Party Block Vote PBV

842 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen Sementara Ramlan Surbakti dkk, menyebutkan terdapat enam unsur-unsur sistem pemilu. Pertama, besaran daerah pemilihan district magnitude. Kedua, peserta pemilu dan pola pencalonan. Ketiga, model penyuaraan Balloting. Keempat, formula Pemilihan dan penetapan calon terpilih. Unsur kelima, ambang-batas masuk electoral threshold DPR atau DPRD. Keenam, kalender waktu penyelenggaraan berbagai jenis pemilu. 104 Sedangkan Sigit Pamungkas, dengan alasan adanya konsekwensi terutama terhadap proporsionalitas hasil pemilihan dan sistem kepartaian, menyebutkan ada 6 enam unsur sistem pemilu, yaitu : penyuaraan Balloting, besaran distrik district magnitude, pembuatan batas-batas representasi, formula pemilihan electoral formula dan ambang batas threshold, jumlah kursi parlemen. 105 Berdasarkan pendapat para ahli diatas, agar mendapatkan pemahaman lebih jelas dan rinci tentang unsur-unsur yang membentuk sistem pemilu, penulis cenderung memilih unsur-unsur sebagai berikut : jadwal pelaksanaan pemilu, metode pencalonan, besaran distrik district magnitude, penyuaraan Balloting, pembuatan batas-batas representasi, formula pemilihan electoral formula dan ambang batas threshold, jumlah kursi parlemen.

1. Waktu penyelenggaraan

Penyelenggaraan pemilu legislatif disusul pemilu presiden lalu pilkada yang berserakan waktunya sepanjang empat tahun menimbulkan masalah serius bagi penyelenggara, pemilih, partai politik dan calon, serta negara. Penyelenggara menanggung beban penyelenggaraan yang tidak seimbang karena pada pemilu legislatif memiliki volume dan varian pekerjaan sangat besar, sedang pemilu presiden dan pilkada volume dan varian pekerjaan kecil. Dalam pemilu legislatif, pemilih dibingungkan oleh banyaknya calon, sementara dalam pemilu eksekutif dibingungkan oleh pola koalisi yang tidak jelas. Kebingungan ini tak hanya menjadikan pemilih sulit bersikap rasional, tetapi juga menjadi katalisator praktik politik uang. 106

2. Metode pencalonan candidacy

Sistem pemilu Proporsional daftar terbuka murni banyak menyisakan masalah, terutama dalam hal kaderisasi dan politik uang. Partai politik sangat lemah dalam mengontrol kadernya diparlemen, karena kader diparlemen hanya tunduk kepada sekelompok elit partai. Untuk itu perlu kembali kedaftar proporsional tertutup, agar partai dapat mengontrol kadernya. Akan tetapi, partai politik memang harus benar-benar demokratis dalam menyeleksi calon yang akan dicalonkan. Mareka yang dicalonkan bukan karena faktor kedekatan pribadi seperti saudara, istri, anak, dll seperti yang terlihat seperti saat ini, tetapi keterpilihan karena integritas dan kababilitas yang dimiliki. Untuk keterwakilan 30 perempuan dalam daftar calon yang disusun di antara tiga calon harus terdapat satu calon perempuan, dan harus mendapat prioritas dibeberapa persen daerah pemilihan.

3. Penyuaraan Balloting

Penyuaraan adalah tata cara yang harus dikuti pemilih yang berhak menentukan suara. Jenis penyuaraan dibedakan menjadi 2 dua tipe. Pertama kategorikal, yaitu hanya memilih satu partai atau calon. Kedua ordinal yaitu pemilih memiliki kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau ukuran dari partai atau calon yang diinginkan. 107 Sedangkan teknik penyuaraan dapat dilakukan dengan 2 dua cara. Pertama, dengan menuliskan nama partai atau calon yang dipilih dalam surat suara. Kedua, dengan mencoblosmelubangimelingkari dan sejenisnya tanda gambar atau nama calon yang dipilih. 108 104. Ramlan Surbakti dkk, 2011, Seri Demokrasi Elektoral Buku 1Merancang Sistem Politik Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Jakarta, hal 42-50. 105. Sigit Pamungkas, Ibid , hal 14. 106. Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, Ibid, hal 72. 107. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 14-15. 108. Ibid, hal 15.