Proses P4B full proseding JILID 2

827 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen mendeskripsikan dan menganalisis dinamika yang terjadi pada proses PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2019 pasca ditetapkannya menjadi calon kepala daerah pada pilkada 2015. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi peningkatan pemahaman dan pengembangan studi tentang sistem perwakilan politik representasi politik dalam kontek PAW anggota DPRD. memberikan kontribusi kepada Pemerintah, DPRD, KPUD, dan Partai Politik dalam mengambil keputusan yang efektif terkait proses PAW anggota DPRD agar tidak terjadi kekosongan yang begitu lama dalam perwakilan politik di daerah TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Pergantian Antar Waktu PAW

Ada dua mekanisme atau jalan untuk menduduki jabatan legislatif. Pertama, Anggota DPRD dapat terpilih setelah diajukan oleh calon partai politik yang mengusungnya. Kemudian mengikuti pemilihan umum secara langsung sebagai calon terpilih untuk menjalani jabatan DPRD selama masa periode lima tahun. Atau juga dapat terpilih melalui Penggantian Antar Waktu, jika wakil yang telah terpilih dari hasil pemilihan umum sebelumnya diberhentikan atas usul partai politik, kemudian digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. Pemberhentian dan pengangkatan adalah dua istilah yang tidak dapat dipisahkan dalam konteks Penggantian Antar Waktu pada pengisian jabatan anggota legislatif DPRDPRD. Namun dalam berbagai literatur penulisan yang lazim hanya menyebutkan penggantian antar waktu PAW tanpa dikuti pemberhentian dan pengangkatan. Bahkan istilah penggantian dan pemberhentian sering disamakan dalam menerjemahkan istilah recall. Demikian pun dalam prosedur penggantian antar waktu, sudah pasti akan diikuti dengan pemberhentian berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Undang-undang. Penggantian antar waktu atas usulan partai politik populer diistilahkan dengan recall. Kata recall dalam bahasa inggris mempunyai beberapa pengertian. Setidaknya menurut Peter Salim dalam The Contemporary English- Indonesia, yakni Mengingat, memanggil kembali, menarik kembali atau membatalkan. Sementara dalam kamus politik karangan Marbun, recall di artikan sebagai proses penarikan kembali atau penggantian kembali anggota DPR oleh induk organisasinya yang tentu saja partai politik. Prosedurnya dimulai dari inisiatif rakyat pemilih yang mengajukan petisi kepada para anggota Badan Perwakilan. Bila Badan Perwakilan Rakyat menyetujui petisi pemilih konstituen, maka diadakan pemungutan suara yang akan menentukan apakah wakil rakyat terkait akan lengser atau tetap di jabatannya. Recall adalah hak dari konstituen, bukan hak dari wakil rakyat representatif. Recall diatur dalam Pasal 85 Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR , DPD dan DPRD dan Pasal 8 huruf g undang-undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. Bahkan posisi recall semakin diperkukuh dengan payung konstitusi dalam undang-undang dasar 1945. Pengertian penggantian antar waktu tidak disebutkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2008, dalam undang-undang Nomor 22 tahun 2003, dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2007. Padahal semestinya dalam ketentuan umum undang-undang tersebut mutlak mencantumkan mengenai apa yang dimaksud tentang PAW, karena di dalamnya mengatur syarat dan mekanisme PAW.

2. Legislasi dan Perwakilan Politik

Dalam berbagai literatur banyak penjelasan mengenai pengertian dan konsep legislasi dan perwakilan politik. Salah satu Pengertian Badan Legislatif diuraikan oleh Prof. Miriam Budiardjo sebagai berikut, Badan legislatif adalah lembaga yang ”Legislate” atau membuat Undang-Undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, maka dari itu badan ini sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat DPR, nama lain yang sering dipakai adalah parlemen. Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau umum ini dengan jalan menentukan kebijaksanaan umum public policy yang mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1986 :1730. 828 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen 3. Teori-Teori Lembaga Perwakilan

1. Teori

Mandat Teori mandat ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok pendapat yaitu pertama Mandat Imperatif, menurut teori ini bahwa seorang wakil yang bertindak di lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah intruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak di luar perintah, sedangkan kalau ada hal-hal atau masalah persoalan baru yang tidak terdapat dalam perintah tersebut maka sang wakil harus mendapat perintah baru dari yang diwakilinya. Dengan demikian berarti akan menghambat tugas perwakilan tersebut, akibatnya lahir teori mandat baru yang disebut mandat bebas. Kedua Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa tergantung pada perintah intruksi dari yang diwakilinya. Menurut teori ini sang wakil adalah merupakan orang- orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya sehingga sang wakil dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya. Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris. Dalam perkembangan selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori Mandat Representatif. Ketiga Mandat Representative, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap bergabung dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk minta pertanggungjawabannya. Yang bertanggung jawab justru adalah lembaga perwakilan kepada rakyat pemilihnya.

2. Teori

Organ Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat. Para sarjana mencari dan membuat ajaranteori baru dalam hal hubungan antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke Jerman, bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling berkepentingan. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.

3. Teori

Sosiologi Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat sosial. Para pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar- benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan-golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori ini dipelopori oleh Rieker.

4. Teori

Hukum Obyektif Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen dasarnya adalah solidaritas. Wakil- wakil rakyat dapat melaksanakan dan menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen Badan Perwakilan Rakyat. Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Desain yang digunakan dengan cara studi, dengan tipe ekploratif. Waktu penelitian lebih kurang 3-4 bulan sehingga dapat memaksimalkan data dari berbagai sumber informasi. Penelitian ini akan dilakukan pada DPRD Provinsi Riau, KPUD Provinsi Riau, dan DPD Partai Politik dari enam anggota DPRD yang mengundurkan diri. Lembaga tersebut memiliki kewenangan dalam memproses PAW anggota DPRD Riau periode 2014-2019. Adapun alasan pemilihan ketiga lembaga