Sistem Nilai Dalam Perumusan Kebijakan Pubik

658 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik Sistem nilai adalah kepentingan-kepentingan yang melatarbelakangi motivasi aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Sistem nilai meliputi sumber nilai, sistem kepercayaan, kekuasaan, peran dan ambisi, serta perbedaan posisi struktural. Sistem nilai bagi perumus kebijakan publik bersumber dari nilai-nilai individu, nilai-nilai profesional, nilai- nilai organisasi, nilai-nilai legal, dan nilai kepentingan publik. Interaksi kebijakan aktor dalam jeajring kebijakan tetap harus mengutamakan kepentingan publik. Sistem nilai masyarakat yang terbentuk dalam jejaring kebijakan hendaknya menjadi pedoman dalam setiap proses perumusan kebijakan. Perumusan kebijakan publik sarat dengan nilai yang menjadikan tidak mudah menghasilkan kebijakan publik yang dapat diharapkan berdampak menguntungkan semua pihak. Sistem kepercayaan yang melandasi hubungan di antara aktor kebijakan terkait dengan perumusan kebijakan pengendalian kebakara hutan dan lahan adalah; 1 Common belief; suatu kepercayaan dan kesamaan persepsi pada tujuan kebijakan berdasarkan kesamaan pengetahuan tentang masalah publik. Di sini telah muncul persepsi yang sama dari aktor-aktor kebijakan tentang perluya kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau. Persepsi ini muncul disebabkan lingkungan fisik, yaitu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Sistem nilai ini didominasi oleh LSM, masyarakat dan peneliti. 2 Core of belief system yaitu sistem kepercayaan berdasarkan atas pandangan yang sama terhadap sifat alami kemanusaiaan dan beberapa kondisi yang diinginkan manusia. Core belief pada tiap aktor berupa nilai kepentingan individu dan lembaga bahwa secara ex officio, mereka menjalankan tugas sebagai tim. 3 External factors meliputi uang, keahlian, jumlah pendukung, legal otoritas, pendapat umum, teknologi, tingkat inflasi, dan nilai-nilai budaya. External factor diwujudkan dalam ego kelembagaan tiap-tiap aktor. Masing-masing dinas merasa bahwa tanggungjawab mengenai pengendalian kebakaran hutan dan lahan itu sudah 4. Jejaring Kebijakan dalam Perumusan Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau Jejaring kebijakan terbentuk dengan adanya hubungan di antara aktor kebijakan. Berkembangnya jejaring kebijakan tergantung pada intensitas hubungan dari pemerintah, masyarakat maupun swasta dan juga dominasi dari salah satu aktor. Strategi jejaring kebijakan dalam perumusan kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di rpovnsi Riau ini adalah: 1 Bureaucratic network; pembentukan hubungan antara peemrintah dengan masyarakat yang didominasi oleh petunjuk dan instruksi peemrintah dan pemerintah adalah sebagai agensi. 2 Pluralistic network; pembentukan jejaring dimana hubungan antara pemerintah dengan masyarakat didominasi oleh petunjuk dan instruksi pemerintah bekerjasama dengan tiga atau lebih kelompok masyarakat. Dalam perumusan kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, jejaring antara eksekutif dan legislatif adalah pembentukan opini elit tentang pentingnya pendanaan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Riau. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat jejaring kebijakan dalam perumusan kebijakan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Pemerintah Provinsi Riau, yang terdiri dari 4 kategori aktor, yaitu; Aktor primer: aktor dengan pengaruh yang tinggi dan mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi. Aktor primer dalam perumusan kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau ini adalah dinas-dinas terkait di tiap-tiap kabupaten dinas kehutanan, dinas perkebunan, Bapeldada, BPNBD, DPRD, dan manggala agni, serta pihak swasta. Untuk merekrut aktor kategori ini dengan cara partner melalui forum pertemuan dengan para bupati dan gubernur yang tergabung dalam tim subsistem. 659 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik Aktor sekunder: aktor dengan pengaruh yang tinggi tetapi tingkat kepentingan yang rendah, untuk merekrut aktor ini dengan cara consulat melalui forum pertemuan dengan para bupati, LSM lingkungan dan perguruan tinggi, diajak berdialog dan berkonsultasi dan didudukkan dalam keanggotaan tim subsistem. Aktor tersier, yaitu aktor dengan pengaruh rendah tetapi memiliki kepentingan yang tinggi, yaitu masyarakat yang terkena dampak kebakarahan hutan dan lahan. untuk merekrut aktor kategori ini dengan cara inform, segala sesuatu yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan diinformasikan kepada masyarakat sehingga menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam penanggulangan, atau merubah kedudukannya sebagai aktor tersier menjadi aktor primer. Aktor kwarter, yaitu aktor dengan pengaruh dan kepentingan rendah, untuk merekrut aktor kategori ini dengan cara control. Tidak nampak kemunculan aktor kwarter, hal ini dapat dipahami dari tingkat kepentingan masalah kebakaran hutan dan lahan. Sistem nilai yang menentukan interaksi dan pembentukan jejaring kebijakan perumusan kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Pemerintah Provinsi Riau, adalah; o Common belief; suatu kepercayaan dan kesamaan persepsi pada tujuan kebijakan berdasarkan kesamaan pengetahuan tentang masalah publik. Di sini telah muncul persepsi yang sama dari aktor-aktor kebijakan tentang perluya kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Riau. Persepsi ini muncul disebabkan lingkungan fisik, yaitu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Sistem nilai ini didominasi oleh LSM, masyarakat dan peneliti. o Core of belief yaitu sistem kepercayaan berdasarkan atas pandangan yang sama terhadap sifat alami kemanusaiaan dan beberapa kondisi yang diinginkan manusia. Core belief pada tiap aktor berupa nilai kepentingan individu dan lembaga bahwa secara ex officio, mereka menjalankan tugas sebagai tim. o External factors meliputi uang, keahlian, jumlah pendukung, legal otoritas, pendapat umum, teknologi, tingkat inflasi, dan nilai-nilai budaya. External factor diwujudkan dalam ego kelembagaan tiap-tiap aktor. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Craswell, Jhon, 2007, Research Design: Qualitative, Quantitativ, and mixed Methods Research, Calivornia, SAGE Publiations. Inc. Dove, M.R., 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Suatu studi-kasus dari Kalimantan Barat. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Howlett. Michael dan M. Ramesh, 1995 Studying Pubic Policy: Policy Cycles and Policy Subsystem. Oxford University Press, Oxford Islamy, Irfan, 1986, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, hal.83, Jakarta, Bina Aksara Maria, S. W. Sumardjono, 1997 Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Sebuah Panduan Dasar, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Nurhayati, Ai, dkk , 2012, Kebakaran Hutan Indonesia dan Upaya Penanggulangannya