Mekanisme Internal Partai Dalam Proses PAW

835 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen pemerintahan; dan ketiga, sebagai sarana membatasi perilaku pejabat dan kebijakan. Sedang secara top-down, pemilu punya empat fungsi: pertama, sebagai sarana membangun legitimasi; kedua, sebagai sarana penguatan dan sirkulasi elit secara periodik; ketiga, sebagai sarana menyediakan perwakilan, dalam hal ini pemilu menjadi penghubung antara masyarakat dengan pemerintah; dan keempat, sebagai sarana pendidikan politik. Sedangkan, di luar fungsi pemilu sebagai “jalan dua arah” yang lebih bersifat vertikal tersebut, satu fungsi pemilu yang tidak kalah penting adalah dimensi horizontal pemilu. Dalam dimensi horizontal, pemilu berfungsi sebagai : pertama, arena pengelolaan konflik kepentingan. Kedua sarana menciptakan kohesi dan solidaritas sosial. Maka, untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, pemilu dilengkapi beberapa unsur sistem pemilu yang menghubungkan antar unsur untuk mengkonversi suara pemilih menjadi kursi yang akan diduduki calon terpilih di lembaga legislatif maupun eksekutif. Dengan kata lain, sistem pemilu merupakan seperangkat unsur-unsur yang mengatur kontestasi perebutan kekuasaan. Dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya, yaitu: sistem distrik, sistem proporsional, sistem campuran, dan sistem pemilu di luar mainstream. Menurut Reynolds 2010 sistem pemilu memiliki tiga fungsi: pertama, sebagai institusi untuk menyeleksi para pengambil keputusan; kedua, sebagai saluran menuntut pertanggungjawaban para wakil yang terpilih; dan ketiga, membantu menetapkan batasan wacana politik yang para pemimpin. 64 Rae 1967 mengidentifikasi empat unsur sistem pemilu, yaitu: besaran daerah pemilihan district magnitude, metode pencalonan candidacy, metode pemberian suara balloting, formula perolehan kursi dan calon terpilih electoral formula. Selanjutnya, Nohlen 2008 menempatkan ambang batas perwakilan threshold sebagai variabel penting dalam menentukan perolehan kursi. Merujuk pada pengalaman negara-negara demokrasi baru, Reynolds 2010 menyebut persyaratan partai politik menjadi peserta pemilu menjadi faktor penting dalam perebutan kursi. Terakhir Lijphart 1994 menyatakan, dalam sistem pemerintahan presidensial di mana terdapat pemilu legislatif untuk memilih parlemen dan pemilu pemilu eksekutif untuk memilih presiden, faktor waktu penyelenggaraan berpengaruh besar terhadap keterpilihan presiden dan parlemen. Di sini hasil pengkajian Pyne dkk 2002 menyimpulkan: jika pemilu legislatif diselenggarakan bersamaan waktunya dengan pemilu eksekutif concurrent election maka cenderung berhasil menghindari terbentuknya divided government. 65 Sedangkan Sigit Pamungkas, dengan alasan adanya konsekwensi terutama terhadat proporsionalitas hasil pemilihan dan sistem kepartaian, menyebutkan ada 6 enam unsur sistem pemilu, yaitu : penyuaraan Balloting, besaran distrik district magnitude, pembuatan batas-batas representasi, formula pemilihan electoral formula dan ambang batas threshold, jumlah kursi parlemen. 66 Menurut Sigit Pamungkas terdapat tiga hal yang dapat dipengaruhi oleh sistem pemilu oleh suatu negara, yaitu tingkat proporsionalitas, sistem kepartaian, dan kabinet yang dibentuk. 67 Pertama, tingkat proporsionalitas, proporsionalitas perwakilan sangat sensitif pada masyarakat yang heterogen. Kedua, sistem kepartaian. Menurut Duverger dalam Sigit Pamungkas bahwa pada sistem pluralitasmayoritas akan membentuk sistem dua partai, sedangkan pada sistem proporsional akan cenderung membentuk sistem multipartai. Ketiga, jenis kabinet yang akan dibentuk. Pluralitasmayoritas cenderung menghasilkan kabinet yang dikuasai satu partai. Sementara, sistem proporsional mengarah kepada terbentuknya kabinet koalisi. 68 Indonesia, pada tahun 2014 sudah melaksanakan pemilu legislatif kesebelas kali sejak pemilu pertama tahun 1955, atau pemilu legislatif keempat pasca Orde Baru. Penyelenggaraan Pemilu 2014 memang lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan penyelenggaraan pemilu sebelumnya, akan tetapi masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang ditemukan saat proses maupun pasca pemilu. Pemilu 2014 menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka murni. Untuk penentuan perolehan kursi, yaitu sistem sisa suara terbesar largest remainder varian hare. Sedangkan penetapan calon terpilih didasarkan pada perolehan kursi partai politik di suatu daerah 64. Ibid, hal 21. 65. Ibid hal, 21. 66. Ibid, hal 14. 67. Sigit Pamungkas, Op Cit, hal 37. 68. Ibid, hal 37-41. 836 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen pemilihan dengan ketentuan, calon terpilih ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak. Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5 tiga koma lima persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Peserta pemilu adalah Partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu sebagaimana diatur dalam UU. Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 dengan daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupatenkota, atau gabungan kabupatenkota, sedangkan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3tiga kursi dan paling banyak 10 sepuluh kursi. Sebelum mengajukan bakal calon anggota DPR partai politik melakukan seleksi dengan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, danatau peraturan internal Partai Politik Peserta Pemilu. Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud memuat paling banyak 100 seratus persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan dengan memuat paling sedikit 30 tiga puluh persen keterwakilan perempuan. Pada setiap tiga nama calon, partai harus menyertakan sekurang-kurangnya 1 calon. Format surat suara memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut calon, dan nama calon tetap partai politik untuk setiap daerah pemilihan. Cara penyuaraan balloting yang dipakai dengan mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik danatau nama calon anggota legislatif berada pada surat suara. Sistem proporsional terbuka murni belum berhasil melahirkan anggota legislatif yang akuntabel dan transparan, bahkan sistem pemilu ini menjadi sangat pragmatik dan transaksional bahkan liberal yang ditandai dengan maraknya politik uang atau jual beli suara. Karena, setiap calon berlomba-lomba untuk memperoleh suara, sehingga menghalalkan segala cara untuk memperolehnya dan pada akhirnya membuat biaya politik calon menjadi semakin mahal. Besaran daerah pemilihan sebanyak 3 tiga sampai dengan 10 sepuluh kursi juga gagal melahirkan sistem multi partai sederhana, sehingga efektifitas sistem pemerintahan presidensial yang diinginkan belum terwujud. Dapat dilihat dari jumlah partai politik yang berhasil lolos ke parlemen yaitu sebanyak 10 sepuluh partai Politik. Partai politik juga belum mampu menempatkan bakal calon yang terbaik terutama calon perempuan, karena partai lebih mengutamakan figur daripada kualitas figur itu sendiri untuk dapat mendulang suara. Dengan sistem proporsional terbuka murni, format surat suara menjadi lebih besar karena selain memuat gambar dan nomor urut partai juga memuat nama calon tetap setiap partai, sehingga, menyulitkan pemilih saat melakukan proses pemberikan suara. Selain itu, kesulitan juga terjadi pada proses penghitungan surat suara oleh petugas, karena membutuhkan waktu yang panjang, sehingga rawan terjadi manipulasi hasil perhitungan surat suara. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka masalah kajian ini adalah “Bagaimana Desain Sistem Pemilihan Umum Legislatif Untuk Pemilu 2019 ?” Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui desain sistem pemilihan umum legislatif untuk pemilu 2019. TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem Pemilu Dan Variannya

Menurut Miriam Budiardjo 2008 Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : a. Single-member Constituency satu daerah pemilihan mewakili satu wakil; biasanya disebut Sisten Distrik. b. Multi-member Constituency satu daerah pemilihan memiliki beberapa wakil; biasanya dinamakan Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional. 69 Sedangkan Jimly Asshiddiqie dalam Khairul Fahmi mengelompokkan sistem pemilu menjadi dua macam, yaitu : 1 sistem pemilihan mekanis, dan 2 sistem pemilihan organis. Dalam sistem mekanis, rakyat dilihat 69. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal 461-462.