Negara dan Kebijakan Pertanian

754 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Demokrasi, Desentralisasi, Governance peluang mereka untuk menghasilkan tenaga kerja lokal dan meningkatkan nilai tambah produk mereka. Tarif eskalasi telah dibahas setidaknya sejak Putaran Kennedy. Meskipun karakteristik struktur tarif ini telah berkurang sedikit setelah Putaran Uruguay, tingkat signifikansi tarif eskalasi masih tetap setelah implementasi penuh dari Putaran Uruguay Lindland, tanpa tahun:487-500.

3. Liberalisasi Ekonomi

Reformasi kebijakan pertanian yang berorientasi pasar dan kompresi negara adalah inti dari liberalisasi ekonomi di negara-negara berkembang pada 1980-an dan 1990-an. Biasanya konteks program penyesuaian struktural yang lebih luas, dirancang untuk mengembalikan simpanan fiscal, mengurangi atau menghilangkan distorsi harga, dan untuk memfasilitasi transmisi harga yang efisien sehingga dapat mendorong investasi dan produksi. Fokus baru pada reformasi pembangunan adalah menghilangkan disparitas harga antara harga pasar lokal dan dunia. Penarikan peran negara dari intermediasi pasar pertanian, khususnya penetapan harga, dipandang sebagai kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan harga yang tepat, dimana merupakan kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pasar dan merangsang investasi dan pertumbuhan produktivitas. Seperti yang dijelaskan oleh Johnson 2004 reformasi yang berorientasi pasar biasanya dilaksanakan oleh pemerintah negara berkembang, termasuk melakukan liberalisasi tanah, pasar tenaga kerja, penghapusan subsidi input dan kontrol harga, penutupan kerugian dengan membuat skema kredit, liberalisasi pasar kredit, dan reformasi penyuluhan pertanian. Di sisi pasar output, reformasi termasuk dalam liberalisasi harga komoditas, penghapusan kekuatan monopoli milik negara dan pembatasan gerakan komoditas, dan pengurangan tarif dan kuota impor. Hasil dari reformasi ini biasanya mengaktifkan keseimbangan antara efek pra-kompetitif dengan berkurangnya campur tangan pemerintah dalam operasi pasar. 85 Kenaikan harga ini juga memfasilitasi munculnya jaringan supermarket, skema petani plasma berorientasi ekspor dan zona pengolahan ekspor, dan stimulus umum untuk agro-industrialisasi di negara-negara berkembang Borras, 2003. Peningkatan investasi dalam pemasaran hilir telah mengubah orientasi banyak pasar pertanian dari komoditas mentah terhadap pasar produk olahan, dan dengan peningkatan investasi ini telah terjadi peningkatan persaingan. Di negara-negara seperti Chile, India, dan Afrika Selatan, perusahaan swasta sekarang memainkan peran utama dalam pengembangan varitas benih, memproduksi dan mendistribusikan input, pengolahan pasca panen dan ritel modern melalui supermarket 86 dan rantai restoran.

4. Kebijakan Pertanian di Negara Maju

Perlindungan pertanian menjadi isu yang terus diperdebatkan dalam negoisasi perdagangan global. Perlindungan tinggi terhadap sector pertanian di negara-negara maju adalah penyebab utama gagalnya perundingan tingkat menteri di Cancun pada tahun 2003. 87 Meskipun perlindungan bagi produk manufaktur di kedua negara industri dan berkembang telah menurun secara signifikan dan reformasi perdagangan secara keseluruhan telah diadopsi di negara- negara berkembang, akan tetapi perlindungan pertanian di negara-negara maju tidak pernah berubah. Sampai tahun 1990-an, negara-negara maju mau sedikit melonggarkan proteksi pertaniannya Kreuger, 1990. Negara-negara maju 85. Kebijakan kompetitif lewat pengurangan barang publik dan jasa yang mendukung transaksi pasar swasta fenomena yang biasanya tak terpisahkan dalam liberalisasi termasuk di sector pertanian dimana pengalaman dari setiap negara sangat bervariasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa harga komoditas secara umum meningkat setelah reformasi pasar, merangsang peningkatan produksi, khususnya tanaman ekspor. 86. Munculnya jaringan supermarket dan restoran telah mengubah struktur dan operasi pasar pertanian secara signifikan dan fundamental. Hal ini telah mengarahkan kekuatan pasar jauh lebih ke hilir, dimana perusahaan multinasional telah menguasai seluruh rantai produksi. Pengadaan komoditas oleh pengecer telah diambil alih oleh perusahaan besar yang menjadikannya lebih terpusat, bahkan global. Jaringan supermarket besar yang terletak di beberapa negara ternyata hanya dimiliki oleh satu perusahaan besar misalnya, Walmart di seluruh Asia dan Amerika Latin – sampai kepada pengadaan komoditas di dalam negeri oleh perusahaan regional seperti Enterprise Resource di China di kuasai mereka. Pergeseran struktural telah meningkatkan skema kontrak pertanian dengan petani plasma antara agro-industri perusahaan dan petani di negara-negara berkembang, dan produksi makanan non-pokok. 87. Konferensi tingkat menteri V WTO Cancun – Meksiko, September 2003, gagal menghasilkan satu konsensus apa pun mengenai pengurangan hambatan dalam perdagangan produk-produk pertanian. Hal ini terjadi karena negara-negara maju, seperti AS, Uni Eropa dan Jepang menolak untuk memangkas secara drastic subsidi ekspor dan subsidi jenis lain yang selama ini diberikan kepada petani. 755 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Demokrasi, Desentralisasi, Governance memberikan perlindungan kepada sector pertanian mereka melalui subsidi kepada produsen, mematok tarif yang tinggi terhadap komoditi import, pembatasan import dan pemberlakuan quota Kreuger, 1990a. Sementara itu, reformasi di sebagian besar negara-negara maju tidak begitu signifikan dalam hal akses pasar oleh negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan oleh masih tingginya insentif komoditi yang dilakukan negara-negara untuk melindungi petani mereka. Di negara-negara seperti Amerika Serikat yang menghasilkan sejumlah besar komoditas pertanian dan memiliki sektor pertanian diversifikasi didukung oleh pemberian subsidi dan akses pasar eksport kebeberapa negara berkembang. Di negara-negara seperti Jepang di mana produksi lokal sangat terbatas atau komoditas yang diproduksi secara lokal memiliki tarif yang berbeda dari komoditas impor. 88 Diketahui juga bahwa distorsi terbesar dalam sistem perdagangan terjadi di bidang pertanian. Hal ini dikarenakan negara-negara kaya meminta, dan memperoleh pengabaian pada tahun 1950 dari aturan liberalisasi GATT, pendahulu dari WTO. Mereka diizinkan untuk memberikan subsidi besar kepada pemilik peternakan mereka. Ketika WTO didirikan, kesepakatan baru di bidang pertanian ternyata pada dasarnya tidak mampu menekan negara-negara maju untuk menghilangkan politik dumping dan penghapusan subsidi pada komoditi mereka. Negara-negara kaya hanya diwajibkan untuk mengurangi “distorsi perdagangan subsidi” mereka sebesar 20 persen. Penggunaan subsidi ekspor dan dukungan stabilisasi harga oleh negara-negara maju terhadap para produsen di sector pertanian, menciptakan kemampuan menjual barang di bawah biaya produksi. Produsen yang berasal dari negara uni eropa dapat mengekspor dengan harga yang lebih rendah yang sering lebih rendah dari harga pasar dunia. 89 Berbagai strategi dilakukan oleh negara maju agar produk pangan mereka bisa mendominasi pasar global. Negara maju, seperti AS dan Uni Eropa, menyubsidi produk pertanian mereka secara berlebih untuk sejumlah komoditas pangan, terutama beras, jagung, kedelai, gula, gandum, daging sapi dan unggas, susu, serta komoditas hortikultura seperti sayur. Sebagai gambaran, pendapatan petani beras, gula, dan daging sapi di Negara Organisation for Economic Co-operation and Development OECD yang berasal dari bantuan pemerintah mencapai berturut-turut 78 persen, 51 persen, dan 33 persen. Itu artinya hanya 22 persen pendapatan petani beras di OECD yang berasal dari usaha mereka sendiri. Selebihnya disubsidi. Dampak kebijakan subsidi pangan yang besar dari negara maju akan memukul usaha tani di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kasus kedelai bisa menjadi contoh nyata, pada saat subsidi pangan dilakukan secara besar-besaran, membuat harga pangan di dunia rendah sehingga persaingan menjadi tidak adil. Sebuah pertarungan yang berlangsung di Organisasi Perdagangan Dunia WTO menunjukkan bagaimana aturan pertanian memungkinkan negara-negara kaya untuk melanjutkan subsidi besar di sector pertanian mereka, sementara menghukum petani di negara berkembang.

5. Preferensi Petani di Negara maju dan berkembang

Kaum tani, seperti kelompok marjinal yang lain bukanlah sebuah kelompok homogen. Mereka terdiri dari berbagai macam kategorisasi berdasarkan kondisinya. Noer Fauzi Kompas, 16102014 menyebutkan kaum tani di pedesaan ini bisa dikelompokkan berdasarkan profesi dengan unit utama kepemilikan dan produksinya adalah keluarga. Akan tetapi, prospek petani saat ini menjadi persoalan yang telah sampai pada titik yang mengkuatirkan. Tercatat ada 1,2 Milyar petani; berarti hanya tinggal 40 persen dari umat manusia yang memiliki rumah tangga pertanian rakyat. Akibat dari modernisasi dan proses pembangunan, petani tersingkir dari lahannya yang menyebabkan mereka terelokasi menjadi pekerja industri yang pada akhirnya jatuhnya tingkat kesejahteraan petani. 88. Dengan jumlah penduduk 127,57 juta jiwa peringkat 10 dunia dan menempati hanya 377,944 km 2 2012, Jepang adalah salah satu negara berpenduduk terpadat di Dunia. Untuk menjamin ketersediaan pangan bagi rakyatnya, Pemerintah Jepang mengalokasikan APBN sebesar 3,7 dan memberikan subsidi hingga 770 untuk sektor pertanian. Komoditas pertanian dalam negeri yang paling diproteksi adalah beras, daging dan susu, selebihnya Jepang menggantungkan produk pertanian dari impor. Jepang memiliki empat musim yang tidak memungkinkan dilakukan pola budidaya untuk segala jenis tanaman dan peternakan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hasil pertanian lainnya seperti gandum, buah-buahan, dan komoditas perkebunan diperoleh dari impor. Pada titik ini, sebenarnya Jepang bukan merupakan negara yang pas sebagai contoh dalam hal perlindungan dan pemberdayaan bagi petani. Namun kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Jepang selama ini masih tetap menarik untuk dipelajari lebih jauh, karena petani di Jepang masih menjadi petani yang paling makmur dan berdaya di dunia. 89. Kebijakan subsidi pertanian di Eropa selama ini dianggap menjadi penghambat kesepakatan perdagangan bebas dunia. Sebab, Eropa selalu menolak memangkas subsidi mereka, sementara negara berkembang diharuskan melakukannya dengan alasan menghambat perdagangan. 756 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Demokrasi, Desentralisasi, Governance Hal ini menyebabkan kaum tani di seluruh dunia khususnya di beberapa negara berkembang mulai sadar sehingga memberikan respon perlawanan terhadap negara dalam upaya melepaskan diri dari blokade struktural negara. Selama puluhan tahun rakyat hanya melakukan perlawanan informal dan diam-diam. Aksi mobilisasi gerakan rakyat secara terbuka dan ekspressif masih belum teraktualisasi karena faktor represi negara yang secara politik masih sangat kuat. Namun, fase krisis finansial, krisis pangan, energi dan lingkungan menjadi momentum bagi petani untuk melakukan penguatan peran politik petani. Dalam sebuah novel Eric Wolf, Peasan Wars of the Twentieth Century, dampak destruktif kapitalisme terhadap komunitas petani telah menyebabkan tekanan ekologi dan ledakan jumlah penduduk serta sebuah krisis fundamental relasi kekuasaan di dalam komunitas pedesaan. Awal abad 21, setelah tiga dekade kebijakan globalisasi ekonomi, terjadi penguatan resisten petani. Mereka yang sadar akan ancaman ini, memperlihatkan perlawanan-perlawanan mereka secara lantang ditengah-tengah meningkatnya ketidakpastian pangan. Di beberapa negara telah muncul protes petani seperti di Eropa yang menumpahkan susu hasil ternak di ladang-ladang mereka, okupasi tanah di Amerika Tengah dan Amerika Latin, Afrika, India dan Cina. Saat ini, organisasi-organisasi petani yang dibentuk permanen – beberapanya membangun jaringan secara internasional – memiliki struktur organisasi yang rapi, daftar anggota, aktifitas sosial hingga aktifitas politik. Mereka terdiri dari gabungan petani kecil hingga skala menengah yang saling membangun hubungan mutualisme dan solidaritas.

6. Kasus Negara Maju

Nasib berbeda dialami oleh petani di beberapa negara maju. Di sector pertanian, di mana pertanian dan industry berintegrasi menjadi satu serta masifnya program revolusi hijau dan pelaksanaan berbagai macam strategi pembaharuan agrarian telah menciptakan petani kapitalis baik yang berskala kecil maupun besar Araghi, 1995; McMichael, 1996 telah menguatkan posisi tawar petani. Selain itu, dampak transformasi sosio-ekonomi, perkembangan kapitalisme, serta penguatan identitas nation-state juga memaksa petani terlibat langsung dalam politik. Keterlibatan ini bagian dari upaya petani-petani di negara maju memperjuangkan kepentingan mereka dari meningkatnya tekanan yang dilakukan negara dan pasar. Sebagai contoh, intensitas keterlibatan petani yang tinggal di pedesaan Eropa mengalahkan intensitas penduduk Eropa yang tinggal di perkotaan. Bisa kita katakan hampir diseluruh negara-negara Eropa, peran kelompok petani diranah politik tidak bisa diabaikan keterlibatannya dalam memperjuangkan kepentingan politik mereka. Malahan, di beberapa negara maju pengaruh kuat petani di dalam politik telah menjadi sedikit membingungkan. Seperti yang disampaikan oleh Lipset 1971: 17 kelompok petani di Amerika telah menunjukkan dengan sendirinya kesadaran radikal lewat perjuangan agrarian, akan tetapi bergabung dan terlibat dalam kelompok-kelompok konservatif di Amerika. Begitu juga apa yang terjadi di Eropa. Seperti yang disampaikan Hugget, di Eropa Barat seperti Perancis, Inggris, dan Jerman – yang merupakan awal sejarah perjuangan revolusioner kaum Petani – terlihat menunjukkan sikap politik mereka lewat partai kanan dan telah berlangsung lama Hugget, 1975. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Michael S. Lewis-Beck di lima negara Eropa Barat menunjukkan dukungan yang besar terhadap partai-partai yang beraliran kanan dibandingkan dengan kelas lainnya seperti kelas urban maupun kelas pekerja. Kecenderungan untuk memberikan dukungan kepada partai-partai kanan disebabkan oleh alasan partai-partai beraliran kanan lebih mampu menjaga stabilitas dan ketertiban, serta komitmen proteksi tradisi pertanian mereka yang bercorak homogen dan individualistik.

7. Kasus Negara Berkembang

Pembangunan bagi mayoritas penduduk dunia masih tetap sebagai tujuan ideal yang mesti dicapai. Akan tetapi, kegagalan demi kegagalan dalam project pembangunan membuat tujuan yang hendak dicapai menjadi ilusi. Hadirnya fenomena globalisasi yang melahirkan sistem keuangan pasar, komersialisasi di sector pertanian, ketentuan hak kekayaan intelektual lewat monopoli bibit, serta urbanisasi yang menghasilkan perubahan di dalam masyarakat pedesaan telah membuat banyak petani di negara-negara dunia ketiga tersingkir dari lahannya. Di mana urbanisasi diartikan sebagai sebuah indicator kunci kematian kaum tani, sebagai sebuah tren menurunnya