Aspek Pengaturan Dana Kampanye:

793 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen yang korup dikumpulkan kandidat atau partai, dimana mereka melakukan operasi keuangan untuk keuntungan partai politik, kelompok kepentingan, atau kandidat dengan cara tidak benar atau tidak sah. Mencermati besarnya usaha partai dalam mengumpulkan dana, perlu dikembangkan alternatif-alternatif penggalangan dana yang bisa dilakukan. Dalam studi yang dilakukan USAID 2003, disebutkan ada beberapa sumber pembiayaan partai politik: pertama, pembiayaan yang bersumber dari party membership dues dan income generating activities. Kedua, pembiayaan partai politik dan kampanye yang digalang oleh small medium donors. Ketiga, donasi dari para pemilik modal besar;. Keempat, dana yang bersumber dari elected officials dan Appointee’s salary subcharge. Kelima, dana-dana “gelap” yang digalang para kandidat dari sumber dana negara seperti: “setoran” BUMN dan dana “non budgeter” yang diperoleh secara legal. Keenam, dan yang bersumber dari subsidi negara. Ketujuh, dana yang berasal dari kantong pribadi para kandidat. Salah satu sumber pembiayaan dana kampanye yang menarik untuk dikembangkan adalah melalui pembiayaan oleh smallmedium donor misal-nya dibukanya iklan di media massa yang memberikan kesempatan bagi pendukung partai politik dan kontestan untuk menyumbangkan dana bagi aktivitas partai politik yang didukungnya seperti yang dilakukan relawan Kawan Ahok yang melakukan cara kreatif dalam menggalang dana dengan menjual merchandise berupa kalender, atau yang sering dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera mengoptimalkan sumber pendanaan dari internal partai dengan memungut sumbangan wajib Pemilu dari kader partai berupa Gerakan Lima Puluh Ribu Galibu atau Gasibu Gerakan Sepuluh Ribu. Hal-hal legal dan kreatif seperti ini harus menjadi model baru dalam penggalangan dana di Indonesia, karena selain bisa mendapatkan dana dengan cara yang legal, ini bisa menjadi sarana kampanye dan sosialisasi politik secara tidak langsung, bisa dipastikan orang yang memberikan dana adalah orang yang akan memberikan hak politik nya kepada kontestan. Salah satu hal yang harus dicermati dari penggalangan dana ini adalah tentang akuntabilitas sumber dana. Pengumpulan dana secara massal memberikan tantangan cukup berat dalam pencatatan penyumbang, mengingat banyak nya daftar penyumbang dengan nominal yang kecil tetapi tetap harus transparan dan akuntable, karena model penggalangan dana semacam ini justru bisa jadi bumerang jika sistem administrasi data penyumbang nya tidak bagus.

2. Pengendalian Pengeluaran Dana Kampanye

UU Pilkada mensyaratkan untuk dana kampanye dibatasi jumlahnya. Hal ini untuk memberikan kesetaraan dan keadilan bagi semua kontestan. Pembatasan jumlah pengeluaran Dana kampanye secara otomatis akan membatasi jumlah maksimal penerimaan yang boleh digalang, yang pada akhirnya akan bisa membatasi masuknya aliran-aliran dana secara tidak terbatas dan disinyalir memiliki politik hutang budi dibelakangnya. Melalui pengaturan pengeluaran Dana Kampanye pemerintah berusaha untuk menggiring kontestanparpol untuk melakukan kampanye secara lebih sehat dan lebih berorientasi kepada bagaimana mengkampanyekan visi misi dan program kerja kontestan kedepan. Model-model kampanye yang disinyalir berbiaya mahal dan cenderung memberikan euforia sesaat kepada pemilih serta rayuan-rayuan melalui pemberian barang dan uang secara sistematis diharapkan mulai berkurang. Akan tetapi didalam prakteknya kembali ditemukan manipulasi terhadap jumlah pengeluaran yang sebenarnya dengan jumlah pengeluaran yang dilaporkan, hasil penelitian KPK menyatakan bahwa terjadinya kesenjangan antara dana kampanye yang dikeluarkan paslon dengan batasan dana yang diatur KPU menunjukkan bahwa batasan dana kampanye yang ditetapkan KPU tidak efektif. Kondisi tersebut terjadi karena hingga saat ini tidak ada sanksi yang dikenakan kepada paslon jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap batasan dana kampanye yang ditetapkan Dalam hal efektifitas pengendalian pengeluaran dana kampanye penulis mencoba membandingkan total dana kampanye yang digunakan sebelum dan sesudah adanya aturan pembatasan dana kampanye dalam UU no 8 tahun 2015 serta Peraturan KPU no 08 tahun 2015 dengan data sebagai berikut: 794 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen Tabel 1: Dana Kampanye Pasangan Calon Pemilihan Gubernur Sumbar 2010 Item Fauzi Bahar

Y. Dahlan I Prayitno -

M.Kasim E. Irzal - Asrul yukur: M. Rahman-

A. Munandar: Ediwarman-

Husni Hadi: Pengeluaran 6.120.050.000 5.033.606.500 2.989.468.035 2.049.581.278 1.534.026.105 Sumber: KPU Provinsi Sumatera Barat Tabel 2: Dana Kampanye Pasangan Calon Pemilihan Gubernur Sumbar 2015 Item Fauzi Bahar-M.Kasim I Prayitno -Nasrul A Pengeluaran 6.982.701.218 7.007.542.500 Sumber: KPU Provinsi Sumatera Barat Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat pada Pilkada Gubernur Sumatera Barat yang dilakukan pada Desember 2015 yang lalu melalui koordinasi dengan Tim sukses dan pasangan calon menghasilkan keputusan bahwa batasan pengeluaran Dana Kampanye adalah sebesar Rp 15.006.550.000. Satu sisi hal ini adalah sebuah kemajuan besar karena sudah ada aturan untuk pembatasan yang dilakukan dengan kesepakatan bersama, akan tetapi dari sisi nominal, ketika ditelisik lebih dalam, efisiensi dan efektifitas dari pembiayaan bentuk kampanye oleh APBD, ternyata ditemukan ketidaksingkronan ralisasi dengan amanah UU. Jika pada Pilkada 2010 yang keseluruhan model kampanye dibiayai sendiri, maka realisasi Dana Kampanye berada diangka rata-rata 5 M. Agak cukup janggal jika pada Pilkada 2015 yang sebagian besar model kampanye Pilkada sudah dibiayai APBD, akan tetapi pembatasan pengeluaran Dana Kampanye disetting pada angka yang sangat tinggi yaitu 15 M. Agar pembatasan dana kampanye bisa menjadi efektif efisien, dan bisa menjadi sistem yang mengatur lajunya pembelanjaan Dana Kampanye, maka diperlukan formula yang lebih jitu sehingga bisa menghasilkan nominal pembatasan Pengeluaran Dana Kampanye yang lebih mendekati realisasi, baik dari sisi history ataupun dari sisi konten. Untuk itu penulis menyarankan dilakukan juga hitung-hitungan dari sisi ekonomi yang melibatkan para ekonom. Kemudian beberapa hal krusial yang jumlah nya signifikan akan tetapi belum dibahas dalam aturan dana kampanye pemilukada adalah mengenai biaya saksi dan biaya pencalonan oleh calon kepala daerahkontestan yang harus menyetorkan sejumlah uang kepada partai politik. Diakui oleh partai politik dan calon kepala daerah bahwa ada sejumlah biaya yang harus disetorkan kepada partai politik oleh calon kandidat kepala daerah yang mendaftarkan dirinya ke partai politik untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ada yang menyebut biaya tersebut sebagai biaya administrasi, biaya pembelian formulir, atau biaya perahu 30 . Nominal jumlah yang harus disetorkan dalam biaya pencalonan adalah bervariasi, mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta bahkan miliaran, tergantung pada kebijakan partai politik masing-masing, semakin besar partai politik dan semakin kuat basis suara partai. Kondisi seperti ini menjadikan biaya politik sangat mahal dan cenderung berpotensi untuk terjadi kecurangan dan praktek politik uang.

3. Persyaratan Pelaporan dan Pengungkapan Pelaporan Dana Kampanye

Masalah umum yang ditemui dalam pelaporan Dana Kampanye ini adalah, bahwa kontestanpartai politik tidak siap dalam pengelolaan laporan dana kampanye. Dana kampanye ternyata tidak dikelola layaknya sebuah pendanaan profesional yang butuh tenaga profesionalberpengalaman untuk mengelolanya. Hampir secara umum ditemui bahwa yang membuat laporan Dana Kampanye tidak mempunyai pengalaman dan keilmuan tentang keuangan, walaupun KPU dalam peraturan nya sudah memberikan rekomendasi untuk menggunakan staf khusus yang mempunyai pengalaman dibidang akuntansi. Selain masalah keabsahan dana yang didapat, dan penggunaan secara benar untuk pembiayaan, ternyata laporan dana kampanye menjadi momok yang menakutkan dan dianggap memberatkan. Hal ini semakin memperburuk kualitas laporan yang akan dihasilkan, baik secara substansi laporan ataupun administrasi pencatatan. Disisi lain ini menjadi peluang bagi KPU untuk bisa mensederhanakan format laporan Dana kampanye namun substansi laporan tetap terpenuhi 30 Wulandari, Lia. Dana Kampanye Pemilu di Indonesia: Isu Krusial yang Cenderung Terabaikan. Jurnal Pemilu Demokrasi, edisi 3: 55-78