734
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Demokrasi, Desentralisasi, Governance
Banyaknya korban yang berjatuhan ditenggarai karena kurangnya persiapan untuk menghadapi kondisi terburuk dalam menghadapi bencana, terutama bencana gempa bumi, apalagi yang berpotensi tsunami. Selain
itu menurut data awal peneliti jalur lokasi evakuasi belum siap untuk menampung masyarakat yang mengungsi, pengalaman satu tahun lalu menunjukkan, gempa 7,9 SR yang mengguncang Kota Padang menyebabkan jalanan
kota menjadi macet sehingga sulit untuk dilewati. Warga mengungsi menggunakan kendaraan roda empat sehingga membuat sejumlah jalan utama menjadi macet total .Selain itu peringatan dini juga menjadi masalah
jika terjadinya gempa yang diiringi dengan tsunami. Hal ini dikarenakan Kota Padang belum memiliki SOP peringatan dini saat terjadinya bencana.
Belajar dari pengalaman tersebut maka Kota Padang perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana, sehingga kemungkinan korban yang berjatuhan dapat diminimalisir. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
ini di fokuskan kepada mitigasi penanggulangan bencana sebagai upaya awal bagi Pemrintah Kota Padang dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana gempa bumi yang mungkin saja datang dengan tiba-tiba. Dengan
demikian berpijak daripada permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana kebijakan mitigasi bencana yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang dalam menghadapi
kemungkinan akan terjadinya bencana alam gempa bumi. Adapun tujuan daripada penelitian ini adalah untuk melihat dan memberikan gambaran dan penjelasan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Padang
dalam rangka Kebijakan Mitigasi Bencana gempa bumi. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberikan masukan dan saran kepada pemerintah Kota Padang terhadap kebijakan mitigasi yang sudah ada saat sekarang
ini dan diharapkan dapat menambah kazanah keilmuan dalam bidang studi ilmu administrasi publik, khususnya dalam hal manajemen bencana.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Penelitian terdahulu yang relevan
Pada awal peneliti menelaah beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan menjadikan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada. Penelitian Bevaola Kusumasari dkk 2010 tentang Resource
Capability For Local Government In Managing Disaster menghasilkan bahwa kapabilitas pemerintah daerah dalam menghadapi bencana dilihat dari dimensi kelembagaan, sumber daya manusia, keuangan, teknis, implementasi
kebijakan yang tepat dan kepemimpinan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bantul yang hasilnya adalah bahwa kapabilitas kelembagaan yang dimiliki oleh Kabupaten Bantul dalam menghadapi bencana sangatlah terbatas,
namun untuk kapabilitas sumber daya manusia relatif memadai, dari segi kebijakan belum ada kebijakan tentang penanggulangan bencana pada saat terjadi gempa tahun 2006, dari segi keuangan terbatas karena 80 dari APBD
Kabupaten Bantul dialokasikan untuk belanja Rutin, sedangkan dari segi manajemen logistic teknis Kabupaten Bantul Mampu mengelola dengan baik dan untuk kepemimpinan, Kabupaten Bantul menunjukkan sikap yang
responsif dengan memberikan bantuan yang memadai bagi korban.
Sementara itu penelitian Herry Yogaswara dkk 2012 tentang Kajian Kebijakan Pengurangan Resiko Bencana yang Berbasis Kearifan Lokal: Pembelajaran Peraturan daerah No. 8 Tahun 2010 di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta menhasilkan penelitian bahwa dalam peraturan daerah perlu juga diperhatikan indigenous knowledge pengetahuan masyarakat asli, dalam masyarakat jawa di kenal filosofi sepi ing pamrih rame ing gawe.
Hubunganharmonis anara manusia dengan sesame manusia, manusia dengan sang pencipta, manusia dengan alam dan mahluk lainnya melalui filosofi Hamemayu Hayuning Bawono. Kemudian Filsosofi dimana manusia
wajib mengasah ketajaman budi dan membersihkan keburukan yang ada di atas bumi mangasah mingising budi, masuh malaning bumi. Selain itu konsep-konsep seperti lantip menjadi tajam maupun guyup rukun, semakin
memberikan penajaman tentang pentingnya kearifan loka dalam penanggulangan bencana.
Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh RR Emilia Yustiningrum 2012 dengan judul Dinamika Kebijakan Penanggulangan Bencana Tsunami di Kepulauan Mentawai. Bencana Tsunami yang melanda Mentawai
ditangani dengan tanggap darurat dan rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam hal rehabilitasi persoalan timbul karena tempat pengungsian korban Tsunami masyakat harus memenuhi kebutuhan sendiri dengan bekerja
735
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Demokrasi, Desentralisasi, Governance
di kebun mereka, padahal dengan adanya bencana maka banyak lahan yang rusak. Pemerintah Propinsi dan Kabupaten berusaha untuk secepatnya merelokasi korban, namun karena terkendala masalah teknis dan politis
dikarenakan otoritas lokasi relokasi bukan hanya wewenang Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai tetapi juga Kementrian Kehutanan untuk alih fungsi hutan, maka relokasi korban makin lama dan korban makin tidak
terlindungi secara politik.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Saut Aritua Hasiholan Sagala dan Mizan Bustanul Fuady Bisri 2011, melihat kebencanaan dari perspektif tata ruang spatial dengan judul penelitian Perencanaan tata
Ruang berbasis kebencanaan di Indoensia. Dalam penelitiannya dihasilkan bahwa perencanaan tata ruang yang berbasis kebencanaan perlu terintegrasi dengan alat-alat pengurangan risiko bencana, misalnya masyakat ikut
berpartispasi dalam rangka mengurangi resiko bencana dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terhadap kebencanaan.
Sementara itu Akhmad Jufriadi dkk 2012 melakukan penelitian dengan judul Sosialisasi “Pengurangan Resiko Bencana” Di Kecamatan Tempursari Kabupaten Lumajang Sebagai Upaya Pendidikan Mitigasi Bencana.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 1 Pemahaman masyarakat tentang kebencanaan relatif cukup baik dinilai dari aspek sensitivitas dalam merespon bencana, cara merefleksi bencana, kesadaran untuk mengurangi bencana
dan tindakan menghindari yang dilakukan saat terjadi bencana. 2 Pemahaman tentang pendidikan mitigasi bencana relatif sudah ada. 3 Pendekatan pengetahuan kebencanaan merupakan modal penting bagi pendidikan
mitigasi bencana relatif sudah dimiliki oleh masyarakat. 4 Pelaksanaan sosialisasi pengurangan resiko bencana dinilai baik sebagai upaya pendidikan mitigasi bencana.
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas dan berdasarkan hasil penelusuran peneliti, sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik mengkaji tentang Mitigasi Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Kota
Padang. Adapun penelitian sebelumnya lebih melihat kepada kemampuan daerah dalam rangka penanggulangan bencana saat bencana terjadi dan saat mitigasi. Sementara penelitian ini mengkaji penanggulangan bencana dari
segi mitigasi seperti yang tertuang dalam peraturan daerah Kota Padang No. 3 tahun 2008, dimana kebijakan penanggulangan bencana yang dimaksud adalah melihat siklus dari penanggulangan bencana dari pra bencana.
2. Penanggulangan Bencana
Pengertian penanggulangan bencana adalah sebuah proses sistematis dengan meng gunakan keputusan administratif, organisasi, keterampilan operasional, kapasitas implementasi, strategi, dan kapasitas dari masyarakat
dalam mengurangi dampak dari ancaman alam, lingkungan, dan bencana teknologi. Hal ini meliputi segala kegiatan, termasuk ukuran-ukuran strukturalnon-struktural dalam menghindari ataupun membatasi mitigasi
dan kesiapsiagaan dampak dari bencana yang mungkin timbul UNISDR, 2004.
Makna penanggulangan bencana PB telah mengalami evolusi seiring waktu. Dalam bahasanya Capra, kata dan paduan kata-kata adalah titik berangkat menuju konsep. Dalam kategorisasi yang mutakhir, istilah
“penanggulangan bencana” sering diartikan sebagai paradigma lama yang merespons bencana secara reaktif. Erat keterkaitannya dengan terminologi yang sepadan yakni pengelolaan kedaruratan. Meskipun kalangan awam dan
tentunya sebagian literatur bencana yang lama kerap menyamakannya dengan pengurangan risiko bencana PRB ataupun disaster risk management DRM, namun penyamaan ini merupakan sebuah penyederhanaan yang tidak
tepat serta tidak menghargai perkembangan konseptual tentang bencana itu sendiri.
Perkembangan internasional selanjutnya adalah pertemuan Hyogo yang mencanangkan Hyogo framework for action 2005-2015 yang menyerukan pada seluruh negara untuk menyusun mekanisme pengurangan resiko
bencana PRB atau Disaster Risk Reduction DRR yang terpadu dengan dukungan kelembagaan dan sumber daya yang tersedia. Untuk itu, penanggulangan bencana melibatkan semua tingkat pemerintahan, non pemerintah
juga organisasi berbasis masyarakat memainkan peran penting dalam proses penanggulangan bencana. Beberapa tahun terkhir memandang bahwa harus ada pra-mitigasi bencana atau tindakan untuk menghindari atau
mengurangi dampak dari bencana.
736
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Demokrasi, Desentralisasi, Governance Gambar 2. Siklus Penanggulangan Bencana
Sumber: Carter, 2008
Pada gambar 1 dijelaskan bahwa penanggulangan bencana mencakup tahapan dari pencegahan dan mitigasi mitigasi dan rencana manajemen pencegahan, kesiap-siagaan rencana kontingensi, peringatan dini, dan
perencanaan kesiapan, tanggap darurat kajian darurat, rencana operasional, dan bantuan darurat, dan pasca darurat pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Namun dalam tulisan ini penulis hanya membahas tentang
mitigasi. Mitigation usaha memperkecil efek bencana yaitu Tindakan mitigasi bisa dalam bentuk program yang spesifik. Ini di upayakan agar pada saat kejadian bencana, program ini dapat memperkecil korban jiwa dan
kerusakan. Contohnya : membudayakan pelatihan menghadapi bencana yang bisa dimulai dari sekolah-sekolah dan instansi pemerintah. Selalu memperbaharui standar-standar penanganan bencana, Pelaksanaan kode-kode standar
keamanan pada pembangunan fisik, Peringatan dini bencana early warning, regulasi tata guna lahan, regulasi keamanan bangunan tingkat tinggi dan kontrol terhadap penggunaan bahan-bahan berbahaya. Membentuk
sistem perlindungan untuk instalasi kunci, seperti pembangkit listrik dan bangunan telekomunikasi.
Adapun di dalam siklus keseluruhan penanggulangan bencana di Indonesia, maka kegiatan mitigasi bencana merupakan salah satu kegiatan pada tahap pra bencana. Dalam tahap prabencana, kegiatan-kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun dalam situasi terdapat potensi bencana. Berbagai kegiatan pada tahap pra bencana ketika terdapat situasi tidak terjadi
bencana dilakukan melalui perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan resiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis resiko bencana, pelaksanaan dan penegakan
rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan, dan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Tujuan utama dari Mitigasi Bencana BPBD Jakarta, 2016 adalah sebagai berikut; 1. Mengurangi resikodampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa
seperti kematian, kerugian ekonomi economy costs dan kerusakan sumber daya alam. 2. Sebagai landasan pedoman untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat public awareness dalam menghadapi serta mengurangi dampakresiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman safe.
Kegiatan mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Mitigasi bencana menurut Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2008 tentang
Penanggulangan Bencana dilakukan dengan 1 pelaksanaan penataan ruang yang aman terhadap bencana, 2 pengaturan pembangunan, pengaturan infrastruktur dan tata bangunan serta 3 penyelenggaraan pendidikan,
penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Sedangkan menurut Carter 2008 mitigasi bencana dibedakan atas dua macam yaitu mitigasi nonstruktural dan mitigasi struktural. Untuk mitigasi
nonstruktural hal yang dilakukan adalah 1 Penyusunan peraturan perundang-undangan, 2 Pembentukan kelembagaan, 3 Meningkatkan kesadaran masyarakat, 4 Melakukan pelatihan dan pendidikan dan 5
737
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Demokrasi, Desentralisasi, Governance
Memberikan insentif. Sedangkan untuk mitigasi struktural yang dilakukan adalah 1 Pembuatan bangunan struktur dan 2 Rekayasa bangunan gedung.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk meneliti Mitigasi Bencana sebagai upaya awal bagi persiapan Kota Padang dalam menghadapi gempa Bumi adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan deskriptif interpretatif Denzim dan Lincoln, 1994 Pilihan terhadap metode kualitatif ini di dasarkan pada rumusan dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini Neuman, 1997. Unit analisis yang dipakai
dalam penelitian ini adalah lembaga dimana lebih difokuskan kepada lembaga-lembaga yang berwenang dalam Kebijakan Mitigasi Bencana di Kota Padang. Dari lembaga-lembaga yang ada akan didapatkan data tentang
pelaksanaan kebijakan yang sudah atau sedang berjalan. Sedangkan jenis dan sumber data terdiri dari data primer wawancara dan sekunder kepustakaan, dokumentasi. Langkah-langkah mengumpulkanmemperoleh data
di lapangan atau lokasi penelitian digunakan tehnik: pengamatan peneliti turun langsung kelapangan dan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang dalam rangka mitigasi bencana, misalnya
kegiatan simulasi evakuasi gempa bumi, wawancara peneliti melakukan wawancara langsung dengan informan dan kepustakaan peneliti melakukan review literatur dan telaah dokumen yang terkait dengan topik penelitian.
Untuk pengambilan informan dilakukan secara purposive. Informan penelitian dipilih secara sengaja purposive berdasarkan kedudukan mereka dalam lembaga penanggulangan bencana. Dengan demikian jumlah informan
pada akhirnya sangat ditentukan oleh orang-orang yang akan dijadikan informan. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
No Informan
1 Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran
2 Sekretaris BPBDPK Kota Padang
3 Kabid PK BPBDPK Kota Padang
4 Kasi Kesiapsiagaan BPBDPK Kota Padang
5 Kepala Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Padang
6 Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang
7 Sekretaris Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota Padang
8 Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Padang
9 Wakil Ketua DPRD Kota Padang
10 Sekretraris Komisi IV DPRD Kota Padang
11 LSM Jemari Sakato Kota Padang
Sedangkan analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif yang digunakan untuk menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan Kebijakan Mitigasi Penanggulangan Bencana Bumi di Kota Padang. Analisis
dilakukan berdasarkan pandangan-pandangan informan emik yang sudah divalidasi dengan menggunakan metode triangulasi data. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan terkait pada gabungan data yang didapat dari informan emik
dan interpretasi peneliti etic terhadap data lapangan tersebut. Data-data sudah dianalisis tersebut disusun dalam satuan-satuan yang dikategorikan untuk lebih mudah di coding serta mengadakan pemeriksaan keabsahan data yang
selanjutnya dilengkapi dengan data analisis statistik deskriptif guna penulisan laporan Miles dan Huberman, 1992.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Mitigasi bencana dilakukan dengan pelaksanaan penataan ruang, pengaturan pembangunan,
pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Untuk itu Kota Padang sebagai daerah yang rawan terhadap bencana gempa bumi maka
Pemerintah Kota Padang telah melakukan beberapa kebijakan mitigasi bencana yang diamanatkan dalam Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 tentang penanggulangan Bencana yaitu :
738
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Demokrasi, Desentralisasi, Governance 1. Pelaksanaan Tata ruang yang aman terhadap bencana
Sebagai daerah yang rawan terhadap gempa bumi maka pemerintah Kota Padang sejak kejadian gempa Tahun 2009 mulai melakukan revisi atau peninjauan ulang terhadap RTRW yang ada. Perubahan RTRW 2010-2030
tersebut telah ditetapkan oleh Perda No. 4 tahun 2012. Perda tersebut menjadi acuan bagi Pemko Padang dan masyarakat umum dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pembangunan di Kota Padang. Salah
satu revisi yang cukup signifikan adalah memperhitungkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Maka dalam perbaikannya di jelaskan bahwa membatasi pengembangan hunian di kawasan
sepanjang pantai yang rawan terhadap bencana tsunami pasal 14.
2. Pengaturan Pembangunan, Pengaturan infrastuktur dan tata Bangunan
Untuk hal ini pemerintah Kota Padang telah menetapkan peraturan Daerah No. 7 Tahun 2015 tentang bangunan gedung. Dimana dalam peraturan tersebut diatur bagaimana suatu bangunan itu dibuat dan dibangun
dari segi konstruksi bangunannya dan ketahanan nya terhadap getaran atau gempa. Pemerintah Kota padang dalam hal ini Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan telah memberikan perhatian yang serius terhadap pembangunan-
pembangunan yang dilakukan di Kota Padang, khususnya bangunan bertingkat, misalnya Ruko, Hotel, Sekolah dan lain-lain, hal ini dikarenakan dengan adanya pembangunan tersebut diharapkan nantinya akan dapat
memberikan manfaat ganda yaitu bisa sebagai bangunan shelter.
3. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern
Dalam hal ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kota yaitu; a. Pemberian Sosialisasi Mengadakan Simulasi Evakuasi Bencana Kegiatan yang dilakukan oleh BPBDPK
dengan melibatkan pihak terkait antara lain dinas sosial, tagana, dinas pendidikan, adalah dengan melakukan berbagai kegiatan simulasi evakuasi bencana gempa bumi, antara lain dilakukan dibeberapa tempat, untuk
tahun 2015 dilakukan di Shelter Darussalam melibatkan ± 1.000 masyarakat + siswa, Shelter Nurul Haq melibatkan ± 600 masyarakat + siswa,Kelurahan Padang Sarai melibatkan ± 885 masyarakat + siswa, Kelurahan
Air Manis melibatkan ± 885 masyarakat + siswa.Selain melakukan simulasi, BPBDPK dengan pihak terkait juga melakukan sosialiasi ke sekolah-sekolah, mesjid-mesjid melalaui majelis taklim, kepada masyarakat melalui
Kelompok Siaga Bencana dan Tagana, juga kepada Kaum Difabel melalui dinas sosial.
b. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kelompok Siaga Bencana Sebagai amanat dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, maka pada Tahun 2011 telah dibentuk Kelompok Siaga
Bencana KSB sebanyak 2080 orang di 104 Kelurahan. Sejak tahun 2011 sd sekarang, secara bertahap anggota KSB diberikan pendidikan dan pelatihan oleh Pemerintah melalui BPBD-PK Kota Padang. Salah
satu bentuk pelatihan yang diberikan adalah yaitu pada Tahun 2015 telah dilaksanakan Pelatihan SAR bagi KSB Kelurahan dan InstansiLembaga Terkait Kebencanaan yang melibatkan 230 orang peserta, dengan
fokus pada materi Rescue Air.
Selain itu pemerintah Kota Padang juga melakukan kegiatan sebagai berikut dalam rangka mitigasi bencana:
1. Pembuatan Protap Penanggulangan Bencana Dalam hal ini pemerintah Kota Padang telah melakukan
pembuatan peraturan berupa prosedur tetap dalam hal penanggulangan bencana. Adapun hal yang telah dibuat adalah sebagai berikut ini;
a Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Penanggulangan Bencana b Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata
Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang c Peraturan Walikota Padang Nomor 58 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas Pokok Dan Fungsi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang d Peraturan Walikota Padang Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Sistem Peringatan Dini Tsunami
Kota Padang