Tipe dan Jenis Penelitian
807
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
Hasil partisipasi responden sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel 3 diketahui bahwa responden yang berpartisipasi pada pelaksanaan pemilu legislatif tahun 2014 lalu sebanyak 87,89, sedangkan yang tidak
berpartisipasi sebanyak 12,11.
Tabel 3: Partisipasi Responden Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014
Ya 87,89
Tidak
12,11
Perilaku memilih seseorang baik untuk memilih partai politik maupun calon pemimpin merupakan manifestasi dari banyak faktor. Menurut Evans, motivasi memilih dalam pemilu dipengaruhi salah satunya oleh
faktor intelektual warga.
53
Di samping itu, Evans menambahkan karakteristik sosial dan politik yang berpotensi mendorong pilihan seseorang, yaitu: age, gender, social classoccupation, religious group, ideological group.
Analisis ini kemudian dilakukan dengan menghubungkan antara tingkat partisipasi dengan tingkat pendidikan responden pada pelaksanaan pemilu legislatif di tahun 2014 yang lalu. Hasil analisis tersebut menunjukkan
hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi responden sebagaimana yang diungkapkan oleh Evans. Mereka responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau sedang menempuh
pendidikan yang lebih tinggi cenderung tingkat partisipasi politiknya lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Dari grafik 4 diketahui bahwa responden dengan tingkat
partisipasi tertinggi yaitu yang memiliki latar belakang pendidikan SMA + Diploma dengan tingkat partisipasi 89,13, kemudian disusul dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan ≥S1 88,64. Sedangkan,
responden dengan latar belakang pendidikan ≤ SMP hanya menggunakan hak pilihnya sebanyak 83,61.
Responden dengan latar pendidikan ≤ SMP juga merupakan responden yang terbanyak tidak menggunakan hak pilihnya yaitu 16,39. Sedangkan responden yang memiliki latar belakang pendidikan ≥S1 yang tidak
menggunakan hak pilihnya sebanyak 11,36 dan responden dengan latar pendidikan SMA + Diploma sebanyak 10,87 yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Grafik 4: Tabulasi Silang Antara Partisipasi Dalam Memilih Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 Dengan Tingkat Pendidikan Responden
83,61 89,13
88,64 16,39
10,87 11,36
75 80
85 90
95 100
105
= SMP SMA+Diploma
S1 Ya
Tidak
Akuntabilitas politik dari sisi pemilih dapat dimaknai melalui interaksi mereka dengan kandidat setelah pemilihan umum dilakukan. Interaksi tersebut tentunya harus didukung dengan pengetahuan, informasi dan
pengalaman mereka dengan kandidat tersebut. Dari tabel 4 diketahui sebanyak 66,44 responden berpendapat bahwa parpol saat ini belum mampu memilih
caleg dan calon kepala daerah yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan integritas yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik, sedangkan 17,30 responden menjawab bahwa parpol saat ini
sudah mampu mewujudkan hal tersebut, dan sebagian responden tidak tahu mengenai hal tersebut yaitu 16,26.
53. Jocelyn A.J Evans, Voters and Voting, London: Sage Publication, P: 2-4.
808
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen Tabel 4: Respon Responden Terhadap Apakah Parpol Saat Ini Mampu Memilih Caleg dan Calon Kepala Daerah Yang
Memiliki Pengetahuan, Pengalaman, dan Integritas Yang Memadai Untuk Menjalankan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik
Mampu 17,30
Belum mampu
66,44
Tidak tahu
16,26
Dari data pada grafik 5 menunjukkan bahwa 66,44 responden berpendapat partai politik saat ini belum mampu dalam memilih caleg maupun calon kepala daerah yang berkualitas. Dalam artian, bahwa parpol belum
mampu memberikan pilihan caleg maupun cakada yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan integritas yang memadai sebagai wakil rakyat dan untuk menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik. Responden yang
menyatakan hal tersebut memiliki latar belakang pendidikan ≥S1 72,73, SMA+Diploma 19,57, dan ≤SMP 59,02. Sedangkan, sebanyak 17,30 responden menyatakan parpol sudah mampu memenuhi hal tersebut.
Responden yang berpendapat demikian memiliki latar belakang pendidikan: SMA+Diploma 19,57, ≥S1 13,64, dan ≤SMP 13,11. Sebagian responden sebanyak 16,26 yang menyatakan tidak tahu. Responden
yang menyatakan tidak mengetahui tentang hal tersebut merupakan responden dengan latar pendidikan terbanyak yaitu ≤SMP 27,87.
Grafik 5: Tabulasi Silang Antara Respon Responden Terhadap Parpol Dalam Memilih CalegCakada Yang Memiliki Pengetahuan, Pengelaman, dan Integritas Untuk Menjalankan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Dengan Tingkat
Pendidikan Terakhir Responden
13,11 19,57
13,64 59,02
67,39 72,73
27,87 13,04
13,64 50
100
= SMP SMA+Diploma
S1 Mampu
Belum mampu Tidak tahu
Sedangkan responden yang menjawab bahwa parpol mampu memilih caleg dan calon kepala daerah yang berkualitas untuk menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik dijawab oleh 14,43 responden yang berpartisipasi
dalam pilkada yang lalu dan 23,86 responden yang tidak berpartisipasi.
Tabel 5: Tabulasi Silang Antara Respon Responden Terhadap Apakah Parpol Saat Ini Mampu Memilih Caleg dan Calon Kepala Daerah Yang Memiliki Pengetahuan, Pengalaman, dan Integritas Yang Memadai Untuk Menjalankan
Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Dengan Partisipasi Pemilih Pada Pileg 2014
TOTAL
Apakah Saudara memilih dalam pemilu legislatif yang lalu?
Ya Tidak
Menurut Saudara, apakah parpol saat ini mampu memilih caleg dan calon kepala daerah
yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan integritas yang memadai untuk menjalankan
tugasnya sebagai pejabat publik? Mampu
17,30 17,72
14,29
Belum mampu
66,44 67,32
60,00
Tidak tahu
16,26 14,96
25,71
Dari tabel 6 diketahui sebanyak 79,93 responden menyatakan bahwa saat ini parpol belum mampu menjadi penyalur aspirasi bagi masyarakat dalam kebijakan-kebijakannya. Sedangkan, 8,65 responden menyatakan
parpol sudah mampu menjadi penyalur bagi aspirasi masyarakat dalam kebijakan-kebijakannya, dan 11,42 responden yang menyatakan tidak tahu dengan hal tersebut.
809
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen Tabel 6: Respon Responden Terhadap Kemampuan Parpol Dalam Memenuhi Aspirasi Masyarakat Di Dalam
Kebijakan-kebijakannya
Mampu 8,65
Belum mampu
79,93
Tidak tahu
11,42
Grafik 6: Tabulasi Silang Antara Respon Responden Terhadap Kemampuan Parpol Dalam Memenuhi Aspirasi Masyarakat Di Dalam Kebijakan-kebijakannya Dengan Pengeluaran Kotor Responden per bulan
54,55 28,57
31,71 29,35
27,08 36,36
58,93 59,76
63,04 66,67
9,09 12,50
8,54 7,61
6,25 20
40 60
80 100
Rp. 600.000 Rp. 600.000 - Rp.
1.000.000 Rp. 1.000.000 -
Rp.1.800.000 Rp. 1.800.001 - Rp.
3.000.000 Rp.3000.000
Sudah Belum
Tidak tahu
Hasil analisis jawaban responden ini kemudian dilakukan tabulasi silang sebagaimana yang dapat dilihat pada hasil data di grafik 7 dengan tingkat pengeluaran kotor rumah tangga per bulan. Diketahui sebanyak 79,93
responden yang menyatakan bahwa parpol belum mampu menjadi penyalur aspirasi bagi masyarakat terdiri dari responden dengan tingkat pengeluaran kotor ≥ Rp. 3.000.000 66,67, Rp. 1.800.001- Rp. 3.000.000
63,04, Rp. 1.000.000 – Rp. 1.800.000 59,76, Rp. 600.000 – Rp. 1.000.000 58,93, dan ≤ Rp. 600.000 36,36. Sebanyak 8,65 responden yang menyatakan parpol sudah mampu menjadi penyalur bagi aspirasi
masyarakat dalam kebijakan-kebijakannya merupakan responden terbanyak dengan tingkat pengeluaran kotor ≤ Rp. 600.000 54,55.
Tabel 7: Tabulasi Silang Antara Respon Responden Terhadap Kemampuan Parpol Dalam Memenuhi Aspirasi Masyarakat Di Dalam Kebijakan-kebijakannya Dengan Partisipasi Responden Dalam Pileg Tahun 2014
TOTAL
Apakah Saudara memilih dalam pemilu legislatif yang
lalu? Ya
Tidak BASE: Total responden
289 254
35
Menurut Saudara, apakah Partai Politik sudah mampu menjadi penyalur aspirasi rakyat dalam
kebijakan-kebijakannya? Mampu
8,65 9,45
2,86
Belum mampu
79,93 79,53
82,86
Tidak tahu
11,42 11,02
14,29
Dari tabel 7 diketahui 79,93 responden menyatakan parpol belum mampu untuk menjadi penyalur aspirasi rakyat dalam kebijakan-kebijakannya merupakan responden yang ikut memilih dalam pemilu legislatif 2014
yang lalu sebanyak 79,53 dan yang tidak ikut memilih 82,86. Sebanyak 8,65 responden yang menyatakan bahwa parpol sudah mampu menjadi penyalur aspirasi rakyat dalam kebijakannya merupakan responden yang
ikut memilih dalam pileg 2014 sebanyak 9,45 dan yang tidak ikut memilih 2,86.
Grafik 8: Penilaian Responden Terhadap Kinerja Anggota Legislatif Terpilih Saat Ini
8 77
15
Sudah Belu m
Tidak tahu
810
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen
Peran serta masyarakat dalam mengawasi kinerja anggota legislatif terpilih merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Dari diagram 8 dapat diketahui bahwa 77 responden
menyatakan kinerja anggota legislatif terpilih dalam menjalankan tugasnya belum dijalankan secara baik dan profesional. Sebagian responden 8 menyatakan kinerja anggota legislatif terpilih dalam menjalankan tugasnya
sudah berjalan dengan baik dan profesional. Namun, banyak juga responden yang tidak mengetahui tentang kinerja anggota legislatif terpilih yaitu sebanyak 15 dari total keseluruhan responden dalam penelitian ini.
Responden yang menyatakan bahwa kinerja anggota legislatif terpilih belum menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional terdiri dari responden yang ikut berpartisipasi dalam pemilu legislatif yang lalu sebanyak 79,13
dan yang tidak ikut berpartisipasi sebanyak 60. Sedangkan, responden yang menyatakan bahwa kinerja anggota DPRD terpilih sudah dijalankan dengan baik dan profesional merupakan responden yang tidak berpartisipasi
dalam pelaksanaan pemilu legislatif yang lalu sebanyak 11,43 dan yang berpartisipasi sebanyak 7,87.
Grafik 9 Sikap Apabila Masyarakat Meminta Bantuan Keuangan Terhadap CalegCalon Kepala Daerah Yang Didukungnya Setelah Nantinya Terpilih
59,52 9,00
31,49 Baik
Ragu-ragu Tidak baik
Meminta bantuan keuangan kepada calegcalon kepala daerah terpilih dapat dipahami melalui dua sisi, dapat dikategorikan sebagai politik uang apabila masyarakat meminta bantuan dalam kaitannya dengan pilihan
mereka saat pemilu lalu. Akan tetapi, bisa juga merupakan bagian dari konsekuensi demokrasi perwakilan dimana wakil rakyat harus memperhatikan dan menjaga konstituten mereka setelah pemilihan umum. Responden dalam
penelitian ini menilai bahwa adalah sesuatu hal yang baik 59,52 bagi masyarakat untuk meminta bantuan keuangan terhadap calegcalon kepala daerah yang didukungnya setelah nantinya terpilih. Hanya 31,49 yang
menganggap hal tersebut tidak baik untuk dilakukan oleh masyarakat. Terbelahnya sikap responden merupakan suatu hal yang wajar mengingat asumsi terhadap pemberian bantuan keuangan kepada masyarakat tadi, apakah
dikategorikan sebagai politik uang atau malah hanya relasi antara wakil dengan konstituennya.
Tabulasi silang antara sikap apabila masyarakat meminta bantuan keuangan terhadap calegcalon kepala daerah yang didukungnya setelah nantinya terpilih dengan partisipasi mereka pada pilkada maupun pileg lalu
cukup menunjukkan konsistensi jawaban responden. Pada kelompok responden yang memilih pada pilkada lalu terlihat bahwa 59,7 responden menganggap merupakan suatu hal yang baik untuk meminta bantuan pada
calon terpilih, hal ini dapat diduga bahwa mereka berharap dapat melakukannya pada calon terpilih. Begitu juga dengan responden yang memilih pada pileg lalu, 62,99 juga menyatakan hal tersebut merupakan sesuatu hal
yang baik. Kelompok responden yang tidak memilih pada pileg lalu merupakan kelompok responden yang paling dominan yang menganggap bahwa meminta bantuan keuangan pada calon terpilih merupakan sesuatu hal yang
tidak baik. Hal ini wajar, mengingat pilihan politik yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Konsistensi jawaban responden juga terlihat pada tabulasi silang antara pertanyaan apakah masyarakat boleh menerima uang atau hadiah dari peserta pemilu saat masa kampanye dengan bagaimana apabila masyarakat meminta
bantuan keuangan terhadap calon terpilih. Kelompok responden yang menyatakan bahwa boleh menerima uang dari peserta pemilu saat kampanye 70,19 menyatakan bahwa adalah sesuatu hal yang baik meminta bantuan
kepada calon yang terpilih. Sedangkan kelompok responden yang menganggap bahwa masyarakat semestinya tidak boleh menerima uang atau hadiah saat kampanye cukup terbelah jawabannya, dimana 54,27 menjawab
adalah sikap yang baik untuk meminta bantuan dan 36,59 menyatakan tidak baik. inkonsistensi jawaban yang cukup mencolok di kelompok ini karena masih adanya asumsi bahwa meminta bantuan keuangan setelah caleg
811
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
terpilih bukan merupakan bagian dari politik uang dan hanya relasi antara wakil dengan konstituennya. Perlu diberikan pemahaman yang lebih luas kepada masyarakat tentang konsepsi politik uang pasca pemilihan umum.
Dilihat dari pengetahuan responden tentang profil mis. pengalaman dan kemampuan calon yang bersaing dalam pemilu legislatif yang lalu, kelompok responden yang memiliki teman yang menjabat sebagai seorang anggota dewan
atau kepala daerah cukup konsisten menyatakan mengetahui sebagian atau tahu dengan profil para calon legislatif. Secara keseluruhan kelompok responden yang tidak memiliki teman yang menjabat sebagai seorang anggota dewan
atau kepala daerah, sebagian besar mereka mengetahui atau mengetahui sebagian profil calon legislatif bersaing dalam pemilu legislatif yang lalu lihat tabel 11. Pengetahuan responden akan profil mis. pengalaman dan kemampuan
calon yang bersaing dalam pemilu legislatif yang lalu juga mempengaruhi keikutsertaan responden memilih.
Tabel 11 Tabulasi silang antara responden memiliki teman yang menjabat sebagai anggota dewan atau kepala daerah dengan pengetahuan responden tentang profil kandidat pada pileg lalu
TOTAL Apakah Saudara mengetahui profil mis. pengalaman dan
kemampuan calon yang bersaing dalam pemilu legislatif yang lalu?
Tidak Tahu Tahu profil
sebagian calon Tahu
Apakah Saudara memiliki teman yang menjabat sebagai seorang anggota dewan
atau kepala daerah? Ya
21,80 11,02
26,67 36,84
Tidak 78,20
88,98 73,33
63,16
Jika memiliki teman yang menjabat sebagai seorang anggota dewan atau kepala daerah dengan sebagian besar responden 68,25 akan meminta bantuan pada anggota DewanKepala Daerah dalam bentuk uangbarangfasilitas
tertentu untuk keperluan organisasi dan hanya sebagian kecil 9,52 yang memberikan saran terkait dengan kebijakan maupun meminta bantuan untuk kepentingan pribadikeluarga. Perilaku responden untuk membuat relasi dengan
pejabat untuk kepentingan organisasi memiliki kecenderungan yang tinggi. Artinya sebagian besar responden sudah menyadari perlunya menjalin relasi dengan pejabat meskipun masih berorientasi kepentingan kelompok. Namun
partisipasi responden untuk terlibat dalam proses kebijakan di daerah kesadarannya masih rendah.
Perilaku responden untuk meminta bantuan pada anggota DewanKepala Daerah dalam bentuk uangbarang fasilitas tertentu jika dihubungkan dengan tingkat pendapatan, terlihat kecenderungan yang unik. Kelompok
responden yang menyatakan akan memberikan saran terkait dengan kebijakan lebih banyak pada kelompok responden yang berpendapatan rendah, bahkan jumlahnya kelompok responden ini lebih besar dari kelompok
responden yang berpendapatan tinggi. 40 dari kelompok responden berpendapatan Rp. 600.000- 1.000.000 menyatakan akan memberikan saranmasukan atas kebijakan daerah tanpa berharap imbalan apapun. Selain itu
data pada tabel 16 juga menunjukkan bahwa ada kecenderungan perilaku kelompok responden yang meminta bantuan untuk kepentingan pribadikelurga semakin kuat pada kelompok responden yang memilki pendapatan
tinggi. Berdasarkan data disimpulkan bahwa tingkat pendapatan tidak menentukan perilaku responden untuk mendapatkan keuntungan pribadikeluarga melalui kontak dengan anggota dewan kepala daerah yang mereka
kenal. Tetapi sebagian besar responden menyadari bahwa mereka merasa sah-sah saja melakukan kontak dengan pejabat daerah untuk kepentingan organisasi atau memberikan saranmasukan atas kebijakan daerah.
Tabel 12 Perilaku Apabila Memiliki Teman Yang Menjabat Sebagai Seorang Anggota Dewan Atau Kepala Daerah
Meminta bantuan pada anggota DewanKepala Daerah dalam bentuk uangbarangfasilitas tertentu untuk keperluan pribadikel 9,52
Meminta bantuan pada anggota DewanKepala Daerah dalam bentuk uangbarangfasilitas tertentu untuk keperluan organisasi
68,25
Memberikan saran kepada anggota DewanKepala Daerah atas kebijakan daerah tanpa berharap imbalan apapun
22,22
Sebagian besar kelompok responden dalam penelitian ini 90,31 tidak pernah mengajukan permintaan bantuan secara langsung pada pejabat publik yang mereka pilih Kepala DaerahAnggota DPRD. Hanya 9,69
812
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen
yang menyatakan pernah mengajukan permintaan bantuan secara langsung pada pejabat publik yang mereka pilih Kepala DaerahAnggota DPRD. Data menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok responden memang
tidak pernah berusaha untuk mengontak secara langsung pejabat publik yang mereka pilih, padahal mengontak pejabat publik secara langsung termasuk salah satu bentuk partispasi politik warga secara sah Huntington
Nelson: 1994. Kesadaran kelompok responden untuk menuntut pertanggungjawaban dan kinerja pejabat publik masih rendah. Kebanyakan partisipasi politik responden masih berada dalam bentuk pemungutan suara voting.
Partipasi politik dalam bentuk voting ini merupakan partipasi politik yang dianggap paling renadah atau minimal.
Tabel 14 Perilaku Responden Mengajukan Permintaan Bantuan Secara Langsung Pada Pejabat Publik Yang di Pilih
Pernah 9,69
Tidak pernah 90,31
Ketika responden ditanyakan tentang tindakan mereka jika mengetahui bahwa anggota dewankepala daerah tidak berprestasi selama menjabat, ternyata sebagian besar 95,16 menyatakan tidak akan memilih kembali
orang tersebut untuk periode berikutnya lihat tabel 16. Data ini menunjukkan bahwa kelompok responden dalam penelitian ini akan melakukan evaluasi terhadap calegcalon kepala daerah yang akan mereka pilih. Tindakan
evaluatif biasanya dilakukan oleh pemilih yang bersifat rasional, dengan kata lain mereka sudah dikategorikan sebagai pemilih cerdas sophisticated voters Lau and Redlawsk: 2006. Informasi yang dimiliki oleh pemilih
digunakan sebagai salah satu alat untuk pembuatan keputusan pilihan mereka.
Tabel 16 Perilaku apakah akan memilih kembali anggota dewankepala daerah yang tidak berprestasi
Ya 0,69
Ragu-ragu
4,15
Tidak
95,16
Jika ditinjau dari penilaian respoden terhadap kinerja legislatif, sebagian besar responden menyatakan bahwa belum anggota legislatif terpilih menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional. Kelompok responden yang
menyatakan tidak akan memilih kembali anggota dewankepala daerah tidak berprestasi selama menjabat, sebagian besar menilai anggota legislatif terpilih belum menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional. Sedangkan
kelompok responden yang menyatakan ragu-ragu untuk memilih kembali, mengaku tidak tahu dengan kinerja anggota legislatif terpilih sudah menjalankan tugasnya lihat tabel 18.
Tabel 18 Tabulasi Silang antara Perilaku apakah akan memilih kembali anggota dewankepala daerah yang tidak berprestasi dengan Penilaian Terhadap Profiesionalitas Anggota Legislatif Terpilih
TOTAL Menurut Saudara, apakah anggota legislatif
terpilih sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional?
Sudah Belum
Tidak tahu
Bila Saudara mengetahui bahwa anggota dewankepala daerah tidak
berprestasi selama menjabat, apakah Saudara akan memilih kembali orang
tersebut untuk periode berikutnya? Ya
,69 ,90
Ragu-ragu
4,15 4,17
2,70
11,63
Tidak
95,16 95,83
96,40 88,37
Melihat data dari berbagai pertanyaan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kesadaran untuk mengevaluasi calegcalon kepala daerah sebelum mereka pilih. Responden
pun sebagian besar juga sudah mampu menilai kinerja dari anggota dewankepala daerah yang menjabat. Informasi yang dimiliki pemilih sangat penting bagi pengambilan keputusan. Suatu keputusan bisa dinilai bermutu tinggi
pada tingkat mana proses pengambilan keputusan rasional diikuti mencari-cari semua informasi yang mungkin
813
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
tentang semua alternatif yang rasional, dll. Prosedur-prosedur pencarian informasi diduga dapat menjamin kemungkinan yang paling tinggi untuk mencapai keputusan maksimal Lau and Redlawsk: 2006.
Perilaku responden terhadap kegiatan yang dilakukan responden setelah pemilihan umum juga terlihat pada pertanyaan apakah mereka memantau kinerja atau perilaku caleg terpilih selama menjabat. Pemantauan kinerja
caleg merupakan bagian dari menciptakan integritas pemilu, pemilih yang mengetahui track record kandidat akan dapat menentukan pilihannya dengan lebih baik pada pemilu mendatang jika mereka melihat kinerja dari
anggota dewan saat menjabat. Pada survey ini, tidak sampai setengah 40,48 responden yang melakukan pemantauan terhadap kinerja anggota dewan dan setengah lainnya 51,21 tidak melakukan pemantauan
terhadap kinerja anggota dewan.
Tabel 19 Responden Memantau Kinerja Anggota Dewan Terpilih
Tidak 51,21
Ragu-ragu
8,30
Ya
40,48
Tabulasi silang antara pertanyaan responden memantau kinerja anggota dewan terpilih dengan pengetahuan responden terhadap profil calon yang bersaing pada pemilu legislatif lalu menunjukkan data yang cukup konsisten.
Kelompok responden yang tidak mengetahui profil calon sebagian besar 65,35 juga tidak melakukan pemantauan terhadap kinerjaperilaku. Sedangkan responden yang tahu dengan profil calon yang bersaing
dalam pemilu legislatif lalu, sebagian 54,30 melakukan pemantauan kinerja walaupun 38,6 lainnya tidak melakukan apapun.
Tabel 20 Tabulasi Silang Antara Responden Memantau Kinerja Anggota Dewan Terpilih Dengan Pengetahuan Terhadap Profil Caleg Pada Pileg Lalu
TOTAL Apakah Saudara mengetahui profil calon yang
bersaing dalam pemilu legislatif yang lalu? Tidak Tahu
Tahu profil sebagian calon
Tahu
BASE: Total responden 289
127 105
57
Mean 2,79
2,29 3,10
3,32
Apakah setelah caleg terpilih, Saudara akan memantau kinerjaperilakunya
selama menjabat? Tidak
51,21 65,35
40,95 38,60
Ragu-ragu 8,30
4,72
13,33 7,02
Ya
40,48 29,92
45,71 54,39
Data tabulasi antara pertanyaan apakah responden memantau kinerja caleg terpilih dengan apakah anggota legislatif sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional perlu untuk dikritisi terutama untuk kelompok
yang menjawab anggota legislatif terpilih sudah profesional. Dari kelompok yang menjawab anggota legislatif sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional, ternyata hanya 41,67 yang memantau kinerja caleg
terpilih hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya responden kurang mengetahui bagaimana kinerja caleg terpilih tersebut. Sedangkan responden yang menjawab bahwa caleg terpilih belum profesional, sebanyak 46,85 tidak
melakukan pemantauan dan 44,14 lainnya telah melakukan pemantauan terhadap kinerja caleg terpilih tersebut. Data seperti ini menunjukkan bahwa jawaban mereka pada pertanyaan di grafik 14 tidak melalui hasil
pemantauan kinerja yang tepat. Perlu dilakukan pendidikan politik bagi masyarakat untuk memantau hal ini.
814
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen Tabel 21 Tabulasi Silang Antara Responden Memantau Kinerja Anggota Dewan Terpilih Dengan Pengetahuan
Apakah Anggota Legislatif Terpilih Sudah Menjalankan Tugasnya Dengan Baik Dan Profesional TOTAL
P16. Menurut Saudara, apakah anggota legislatif terpilih sudah menjalankan tugasnya
dengan baik dan profesional? Sudah
Belum Tidak tahu
Apakah setelah caleg terpilih, Saudara akan memantau kinerja
perilakunya selama menjabat? Tidak
51,21 54,17
46,85 72,09
Ragu-ragu
8,30 4,17
9,01 6,98
Ya
40,48 41,67
44,14 20,93
KESIMPULAN
Terdapat beberapa kesimpulan penting mengenai akuntabilitas pemilih pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Kota Padang :
1. Pengetahuan masyarakat terhadap calon kepala daerah pada pilkada maupun kandidat anggota legislatif pemilu 2014 yang lalu tidak terlalu baik, dan cenderung banyak masyarakat yang tidak tahu tentang profil calon
tersebut. akan tetapi, menjelang pemilihan umum responden akan mencari informasi tentang kepala daerah calon legislatif untuk memutuskan pilihan politik mereka. Media luar ruang seperti baliho, spanduk, poster
menjadi sumber utama responden untuk memperoleh informasi tentang calegcakada. Tingkat partisipasi masyarakat pada pilkada dan pemilu 2014 cukup tinggi dan kecenderungan ini sangat dipengaruhi oleh status
sosial ekonomi masyarakat. Dalam artian, masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi akan lebih banyak berpartisipasi daripada yang memiliki status sosial ekonomi rendah. Sementara itu, perilaku
memilih masyarakat rata-rata dipengaruhi oleh pengetahuan mereka terhadap kemampuan calon, kedekatan dengan masyarakat dan latar belakang agama calon tersebut.
2. Partai politik dianggap belum mampu memilih caleg dan calon kepala daerah yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan integritas yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik. Partai politik
juga dianggap belum mampu memenuhi aspirasi masyarakat di dalam kebijakan-kebijakannya. 3. Penilaian masyarakat terhadap kinerja kepala daerah dan anggota legislatif terpilih juga tidak terlalu baik.
Sebagian besar responden menilai bahwa kepala daerah belum menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai keharusan. Begitu juga dengan kinerja anggota legislatif, dianggap belum menjalankan tugasnya dengan baik
dan profesional. Responden akan cenderung untuk tidak memilih kembali anggota dewankepala daerah yang tidak berprestasi selama menjabat. Akan tetapi, hanya sebagian responden yang memantau kinerja anggota
dewan terpilih maupun kinerjaperilaku kepala daerah terpilih.
4. Sikap responden terhadap perilaku masyarakat yang meminta bantuan keuangan kepada calegcalon kepala daerah yang didukungnya setelah nantinya terpilih cukup jelas terlihat, masyarakat menganggap hal tersebut
adalah sesuatu yang tidak baik. Responden yang memiliki teman yang menjabat sebagai seorang anggota dewan atau kepala daerah akan cenderung untuk meminta bantuan pada anggota dewankepala daerah dalam
bentuk uangbarangfasilitas tertentu untuk keperluan organisasi. Akan tetapi, hanya segelintir responden yang pernah mengajukan permintaan bantuan secara langsung pada pejabat publik yang dipilihnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall, Edward dan Mada Sukmajati. 2015. Politik Uang di Indonesia, Patronase dan Klientalisme pada Pemilu Legislatif 2014. Yogyakarta: PolGov.
Ashworth, scott, Electoral Accountability: Recent Theoretical and Empirical Work, Harris School of Public Policy Studies, Chigaco, 2012
Berganza, Juan Carlos, Relationships between Politicians and Voters Through Elections: A Review Essay, Working Paper no 9809, Spain, December 1998
815
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
Buehler, Michael and Paige Tan, Party-Candidate Relatioships in Indonesian Local Politics:A Case Study of the 2005 Regional Elections in Gowa, South Sulawesi Province, 2007
Evans, Jocelyn. 2001. Voters and Voting. London: Sage Publication. Hirano, Shigeo, Primary Elections and Political Accountability: What Happens to Incumbents in Scandals?
Columbia University, 2012 Huntington, Samuel dan J.P. Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rieneka Cipta.
Mujani, Saiful, R. William Lidle, Kuskrido Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presdien Indoensia Pasca-Orde Baru. Jakarta: Mizan.
Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Richard R. Lau and David P. Redlawsk. 2006. How Voter Decide,Information Processing during Election Campaigns,
Cambridge University press. Sastrotmojo, Sudjino. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Surbakti, Ramlan. 2001. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana. Schulz-Herzenberg, Collette, Elections and Accountability in South Africa, ISS Paper 188, 2009
Schmitter, Philippe C, Political Accountability in “Real Existing” Democracies: Meaning and Mechanisms, Instituto Universitario Europeo, Italia, 2007
816
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen
PEMASALAHAN-PEMASALAHAN PEREKRUTAN PENYELENGGARAN PEMILU ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SOLOK
Etwin Juanda
Mahasiswa S2 Tata Kelola Pemilu Universitas Andalas E-mail: kolakmeneyahoo.com
A b s t r a k
Tumbuh kembang Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilu sudah melewati masa yang panjang. Pada pemilu 1999 sebagai awal dilaksanakannya pemilu pasca orde baru menjadikan Komisi Pemilihan Umum
sebagai ujung tombak pelaksana Pemilu. Pada saat itu, demi memfasilitasi semua kepentingan yang ada maka Komisi Pemilihan Umum saat itu berisikan 5 orang wakil pemerintah dan 48 orang wakil partai politik serta pemilu. Dengan
komposisi seperti itu ini jelas akan menghambat kinerja Komisi Pemilihan Umum karena begitu banyak kepentingan didalamnya. Terbukti, Komisi Pemilihan Umum periode ini gagal menetapkan hasil pemilu karena terdapat penolakan
dari sebagian besar anggotanya.Namun, dengan masih banyaknya pihak yang menyatakan bahwa pemilu yang sudah dilaksanakan masih jauh dari sesuatu yang ideal maka perlu dicermati, pastilah ada yang sala dengan semua yang sudah
diatur dan dibentuk. Banyak sisi yang bisa dilihat, banyak sudut yang bisa dicermari. Apabila kita berada didalam struktur, maka terdapat beberapa hal yang bisa dicermati dan akan dibahas pada bagian selanjutnya.
PENDAHULUAN
Pemilihan Umum menjadi satu hal rutin bagi sebuah Negara yang mengklaim sebagai sebuah Negara demokrasi, walaupun kadang-kadang praktik politik di Negara yang bersangkutan jauh dari kaidah-kaidah
demokratis dan Pemilu tetap dijalankan untuk memenuhi tuntutan normatif, yaitu sebagai sebuah persyaratan demokratis pada akhirnya tidak dapat dipungkiri ajang kompetisi untuk meraih jabatan-jabatan publik, apakah
menjadi anggota legislatif, menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Kepala Daerah.
Pemilihan umum dimaknai sebagai realisasi sarana untuk memberikan dan memperkuat legitimasi rakyat. Realisasi dan makna keduanya sangat kental dengan tarik menarik kepentingan politik bahkan fenomena
pemilu bukan saja menjadi keunikan tersendiri sebab pemilu bukan saja menjadi kewajiban penguasa untuk menyelenggarakannya, namun masyarakat dengan semangat euphoria politiknya merasa terpanggil juga setidaknya
memberikan perhatian pada pemilu.
Mengaju pada Undang –undang Nomor 15 Tahun 2011, Komisi Pemilihan Umum bersifat Hirarki dari jajaran Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi Pemilihan Umum KabupatenKota. Dalam mejalankan
Tugas dan Wewenang Penyelengggaraan Pemilu, Komisi Membentuk jajaran Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Provinsi, Komisi Pemilihan KabKota.
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia KPU adalah lembaga Konstitusi Indenpenden yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasiolanl dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh undang –
undang No 15 2011. KPU saat ini teridiri dari 7 orang anggota enam laki-laki ;perempuan yang dipilih melalui proses seleksi yang ketat dan kemudian dilantik oleh Presiden pada 12 April 2012 untuk jangka waktu lima tahun.
Sekretariat Komisi Pemilihan Umum, di pimpinan oleh Sekretariat Jenderal,merupakan perpanjangan tangan eksekutif dari Komisi Pemilihan Umum yang bertanggung jawab untuk administrasi organisasi di tingkat
nasional. Sekretariat jenderal biasanya dicalonkan oleh KPU dan kemudain ditunjuk untuk jangka waktu lima tahun oleh Presiden. Pada 1 februari 2013, KPU menunjuk Arif Rahman Hakim sebagai Sekretariat Jenderal yang
baru, Sejak tahun 2007, KPU telah mampu merekrut pegawai Sipil sebagai staf mereka. Sebelum tahun 2007 sebagai besar stafnya merupakan staf pindahkan dari kementrian Dalam Negeri.ada pun dalam permasalahan
yang dihadapi dalam perekrutmen anggota kpu di kabupaten solok sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja Komisi Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum ?
2. Bagaimana SDM yang tersdia di Komisi Pemilihan Umum ? 3. Bagaiman evaluasi kinerja KPU sebagai penyelenggaraan Pemilu ?
817
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan makalah ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui bagaimana Kinerja Komisi Pemilihan UmumKPU.
2. Untuk mengetahui tingkatan SDM yang tersdia di Komisi Pemilihan Umum ? 3. Langkah –langkah yang diambil untuk dapat mewujudkan Komisi Pemilihan Umum Profesional ?
Dalam melaksanakan tugas Komisi Pemilihan Umum Kab. Solok berpedoman pada Program, Tahapan dan Jadual Waktu Penyelenggaraan Pemilu yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum Pusat. Secara umum
seluruh rangkaian penyelenggaraan Pemilu di Kab. Solok dapat berjalan lancar, masalah-masalah yang timbul sebagai perkembangan dinamika dalam setiap penyelenggaraan kegiatan dapat diselesaikan secara baik dengan
mengedepankan langkah koordinasi dengan semua pihak terkait.
Bagi instansi setiap selesai melaksanakan kegiatan mempunyai kewajiban membuat laporan pertanggung jawaban tentang pelaksanaan kegiatan, hal itupun berlaku bagi Komisi Pemilihan Umum Kab. Solok. Agar setiap
kegiatan yang diselenggarakan dapat berdaya dan berhasil guna, transparan Komisi Pemilihan Umum Kab. Solok selalu berupaya menjalin komunikasi, koordinasi dengan semua pihak yang terkait sehingga semua kegiatan dapat
terlaksana sesuai jadual yang telah ditetapkan.
PELAKSANAAN REKRUTMEN, PELATIHAN DAN PENGAWASAN KINERJA PELAKSANA PEMILU