Menurunnya Kinerja Anggota DPRD Riau

837 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen dan dipandang sebagai massa individu-individu yang sama. Sedangkan dalam sistem yang bersifat organis, rakyat dipandang sebagai massa individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan geneologis, fungsi tertentu, lapisan sosial, dan lembaga-lembaga sosial. 70 Sedangkan, Menurut Ben Reilly dan Andrew Reynolds dalam Sigit Pamungkas, sebagai sebuah metode, sistem pemilu dirancang untuk melakukan tiga tugas utama. 71 Pertama, berperan sebagai saluran tempat rakyat bisa meminta pertanggungjawaban wakil-wakilnya. Kedua, menerjemahkan pilihan yang diberikan rakyat menjadi kursi yang dimenangkan dalam kursi legislatif. Ketiga, sistem pemilu yang lain membentuk batas-batas diskursus politik yang ‘bisa diterima’ dalam cara-cara berbeda, dan memberikan insentif bagi mereka yang berkompetisi untuk mengiklankan dirinya kepada pemilih dengan cara-cara tertentu. Menurut Andrew Reynolds dkk, sistem pemilu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 72 Bagan 1. Keluarga sistem pemilu Sumber : Andrew Reynolds, et.al., Electoral System Design : The New International IDEA Handbook, IDEA,Sweden, 2005, hal 28. Berikut akan dijelaskan mengenai varian-varian sistem pemilu tersebut :

1. Sistem Distrik

Sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan giografis. 73 Dalam sistem ini wilayah Negara dibagi ke dalam beberapa distrik pemilihan yang biasa berdasar atas jumlah penduduk. 74 Dalam sistem ini, calon dalam satu distrik yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pemenang sekalipun bukan peraih suara mayoritas. Sedangkan suara-suara yang diberikan kepada calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecil selisih kekalahannya. 75

a. Varian Sistem Distrik Sistem Distrik Memiliki 5 lima varian, yaitu :

1. First Past The Post FPTP

Sistem ini disebut juga dengan mayoritas relative relative majority atau mayoritas sederhana simply majority. Sebab, satu distrik menjadi bagian dari satu daerah pemilihan. Satu distrik hanya berhak atas satu kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal. 76 Jadi siapapun mendapat calon yang mendapatkan suara terbanyak mayoritas relatif sederhana, bukan mayoritas absolut 70. Khairul Fahmi, Pemilihan Umum Kedaulatan Rakyat, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 55. 71. Sigit Pamungkas, Op. Cit, hal 26. 72. Andrew Reynolds, dkk, Electoral System Design : The New International IDEA Handbook, Stockholm : International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2005, hal 28. 73. Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 462. 74. Sigit Pamungkas, Op. Cit, hal 27. 75. Rumidan Rabi’ah, lebih dekat dengan pemilu di Indonesia dalam Khairul Fahmi, Pemilihan Umum.., Op. Cit, hal 56. 76. Miriam Budiardjo, Ibid, hal 462. 838 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen mutlak, adalah pemenangnya. 77 Pemenangnya adalah kandidat yang mendapat suara terbanyak sekalipun kurang dari 50 + 1 suara. 78

2. Block Vote BV

Disebut juga Approval Voting AV. Ciri dari sistem ini adalah sebagai berikut : pertama, distrik berwakil majemuk multi-member district, yaitu 1 distrik untuk memilih beberapa anggota perwakilan. Kedua, pemilih mempunyai jumlah pilihan sebanyak jumlah kursi yang diperebutkan. Ketiga, kandidat yang mendapat suara terbanyak otomatis mendapat jabatan. 79

3. Party Block Vote PBV

PBV adalah variasi dari sistem BV. Yang membedakan adalah pada sistem PBV, para pemilih memilih partai, bukan kandidat dan partai yang memenangkan suara terbanyak memenangkan semua suara di distrik tersebut. Sistem ini digunakan di Singapura, Lebanon, dan Ekuador. 80

4. Alternative Vote AV

Ciri umum dari sistem ini adalah pemilih memiliki preferensi untuk merangking jumlah suara kandidat yang merasa disukai. 81 Untuk menang, calon memerlukan mayoritas suara mutlak. Jika setelah preferensi pertama dihitung tidak ada seorang pun yang memperoleh lebih dari 50, maka calon yang berada pada urutan paling bawah dengan suara paling rendah akan dihapus, dan suara mereka akan dibagikan kembali kepada calon-calon lainnya. 82

5. Two Round System TRS

Sistem ini disebut juga Majority Run-off atau Double Ballot. Prinsip dari TRS bahwa pemilu putaran kedua akan dilaksanakan apabila pada putaran pertama tidak ada kandidat yang memenuhi batas minimal perolehan suara untuk dapat disebut sebagai pemenang. 83 Secara operasional bekerjanya sistem ini adalah : pertama, setiap distrik berwakil tunggal. Kedua, pemilih memilih satu kandidat. Ketiga, pemenangnya adalah jika seorang kandidat mendapat mayoritas absolute 50+1. Keempat, jika belum ada mayoritas absolut maka diadakan pemilihan umum kedua yang biasanya pesertanya diambil dari 2 kontestan yang mendapat suara terbanyak dari pemilu pertama. 84 2. Sistem Proporsional Dalam sistem ini proporsi kursi yang dimenangkan oleh sebuah partai politik dalam sebuah wilayah pemilihan akan berbanding seimbang dengan proporsi suara yang diperoleh partai tersebut dalam pemilihannya. 85 Tingkat proporsionalitas suara dan perolehan kursi menunjukkan bahwa dalam sistem ini tidak banyak suara yang terbuang. Sistem ini memusatkan pada pencakupan suara minoritas, membedakannya dengan sistem distrik yang lebih menekankan pada tertib pemerintahan. 86

a. Varian Sistem Proporsional Sistem Proporsional Memiliki 2dua varian, yaitu :

1. Proportional Representation PR

77. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 27. 78. Ibid, hal 27. 79. Ibid, hal 27-28. 80. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 28. 81. Ibid, hal 28. 82. Pippa Noris, Memilih Sistem Pemilihan ….. Dalam Khairul Fahmi, Pemilihan Umum.., Op. Cit, hal 60. 83. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 29. 84. Ibid, hal 29-30. 85. Ibid, hal 30. 86. Khairul Fahmi, Ibid, hal 68. 839 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen Menurut Farrel dalam Sigit Pamungk 87 sistem proporsional selalu diasosiasikan dengan 4 empat orang, yaitu Thomas Hare Inggris, Victor d’Hondt Belgia, Eduard Hagenbach-Bischoff Swiss, dan A. Saint Lague Prancis. Ciri dari tipe ini adalah : pertama, setiap distrik berwakil majemuk. Kedua, setiap partai menyajikan daftar kandidat yang jumlah lebih banyak dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan. Ketiga, pemilih memilih salah satu kandidat. Keempat, partai memperoleh kursi sebanding dengan suara yang di peroleh. Kelima, kandidat yang dapat mewakili adalah yang berhasil melampaui ambang batas suara threshold. 88 Sistem PR ini dapat dibedakan atas beberapa varian berdasarkan pemilihan kandidat yang terpilih dalam mengisi kursi yang dimenangkan partai politik peserta pemilu. Varian tersebut terdiri dari : 1 daftar tertutup; 2 daftar terbuka; 3 daftar bebas. Pada daftar tertutup, kursi yang dimenangkan partai politik diisi oleh kandidat berdasarkan daftar kandidat yang ditentukan partai. Sedangkan dalam Sistem Daftar Terbuka, pemilih memilih partai politik sekaligus kandidat yang mereka suka dan inginkan untuk mengisi kursi yang dimenangkan partai peserta pemilu. Sementara pada sistem daftar bebas, tiap-tiap partai menentukan daftar kandidatnya, partai dan tiap-tiap kandidat ditampilkan secara terpisah dalam surat suara. 89 Dalam sistem proporsional secara garis besar dikenal ada 2 dua teknik dalam menentukan perolehan suara yaitu : pertama, teknik kuota quota atau dikenal juga dengan suara sisa terbesar the largest remainder. Terdapat beberapa varian dalam teknik kuota, antara lain: varian Hare dan Droop. Kedua, teknik divisor atau dikenal juga dengan perhitungan rata-rata angka tertinggi the highest average. Pada teknik ini juga terdapat beberapa varian, antara lain : D’Hondt dan Sainte Lague. 90 1. Teknik Kuota quota Teknik Kuota quota atau dikenal juga dengan suara sisa terbesar the largest remainder. Ciri umum dari teknik kuota adalah adanya bilangan pembagi pemilih BPP yang tidak tetap, tergantung pada jumlah pemilih dan perolehan suara. Teknik kuota mengenal beberapa varian, dan yang sangat terkenal adalah varian Hare dan Droop. a Varian Hare Pada Varian Hare, bilangan pembagi pemilih ditentukan dengan cara membagi total jumlah suara yang sah dengan jumlah kursi yang disediakan pada setiap daerah pemilihan, atau : HQ = vs dimana, HQ = Kuota Hare, v = jumlah total suara yang sah, dan s = jumlah kursi yang disediakan untuk setiap daerah pemilihan Perolehan kursi masing-masing partai ditentukan oleh hasil pembagian antara perolehan suara partai dengan bilangan pembagi pemilih tersebut. b Varian Droop Sementara pada varian Droop, bilangan pembagi pemilih diperoleh dengan cara membagi jumlah suara yang sah dengan jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah pemilihan, atau DQ = vs+1 dimana, DQ = Kuota Droop, v = Jumlah Total Suara yang sah, dan s = Jumlah Kursi yang disediakan untuk setiap daerah 87. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 30. 88. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 30. 89. Tinjauan Singkat Tentang Sistem Pemilu ..... Dalam Khairul Fahmi, Pemilihan Umum.., Op. Cit, hal 6 90. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 31-34. 840 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen 2. Teknik Devisor Teknik Devisor atau dikenal juga dengan penghitungan rata-rata angka tertiggi the highest avarage muncul berkaitan dengan kelemahan yang ditemukan pada teknik kuota. Seperti halnya teknik kuota, teknik Devisor ini juga memiliki beberapa varian. Yang membedakan dari tiap varian adalah bilangan pembaginya. Ciri khas dari teknik ini adalah Bilagan Pembagi BP tetap, tidak tergantung pada jumlah pendudukpemilihperolehan suara. Teknik Devisor juga memiliki beberapa varian, yaitu : a Varian D’Hondt Varian pertama adalah D’Hondt. Bilangan pembagi dari varian ini adalah berangka utuh 1,2,3,4,5,6,7, dan seterusnya kemudian diseleksi angka tertinggi. Kursi yang tersedia, pertama- tama akan disetorkan kepada daerah berpopulasi tinggi dan seterusnya. b Varian Sainte Lague Varian kedua adalah Sainte Lague. Varian ini meggunakan Bilanga Pembagi BP berangka ganjil 1,3,5,7,9, dan seterusya. Kemudian disaring angka tertinggi. Kursi yang tersedia, pertama-tama akan disetorkan kepada partai yang memperoleh suara tertinggi. 2. Single Transferable vote STV Karakter utama dari tipe ini adalah : pertama, menggunakan distrik beranggotakan majemuk. Kedua, pemilih melakukan rangking kandidat secara preferensial. Ketiga, kandidat yang mendapatkan suara melebihi kuota suara dinyatakan sebagai wakil distrik. Keempat, jika tidak ada yang melebihi kuota, kandidat yang preferensinya paling sedikit di singkirkan, tapi preferensi keduanya diredistribusikan kepada kandidat lain. 91 Sampai saat ini, negara yang menggunakan sistem ini adalah Irlandia. 92

3. Sistem Campuran

Sistem ini merupakan perpaduan penerapan secara bersama-sama sistem distrik dan sistem proporsional. Sistem ini meliputi sistem Parallel, dan Mixed Member Proportional MMP. 93 Disebut sistem parallel bila dua perangkat sistem pemilihan yang digunakan tidak berhubungan dan dibedakan, dan satu sama lain tidak saling bergantung. Sementara bila hasil dari dua sistem pemilihan dihubungkan, sedang alokasi kursi disisi sistem proportional bergantung pada yang terjadi di sistem mayoritas-pluralitas, sistem tersebut dinamakan Mixed Member Proportional MMP. 94 1. Parallel Pada sistem ini sebagian distrik memakai PR list, sebagian memakai Plurality Majority SystemDistrik. Oleh karena itu, sistem ini menerapkan 2 dua ballots 2 jenis kotak suara. Pemilih memilih; 1 ballot pertama untuk pemilihan distrik, dan 2 ballot kedua untuk memilih partai. 95 2. Mixed Member Proportional Pada sistem MMP, sebagian anggota parlemen dipilih melalui sistem distrik biasanya FPTP, sebagian melalui representasi proporsional. Sebelumnya sudah ditentukan berapa jumlah anggota parlemen yang dipilih melalui sistem distrik dan beberapa sistem proporsional. Partai-partai yang tidak mendapatkan suara melalui pemilu distrik dikompensasi dari penerapan sistem proporsional. Contohnya, bila suara partai memenangkan 10 suara nasional tetapi tidak mendapatkan satupun kursi dari distrik maka partai akan dihadiahi kursi dari sistem PR agar perwakilan partai tersebut mencapai kira-kira 10 dari total keanggotaan di parlemen. 96 91. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 35-36. 92. Pippa Noris, Memilih Sistem Pemilihan ….. Dalam Khairul Fahmi, Pemilihan Umum.., Op. Cit, hal 70. 93. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 36. 94. Pemilihan Umum, http:setabasri01 ….. Dalam Khairul Fahmi, Pemilihan Umum.., Ibid, hal 76. 95. Sigit Pamungkas, Ibid, hal 36. 96. Ibid, hal 36-36.