.106
0.010 0.043
0.449 0.475
1.000 Signifikan pada tingkat kepercayaan 95
Signifikan pada tingkat kepercayaan 90
676
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa variabel yang berkorelasi satu sama lain pada tingkat kepercayaan 95 dan 90 dan terdapat juga beberapa variabel yang tidak memiliki hubungan
secara signifikan dengan variabel yang lain. Variabel yang memiliki hubungan paling kuat sesamanya adalah IMT menurut umur dengan Berat badan menurut Tinggi badan, dimana nilai koefisien Spearmannya sebesar 0.875.
Sedangkan variabel yang memiliki hubungan signifikan yang paling kecil adalah Program KB dengan Minum Fetablet tambah darah, nilai koefisien Spearmannya sebesar 0.048.
Selanjutnya akan dilakukan analisis untuk membuat pemodelan faktor-faktor yang dominan dalam menentukan Status Gizi pada Balita di Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk melakukan analisis ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Structural Equation Modeling SEM. Metode ini dipilih karena merupakan satu-satunya teknik analisis secara statistika yang paling tepat digunakan untuk melakukan pemodelan yang melibatkan kedua
jenis variabel secara serentak, yaitu variabel laten dan variabel indikator.
Pada penelitian ini awalnya direncanakan untuk melakukan analisis SEM konfirmatori faktor analisis, yaitu model hipotesis dibangun berdasarkan kajian literatur dan model cadangan dihasilkan dengan menyesuaikan model
hipotesis dengan data kajian. Tetapi setelah dilakukan proses tersebut, tidak ditemukan model yang konvergen walaupun sudah melakukan modifikasi terhadap model hipotesis. Oleh karena itu akhirnya dilakukan analisis SEM
eksploratori faktor analisis yaitu dengan melakukan proses pengidentifikasian model hipotesis yang diawali dengan analisis faktor. Uraian berikut ini merupakan proses analisis SEM eksploratori faktor analisis yang dilakukan.
Berdasarkan analisis faktor dihasilkan nilai Chi-Square 4199 derajat kebebasan = 78 dan nilai signifikansi = 0,000 0.05 menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas sehingga dapat dilakukan
analisis komponen utama. Di samping itu, Nilai KMO yang dihasilkan adalah sebesar 0.613 serta p-value sebesar 0,000 0,05, nilai tersebut jatuh dalam kategori “lebih dari cukup” layak untuk kepentingan analisis faktor.
Oleh karena itu, variabel– variabel dapat dianalisis lebih lanjut Goldstein,1984. Hasil analisis faktor disajikan pada beberapa tabel berikut.
Pada Tabel 3 menampilkan banyaknya faktor atau komponen utama hasil mereduksi tigabelas variabel. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa terdapat lima faktor yang dapat dihasilkan dari analisis data
ini dan juga dapat dilihat besarnya variansi yang diterangkan oleh setiap faktor. Peneliti boleh saja memutuskan untuk memilih jumlah faktor yang lebih sedikit dari yang disarankan. Untuk menentukan berapa banyaknya
faktor yang dapat dipilih, dapat berpandukan kepada scree plot, disajikan pada Gambar 1 berikut ini.
Tabel 3. Total Keragaman yang Dapat Diterangkan oleh Setiap Komponen Utama
Total Variance Explained Component
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings Total
of Variance
Cumulative Total
of Variance
Cumulative Total
of Variance
Cumulative
1 2.325 17.883
17.883 2.325
17.883 17.883
2.305 17.728
17.728 2
1.666 12.817 30.700
1.666 12.817
30.700 1.499
11.530 29.258
3 1.218 9.367
40.068 1.218
9.367 40.068
1.246 9.584
38.842 4
1.148 8.830 48.897
1.148 8.830
48.897 1.241
9.549 48.391
5 1.080 8.309
57.206 1.080
8.309 57.206
1.117 8.590
56.981 6
1.019 7.837 65.043
1.019 7.837
65.043 1.048
8.061 65.043
7 .843
6.483 71.526
8 .811
6.237 77.762
9 .801
6.162 83.925
10 .755
5.806 89.731
11 .676
5.198 94.930
12 .571
4.390 99.320
13 .088
.680 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
677
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
Gambar 1. Scree Plot
Scree Plot adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu peneliti menentukan berapa banyak faktor terbentuk yang dapat mewakili keragaman peubah – peubah asal. Bila kurva masih curam itu
menandakan dapat ditambah komponen baru. Bila kurva sudah landai menandakan untuk menghentikan penambahan komponen, walaupun penilaian curamlandai bersifat subjektif peneliti. Dari scree plot pada Gambar
6.1 di atas, terlihat pada saat satu komponen terbentuk, kurva masih menunjukkan kecuraman, begitu juga pada saat di titik ke-2, garis kurva masih tajam, di titik ke-3 garis kurva masih tajam namun sedikit berbeda dari pola
kedua garis sebelumnya. Setelah melewati titik ke-3, garis kurva sudah mulai landai, semakin ke kanan akan semakin landai. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen atau faktor yang dapat
dipilih karena sudah mewakili keragaman variabel asal. Dengan demikian dilakukan analisis faktor lagi dengan terlebih dahulu mengeliminasi variabel-variabel yang tidak termasuk di dalam tiga komponen utama pertama, yaitu
Kelengkapan Imunisasi, Program KB, Minum zat besi selama hamil, Kondisi kesehatan umum orang tua, Kondisi mental orang tua. Output SPSS dari matriks komponen utama yang telah dirotasi ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Loading faktor untuk Setiap Komponen Utama setelah di Rotasi
Komponen 1
2 3
Banyaknya anggota RT .002
-.138 .721
Status kepemilikan rumah -.006
.000 -.803
Layanan Kesehatan -.029
-.632 .166
Menguras bak mandi .028
.740 .105
Pendidikan .037
.698 -.107
BB menurut TB .939
-.028 -.003
IMT menurut Umur .947
-.036 .014
BB menurut Umur .722
.162 -.001
678
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
Tabel 4 di atas menampilkan nilai faktor pemberat loading factor setelah dirotasi untuk setiap faktor. Dapat dilihat bahwa setiap variabel hanya berkorelasi kuat dengan salah satu faktor saja tidak ada variabel yang korelasinya
0,5 di ketiga faktor. Berdasarkan Tabel 6.4 di atas dapaat dilihat bahwa komponen utama pertama, disebut dengan istilah Status Gizi, terdiri dari variabel Berat badan menurut Tinggi badan, IMT memurut Umur dan
Berat badan menurut Umur. Komponen utama kedua, disebut dengan Faktor I diukur oleh Layanan kesehatan, Berapa kali menguras bak mandi dalam seminggu, tingkat pendidikan ayah. Sedangkan komponen utama kedua
atau diistilahkan dengan Faktor 2, terdiri dari Banyaknya anggota rumah tangga dan Status kepemilikan rumah yang sedang ditempati. Konstruksi hasil analisis faktor setelah disesuaikan dengan data Riskesdas 2013 ini berarti
berbeda dengan model hipotesis yang diasumsikan pada awal penelitian. Karena jika tetap menggunakan model hipotesis awal maka model yang konvergen tidak dapat ditemukan, apalagi model yang memenuhi kriteria
kebaikan model. Dengan demikian ilustrasi model Status Gizi yang telah disesuaikan dengan data digambarkan pada Gambar 2 berikut ini.
pada Gambar 2 berikut ini. Layanan Kes
Faktor II
Anggota klrg
Faktor I
Kuras bak Pendidikan
Status rumah
Status Gizi
l
IMTUmur BBTB
BBUmur
Gambar 2. Ilustrasi Model Status Gizi
Selanjutnya berdasarkan ilustrasi model Status Gizi tersebut, dilakukan analisis SEM dengan menggunakan bantuan software Mplus Versi 5.2. Gambar 3 di bawah ini adalah hasil analisis SEM tersebut.
0.499 0.516
Layanan Kes
Faktor II
Anggota klrg
Faktor I
-0.465 Kuras bak
-0.642 Pendidikan
Status rumah -0.553
-0.144 0.074
Status Gizi
l
0.953 0.668
1.019 IMTUmur
BBTB BBUmur
signifikan pada tingkat kepercayaan 95
Gambar 3. Model Status Gizi
679
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
Adapun nilai kebaikan model untuk kasus ini adalah nilai CFI = 0.985, TFI = 0.979 sedangkan nilai RMSEA = 0.041. ketiga nilai kebaikan model tersebut telah memenuhi indikator yang telah ditetapkan, dengan demikian
dapat dikatakan disini bahwa model cadangan yang dihasilkan adalah baik dan dapat diterima. Interpretasi yang diperoleh dari model Status Gizi di atas adalah bahwa Faktor Status Gizi dipengaruhi secara
signifikan oleh Faktor II saja yaitu sebesar -0.144. Adapun Faktor II diukur secara signifikan oleh banyaknya layanan kesehatan yang tersedia, frekuensi menguras bak mandi dalam seminggu dan tingkat pendidikan orang
tua. Berdasarkan nilai koefisien regresi setiap variabel indikator dengan Faktor II dan dikaitkan dengan koefisien regresi dari Faktor II terhadap Status Gizi, interpretasi yang dapat diperoleh adalah bahwa semakin banyak layanan
kesehatan yang dapat diakses oleh orang tua balita akan menurunkan status gizi dari balita tersebut, semakin sering kegiatan menguras bak mandi dilakukan maka akan meningkatkan status gizi balita serta semakin tinggi
tingkat pendidikan orang tua balita maka akan cenderung meningkatkan status gizi balita berkenaan.
Adapun koefisien regresi antara Faktor I terhadap Status gizi tidak signifikan maka tidak dapat ditarik kesimpulan apapun. Hasil lainnya adalah bahwa Status Gizi itu sendiri diukur secara signifikan oleh variabel
Berat badan menurut Tinggi badan, IMT menurut umur dan Berat badan menurut umur.
PEMBAHASAN
Hasil analisis dalam kajian ini secara keseluruhan tidak begitu sesuai dengan teori status gizi yang telah pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itulah ketika peneliti menyesuaikan model hipotesis awal yang
dibuat berdasarkan kerangka konsep teori yang ada, tidak ditemukan model yang konvergen. Untuk mensiasati ini peneliti menggunakan metode analisis faktor yang dapat membantu peneliti dalam mengelompokkan faktor-
faktor. Dengan demikian analisis SEM yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis SEM Eksploratori Faktor Analisis bukan Konfirmatori Faktor Analisis seperti yang direncanakan di awal penelitian.
Setelah model Status Gizi diperoleh, didapatkan nilai koefisien regresi loading antara variabel juga ada yang tidak signifikan dan bertentangan dengan teori yang ada. Peneliti juga menelusuri kenapa hal ini bisa terjadi.
Peneliti kemudian melakukan analisis regresi logistik ordinal dimana yang menjadi responnya adalah masing- masing variabel indikator dari Status gisi. Adapun variabel bebasnya adalah semua variabel indikator dari Faktor
I dan Faktor II. Peneliti menemukan bahwa untuk respon Berat badan menurut Umur hanya beberapa kategori dari Pendidikan yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon Berat badan menurut umur. Untuk Berat
badan menurut Tinggi badan, tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh terhadap respon tersebut. Sedangkan untuk respon IMT menurut umur juga tidak ditemukan variabel indikator yang memberi pengaruh
signifikan terhadap respon tersebut. Temuan ini semakin mengukuhkan bahwa variabel dari Faktor I dan Faktor II tidak berpengaruh terhadap Status Gizi. Analisis dari korelasi pada bagian Hasil juga mendukung hasil analisis
SEM ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan model Status Gizi yang diperoleh dari kajian ini ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap Status Gizi adalah Faktor II dengan variabel indikatornya adalah banyaknya layanan kesehatan yang
tersedia, frekuensi menguras bak mandi dalam seminggu dan tingkat pendidikan orang tua. Sedangkan Faktor I dengan variabel indikatornya jumah anggota dalam keluarga dan status kepemilikan rumah tidak signifikan
memberi pengaruh terhadap Status Gizi. Model cadangan ini telah memenuhi indikator kebaikan model, yaitu dilihat dari nilai CFI = 0.985, TFI = 0.979 sedangkan nilai RMSEA = 0.041. Model cadangan ini pun telah
melalui proses modifikasi model yang berulang-ulang kali.
Interpretasi yang diperoleh dari model Status Gizi hasil kajian ini adalah bahwa Faktor Status Gizi dipengaruhi secara signifikan oleh Faktor II saja yaitu sebesar -0.144. Berdasarkan nilai koefisien regresi setiap variabel indikator
dengan Faktor II dan dikaitkan dengan koefisien regresi dari Faktor II terhadap Status Gizi, interpretasi yang dapat diperoleh adalah bahwa semakin banyak layanan kesehatan yang dapat diakses oleh orang tua balita akan
menurunkan status gizi dari balita tersebut, semakin sering kegiatan menguras bak mandi dilakukan maka akan
680
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
meningkatkan status gizi balita serta semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua balita maka akan cenderung meningkatkan status gizi balita berkenaan.
Adapun koefisien regresi antara Faktor I terhadap Status gizi tidak signifikan maka tidak dapat ditarik kesimpulan apapun. Hasil lainnya adalah bahwa Status Gizi itu sendiri diukur secara signifikan oleh variabel
Berat badan menurut Tinggi Badan, IMT menurut umur dan Berat badan menurut umur.
DAFTAR PUSTAKA
UNICEF. 2009. Achieving MDGs through RPJMN Nutrition Workshop, Jakarta: Bappenas. Asian Development Bank. 2006. Draft design and monitoring framework: Project number 38117: Nutrition
improvement through community empowerment. Manila: Asian Development Bank. Aries M, Martianto D. 2006. Estimasi kerugian ekonomi akibat status gizi buruk dan biaya penanggulangannya
pada balita di berbagai provinsi di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, 12:26-33. Babatunde, R.O., Olagunju, F.I., Fakayode, S.B., Sola-Ojo, F.E. 2011. Prevalence and Determinants of
Malnutrition among Under-five Children of Farming Households in Kwara State, Nigeria. Journal of Agriculture Science ; 3 3
Bollen, K.A. 1989. Structural Equations with Latent Variables. John Wiley and Sons, New York, NY. Cheah, W.L., Manan, W.A., Zabidi-Hussin. 2010. A structural equation model of the determinants of
malnutrition among children in rural Kelantan, Malaysia Rural and Remote Health 10: 1248 Online. Dinas Kesehatan Sumatera Barat. 2011. Kaleidoskop Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat 2011. http:
www.slideshare.netindrasutanmudobahan-kleideskop-dinas-kesehatan-edisi-1 [14-03-2013]. Dinas Kesehatan Sumatera Barat. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011. Data Primer.
Ferra, Y., Kamarulzaman, I. Abdul, A.J. 2010. On an application of structural equation for modeling of health index. Environmental Health and Preventive Medicine, 15: 285-291.
Ferra, Y., Kamarulzaman, I. Abdul, A.J. 2013. Bayesian structural equation modeling for the health index. Journal of Applied Statistics, 406: 1254-1269.
Griffiths P, Madise N, Whitworth A, Matthews Z. 2004. A tale of two continents: a multilevel comparison of the determinants of child nutritional status from selected African and Indian regions. Health Place; 10: 183-199.
Hu, L. Bentler, P. M. 1999. Cutoff criteria for fit indexes in covariance structure analysis: Conventional criteria versus new alternatives. Structural Equation Modeling 6: 1-55.
Ijarotimi, O.S. 2013. Determinants of Childhood Malnutrition and Consequences in Developing Countries. Current Nutrition Report, 2: 129-133.
Jesmin, A., Yamamoto, S.S., Malik, A.A., Haque, M.A. 2011. Prevalence and Determinants of Chronic Malnutrition Among Preschool Children: A Cross-sectional Study in Dhaka City, Bangladesh. Journal of
Health, Population and Nutrition : 29 5 : 494-499 Lee, S.Y., Song, X.Y., Skeviton, S. Hao, Y.T. 2005. Application of structural equation models to quality of
life. Structural equation modeling 123: 435-453. Mazarina, D. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Balita Di Pedesaan. Teknologi
dan Kejuruan, 33 2: 183-192 Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
Razak, A.A, Gunawan, I.M.A, Budiningsari, R.D. 2009. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein KEP Pada Anak Balita. Jurnal Gizi Klinik Indonesia : 62: 95-103.
681
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2014. Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan. Diakses 10 Mei 2014 dari http:www.depkes.go.id index.phpberitapress-release1346-
anak-dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-masa-depan.html Ullman, J. B. 2006. Structural equation modeling: reviewing the basics and moving forward. Journal of Personality
Assessment 87: 35-50.
682
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
REVITALISASI KENADZIRAN KESULTANAN BANTEN DALAM MENGELOLA WISATA RELIGI DI BANTEN LAMA DAN KERJASAMA DENGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA SERANG
Titi Stiawati
Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten E-mail : titistiawatiyahoo.co.id
Rina Yulianti
Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten E-mail : rina.antinasgmail.com
A b s t r a k
Revitalisasi secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali. Banten Lama memiliki nilai sejarah yang tinggi sehingga perlu dijaga dan dilestarikan dengan baik., Agar lokasi tersebut tidak
menjadi kumuh dan tidak terawat yang akhirnya tidak memberikan kenyamanan bagi para peziarah atau pengunjung yang datang dari berbagai pelosok tanah air maupun luar negeri. Revitalisasi kenadziran kesultanan Banten dalam
mengelola wisata religi di Banten Lama, bahwa dalam kepengurusan kenadziran selama ini mengandalkan kepada manajemen keluarga sehingga banyak tidak terekspos terutama di dalam pengelolaan wisata religi di Banten Lama.
Selanjutnya dalam merevitalisasi dalam pengelolaan wisata religi di Banten lama Kenadziran Kesultanan Banten pun berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Serang. Namun keterlibatan pemerintah daerah belum optimal dalam
pengelolaan wisata religi di Banten Lama, hal ini terlihat dengan tidak tertatanya dengan baik pedagang kaki lima yang membuat kesan kumuh, rusaknya jalan akses ke tempat tujuan wisata religi di Banten Lama, selanjutnya banyaknya
sampah yang belum terangkut oleh petugas serta perpakiran kendaraan yang dianggap pengunjung belum nyaman. Dalam rangka mengembangkan potensi wisata religi di Banten Lama dibutuhkan kerjasama dan sinergitas yang
baik antara berbagai pihak, termasuk didalamnya adalah pihak pemerintah, swasta serta masyarakat. Namun pada kenyataannya masih ditemukan hal-hal yang dapat diartikan belum optimalnya revitalisasi dalam mengelola wisata
religi di Banten Lama, antara lain yaitu : Peranan pemerintah daerah Kota Serang masih sangat terbatas kewenanganya dan belum terlaksana keharmonisan dan kebersamaan antara kenadziran dan pemerintah daerah kota Serang dalam
pengelolaan lokasi peninggalan sejarah tersebut supaya proses revitalisasi berjalan dengan baik.
Kata Kunci
: Revitalisai, Koordinasi, Kenadziran, Wisata Religi
PENDAHULUAN
Pariwisata atau obyek wisata merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan yang amat penting sebagai sumber pendapatan yang produktif. Karakteristik alam dan tata nilai kehidupan masyarakat Indonesia
memungkinkan untuk dikembangkan sebagai sumber potensi wisata. Adanya obyek wisata membuka lahan bagi masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan. Pariwisata merupakan industri tanpa asap yang menyerap
banyak tenaga kerja. Karena bagaimanpun majunya pariwisata tidak akan meninggalkan sumber daya manusia sebagai pelaku utama karena tidak bisa digantikan oleh mesin.
Pengelolaan dan pengembangan pariwisata di suatu daerah tujuannya didasarkan pada perencanaan, pengembangan, dan arah pengelolaan yang jelas agar semua potensi yang dimiliki suatu daerah tujuan wisata
dapat diberdayakan secara optimal. Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi sebagai obyek wisata adalah Banten. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan
keputusan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 dengan pusat pemerintahan yang berada di Kota Serang. Banten sendiri memiliki keunikan baik dari wisata alam, wisata buatan, wisata bahari, wisata budaya dan sejarahnya
serta wisata religi. Hal ini terbukti dengan melihat pertumbuhan wisatawan yang berkunjung di Banten baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kota Serang adalah salah satu destinasi obyek wisata yang memiliki potensi yang amat besar terutama obyek wisata religi. Hal tersebut tidak terlepas dari latar belakang sejarah berdirinya Kerajaan Islam. Kawasan Banten
683
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Kebijakan Publik, Administrasi Publik
Lama menjadi saksi pernah berdirinya Kesultanan Banten pada tahun 1526-1813 Masehi. Sisa-sisa peninggalan bersejarah yang syarat akan nilai-nilai perjuangan yang begitu kuat dan kentalnya agama Islam masih tampak
terlihat di Kawasan Masjid Agung Banten. Peninggalan berupa masjid, menara, serta makam-makam petinggi Kesultanan Banten menjadi daya tarik wisata religi.
Obyek wisata religi menjadi alternatif yang banyak diminati oleh wisatawan. Salah satunya adalah di Kawasan Masjid Agung Banten, di bulan-bulan tertentu pengunjung mencapai ribuan, yakni bulan Maulid
Nabi Muhammad SAW, bulan haji, dan sebagainya. Dengan melihat banyaknya antusias pengunjung, tentu dibutuhkan pengelolaan yang baik, dalam hal ini Kenadziran dan pemerintah Kota Serang. Kawasan Masjid
Agung Banten dimaksud dalam penelitian ini yaitu meliputi lingkup yang dikelola oleh kenadziran dimulai dari Masjid Agung Banten sampai alun-alun.
Kenadziran merupakan sebagai pengelola asset dari wakaf, maka fungsi Kenadziran Banten Lama memiliki peran yang sangat penting. Kenadziran Banten Lama diberikan hak otoritas untuk mengumpulkan pendapatan
dari hasil pengunjung yang berziarah dan pengunjung masjid Banten Lama. Pendapatan yang didapat tersebut oleh Kenadziran Banten Lama digunakan untuk kesejahteraan umat, antara lain pendirian sekolah, panti asuhan
dan kegiatan lainnya yang non komersial. Disamping terdapat pendapatan lain yang dikelola oleh Kenadziran Banten Lama berasal juga dari kencleng atau pemberian uang sedekah dalam kotak dari pengunjung masjid dan
peziarah. Diperkirakan jumlah pengunjung ke Banten Lama, khususnya ke Masjid Agung Banten Lama dan Kompleks Makan Sultan Hasanudin mencapai enam juta orang setiap tahunnya.
Adapun struktur organisasi Kenadziran Banten Lama terdiri dari Ketua Nadzir, Wakil Ketua Nadzir, Sekertaris Nadzir, dan Kepala Harian yang seluruhnya harus berasal dari Keturunan Kesultanan Banten dan
sebagai bentuk dari revitalisasi kenadziran Banten, semenjak kepengurusan Kenadziran Banten masa ketua H.Tb. Ismetullah Al Abbas, melibatkan anggota atau pengurus Kenadziran yang berasal dari masyarakat Kecamatan
Kasemen maupun dari luar Kecamatan Kasemen . Bagi anggota tidak harus berasal dari keturunan Sultan.
Potensi wisata religi di Banten Lama belum sepenuhnya teroptimalkan, maka diperlukan revitalisasi dalam pengelolaan wisata religi yang melibat pemerintah daerah karena pariwisata merupakan sektor yang memberikan
kontribusi besar terhadap perekonomian. Untuk dapat menjadikan sektor ini berhasil, maka diperlukan adanya sinergitas pemerintah daerah dengan Kenadziran dalam mengelola wisata religi di kawasan Banten Lama.
Dalam rangka mengembangkan potensi wisata religi di kawasan Banten Lama dibutuhkan kerjasama dan sinergitas yang baik antara berbagai pihak, termasuk didalamnya adalah pihak pemerintah, swasta serta masyarakat.
Dikarenakan terdapat banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan potensi pariwisata di kawasan Banten Lama, maka salah satunya adalah Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan olahraga kota Serang sebagai pihak
pengelola dari lembaga formal harus mampu menjadi fasilitator dan bersinergi diantara berbagai pihak lainnya dalam usaha pengembangan wisata religi di kawasan Banten Lama.
Namun pada kenyataannya masih ditemukan hal-hal yang dapat diartikan belum optimalnya revitalisasi dalam Kenadziran dalam melibatkan pemerintah daerah dalam mengelola wisata religi di Banten Lama, antara
lain yaitu : Peranan Disporapar, Dinas Kebersihan, Dishub Kota Serang masih sangat terbatas kewenangannya, untuk saat ini hanya melakukan koordinasi dan pembinaan dalam penataan pedagang, kebersihan dan promosi
dalam rangka menarik kunjungan wisatawan,
TINJAUAN PUSTAKA