Dampak Penyebaran Lokalisasi Prostitusi

610 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik Dalam perspektif teori kelembangaan, CSR haruslah diatur dengan regulasi yang memungkinkan diaturnya perilaku perusahaan dengan melembagakan nilai dan norma sesuai dengan norma yang ada dengan membentuk lembaga yang independen dalam melaksanakan kebijakan CSR. Campbell 2007 berpendapat bahwa hubungan antara kondisi ekonomi dasar dan perilaku perusahaan dalam CSR dimediasi oleh beberapa kondisi kelembagaan: peraturan pemerintah dan swasta, kehadiran organisasi independen non-pemerintah dan lainnya yang memantau perilaku perusahaan, norma dilembagakan mengenai perilaku perusahaan yang sesuai, perilaku asosiatif antara perusahaan sendiri, dan terorganisir dialog antara perusahaan dan pemangku kepentingan mereka. Teori kelembagaan dapat menarik pelaku usaha untuk berperilaku dengan cara tertentu melalui penggunaan insentif yang lebih positif, penghargaan, dan mekanisme lainnya. Teori kelembagaan ini telah digunakan oleh Fifka dan Pobizhan 2014 dalam penelitiannya tentang pendekatan kelembagaan CSR di Rusia yang menyinpulkan bahwa institusi politik dan sosial-ekonomi nasional menentukan praktik CSR, dan bagaimana hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor internasional, seperti standar CSR, kerangka kerja, dan harapan pemangku kepentingan asing. Hasil menunjukkan bahwa kesadaran untuk CSR telah dikonsepkan dari pola bisnis Barat, tetapi pemahaman dan praktek CSR dominan ditentukan oleh lingkungan kelembagaan negara. CSR sebagian besar merupakan perluasan dari peran sosial tradisional yang bisnis Rusia. Berbeda dengan riset yang dilakukan oleh Muthuri dan Gilbert 2010 dalam menganalisis kelembagaan CSR di Kenya dengan menyimpulkan bahwa untuk pelembagaan CSR di Kenya, kurangnya didukung peraturan pemerintah, dan kapasitas pemerintah serta komitmen untuk menegakkan peraturan. Sehingga pembentukan lembaga CSR fungsional dan masyarakat sipil yang dinamis yang memajukan peraturan harus didorong. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang undangan statute approach. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil melalui wawancara maupun pengamatan langsung dengan melakukan wawancara kepada responden, yaitu; 1 Pemerintah Daerah, baik eksekutif maupun yudikatif yang terkait dengan pengelolaan CSR; 2 wakil masyarakatLSM penerima program CSR, dan;3 Pengurus Perusahaan atau asosiasi bisnis. Data sekunder menggunakan dokumen berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian, data statistik, gambar dan berbagai hasil dari perilaku manusia yang berupa peninggalan fisik maupun arsip. Data yang diperoleh tersebut disusun sistematis dan dianalisis secara deskriptif pendekatan kualititatif Starus, 2003: 45, yaitu: dengan memberikan pemaparan dan menjelaskan secara holistik dan mendalam verstehen dengan maksud mengevaluasi dan mengidentifikasi berbagai kebijakan CRS dan pelaksanaan CSR Provinsi Jawa Tengah dari perspektif kelembagaan baru. TEMUAN DAN PEMBAHASAN CSR sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Organisasi Internasional untuk International Organization for Standardization in the International Organization for Standardization, 2007 standar berarti “tanggung jawab organisasi untuk dampak keputusan dan kegiatan terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui transparan dan perilaku etis yang memberikan kontribusi untuk pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, memperhitungkan harapan stakeholder, adalah sesuai dengan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma- norma internasional perilaku dan terintegrasi di seluruh organisasi dan dipraktekkan dalam hubungan nya “. Definisi di atas lebih dari sinkretisme dari definisi yang ada dan interpretasi dari istilah “tanggung jawab sosial perusahaanintah daerah serta mengevaluasi kondisi eksisting berbagai program CSR di DIY dan Provinsi Jawa Tengah yang telah dilaksanakan, dilakukan dalam tiga hal yaitu: Kebijakan daerah tentang CSR, Forum CSR daerah.

1. Kebijakan CSR Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah dan DIY

Peran serta pemerintah dalam kebijakan CSR menjadi sangat penting untuk menjamin keterlibatan sektor swasta dalam proses pembangunan yang berkesinambungan. Menurut Steurer 2010 bahwa ada lima alasan mengapa pemerintah harus berperan dalam kebijakan CSR. 611 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik Pertama, pemerintah tertarik CSR karena dapat membantu memenuhi tujuan kebijakan atas dasar sukarela dari perusahaan tersebut. Motivasi ini tidak hanya pada tujuan kebijakan yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. Liston-Heyes dan Ceton 2007 menyatakan bahwa CSR berkaitan dengan mendistribusikan sumber daya perusahaan untuk tujuan umum non bisnis. Kedua, Dengan adanya kebijakan CSR ini, biaya politik yang relatif mulai berkurang oleh kelompok kepentingan khusus. Untuk meletakkannya secara positif, penurunan intervensi negara ‘mungkin membuka kemungkinan lebih’ ‘bertanggung jawab’ ‘bentuk interaksi antara kelompok pemangku kepentingan’, termasuk bentuk-bentuk baru dari intervensi pemerintah seperti Kebijakan CSR. Ketiga, pemerintah berusaha untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam mendefinisikan konsep dan mendorong praktik perusahaan dengan inisiatif tidak mengikat. Keempat, pendekatan kebijakan CSR memperkuat pemerintahan untuk melakukan regulasi hirarkis dan co-regulasi. Kelima, CSR berkaitan dengan mengelola hubungan bisnis dengan berbagai pemangku kepentingan, konsep jelas membentuk ulang tidak hanya rutinitas manajemen tetapi juga peran, dan hubungan antara, bisnis, pemerintah dan masyarakat sipil. Dalam hal ini, CSR mengarah ke ‘pergeseran keterlibatan masyarakat dan swasta sektor. Berdasarkan temuan lapangan bahwa bentuk kebijakan Pemerintah daerah dalam merespon CSR berbeda- beda. Untuk DIY misalnya, pemerintah memperkuat kebijakan CSR dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Pergub yang terkait dengan pembentukan forum CSR dengan leading sector nya adalah Dinas Sosial DIY. Pengaturan CSR dalam kebijakan daerah masih bersifat sektoral yang di koordinasikan oleh Dinas Sosial yang terkait dengan masalah-masalah kesejahteraan sosial saja, Misalnya Nikah Masal, Bantuan Ambulan, dll. Kebijakan dalam bentuk Pergub ini masih banyak kekurangannya dikarenakan belum diaturnya masalah CSR secara komprehensif. Karena hanya pada sector kegiatan dari dinas social saja,tidak mencakup kegiatan lainnya. Akibatnya sektor lainya tidak bisa terlibat dalam program CSR. Begitupula dengan perusahan juga hanya diarahkan untuk kegiatan sesuai dengan program dinas social, padahal implementasi CSR bisa sangat luas. Oleh karena itu, pemerintah DIY di bawah Bappeda bidang Perekonomian melakukan kajian terkait CSR yang pada hasil kajian sementara diperlukan CSR perlu di atur dalam bentuk Perda atau Pergub. Tapi berdasarkan rekomendasi dan masukan dari Biro Hukum Pemprov DIY sebaiknya di Perda-kan. Selain dari Pemda DIY, DPRD DIY juga sudah ada inisiatif untuk membuat Perda CSR ini. Dengan adanya Perda ini nantinya CSR akan disinergikan dengan program-program pemerintah sehingga tidak tumpang tindih dari program CSR yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di DIY. Selain juga nantinya CSR ini tidak hanya dibidang sosial saja, tapi lebih multi sector terutama terkait masalah pendidikan, pemberdayaan masyakar dan UMKM, lingkungan serta kebencanaan. Wawancara dengan Istiqomah, Bidang Bina Kapasitas, Bagian Perekonomian Pemda DIY, 03 Juni 2015 Jam. 11.05 Sedangkan masalah kontrol pemerintah terhadap pelaksanaan CSR di DIY memang belum maksimal dikarenakan Peraturan Gubernur ini hanya mengkordinasikan forum CSR yang dilakukan oleh Dinas Sosial DIY. Dalam Perda tersebut Forum CSR daerah hanya berfungsi sebagai lembaga koodinatif. ehingga tidak ada kekuatan bagi pemerintah daerah untuk mewajibkan bagi perusahaan untuk melakukan dan mengecek perusahaan yang telah melakukan program CSR. Kerjasama pemerintah daerah dengan Forum CSR DIY selama ini bersifat koordinatif dan fasiltasi saja. Dimana, pemerintah daerah memberikan data-data terkait peta daerah atau program sasaran yang akan memudah forum CSR untuk melakukan program CSR. Sebab sesuai ketentuan bahwa pemerintah tidak boleh menerima duit dari perusahaan, sehingga peran pemerintah daerah hanya sekedar koordinatif dan fasilitasi saja. Sedangkan untuk fasilitasi pemerintah daerah hanya menyediakan tempat pertemuan saja. Rencana pengaturan dalam Perda tentang CSR DIY ini memang nantinya mencakup multi sektoral yang tidak hanya terkait dengan masalah kesejahteraan social saja, melainkan pada bidang-bidang lain yang terkait dengan Pendidikan, Lingkungan, Kebencanaan, Ekomoni, dll. Nantinya dengan adanya Perda ini nantinya dibentuk Pokja-Pokja per SKPD yang terkait dengan program CSR di DIY. Untuk kedepannya pemerintah DIY akan mendorong pengaturan dalam bentuk Perda CSR yang nantinya bisa lebih memberikan program CSR yang ada di DIY bisa lebih terkoodinasi dan adanya kepastian hukun dari perusahaan untuk melakukan CSR di DIY. 612 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik Berbeda dengan Provinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan kebijakan CSR hanya menggunakan Surat Keputusan Gubernur Jateng No. 460110 Th. 2012 Tentang Forum CSR DinKesos. Dimana, SK Gubernur ini memberikan kewenangan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah untuk mengkoordinasikan terbentunya Forum Kesos. Forum CSR DinKesos ini dibawah bidang perberdayaan sosial yang sesuai tupoksi membawahi potensi sumber dan CRS ini merupakan potensi sumber Kesos yang nanti dapat membantu pemerintah dalam menangani masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS ada 5 juta jiwa di Jawa Tengah. Sehingga masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Sosialisasi Forum CSR Kesos ke seluruh Jawa Tengah dengan meminta masukan dari Bupati dan Walikota se Jawa Tengah. Dari hasil sosialisasi tersebut mendapat banyak masukan karena dalam melaksanakan mengkoordinasikan TJSP ini pemerintah daerah belum punya pengangan yang kuat yang bisa dijadikan dasar hukum sehingga belum optimal. Sebab dalam realitasnya di Jawa Tengah masih susah untuk mengajak peran serta dunia usaha dalam mensinergikan dengan program pemerintah, sebab CSR perusahaaan masih berorientasi pada lingkungan nya sendiri dan branding saja. Sehingga untuk CSR, masalah-masalah sosial belum banyak perusahaan yang perhatian ke sana dikarenakan tidak adanya aturan dari yang bisa dijadikan pegangan bagi pemerintah untuk mengarahkan dunia usaha melakukan CSR. Wawancara dengan Bu Heny, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinsos Jawa Tengah, 11 Juni 2015 Jam 10.00 Kendala dalam kebijakan CSR bidang Kesos ini masih banyak ketidaktahuan pemerintah daerah kabupaten Kota dalam memahami CRS Kesos dan juga perusahaan belum ada kegairahan untuk mengarahkan CRS nya dalam bidang Kesos. Daya dukungnya dari pelaksanaan CSR Kesos ini karena adanya komitmen pemerintah dalam membentuk Forum CSR Kesos yang sangat perhatian terhadap masalah yang terkait bidang Kesos. Terdapat 4 [empat] permasalahan yang terjadi apabila Program CSR dilakukan sendiri-Sendiri oleh masing- masing pihak, yaitu: 1. Kurang tepat sasaran; 2. Terjadi penumpukan sasaran; 3. Pelaksanaan program kurang komprehensif; 4. Tidak menemukan kelompok sasaran ideal. Perusahan hanya mengambil sikap gampang dan praktis saja yauti , melaksanakan CSR di masyarakat sekitar perusahaan beroperasi. Dengan program yang diinginkan masyarakat setempat yang kadang juga tidak berdampak jangka panjang . Lebih pada bantuan bantuan fisik semata dan tidak bersifat pemberdayaan masyarakat community development.. Berdasarkan permasalahan diatas, maka Pemerintah Provinsi Jateng mengusulkan untuk memperkuat CSR ini dalam bentuk Perda. Saat ini Raperda CSR sudah dibicarakan di tingkat Pansus. Intinya dengan adanya CSR ini nantinya pemeritah daerah punya acuan dalam memberikan arahan bagi perusahaan dalam melakukan CSR secara koordinatif dan kompresensif. Sehingga dapat tercapainya tujuan pembangunan daerah yang disenergikan dengan program CSR dari perusahaan swasta. Dengan adanya Raperda Provinsi Jateng Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum bagi perusahaan dalam pelaksanaan CSR dan meningkatkan kualitas kehidupan dan kelestarian lingkungan yang bermanfaat bagi perusahaan, masyarakat, Pemerintah Daerah KabupatenKota dan pihak pihak terkait dengan operasional perusahaan diseluruh wilayah Jawa Tengah. Sehingga terjalin hubungan Perusahaan dengan Pemerintah Daerah dan Pemerintah KabupatenKotaserta masyarakat dalam menunjang program pembangunan di Jateng. Bidang kerja lainnya yang secara nyata memberikan dampak peningkatan kualitas masyarakat dengan melibatkan Forum CSR yang beranggotakan Perusahaan, Asosiasi Perusahaan, SKPD Provinsi Jateng dan masyarakat. Mekanisme keterlibatan perusahaan dalam Forum CSR dengan jalan menyusun rencana dan menentukan program CSR bersama Forum TJSLP, setelah itu penandatangan naskah kerjasama Program CSR apabila melibatkan Pihak Ketiga. Pelaksanaan Program CSR dan yang terakhir adalah monitoring evaluasi. Program CRS bersama Forum CSR, Pelaporan Hasil Pelaksanaan CSR kepada Forum CSR. Sedangkan penghargaan dan sanksi yang akan diatur dalam Raperda CSR adalah dimana akan gubernur memberi penghargaan kepada Perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sekurang-kurangnya memenuhi 1 satu dari beberapa kreteria berikut ini : 613 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik 1. Memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan pembangunan Daerah; 2. Memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat; 3. Memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik; 4. Menjaga dan mempertahankan lingkungan; 5. Membangun infrastruktur untuk kepentingan publik; 6. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; dan 7. Melakukan kemitraan atau kerjasama dengan usaha mikro, kecil, atau koperasi. Sedangkan sanksi bagi Perusahaan yang melanggar kewajiban dikenakan sanksi administrasi berupa: peringatan tertulis; danatau dan diumumkan di media massa cetak dan elektronik daerah tentang daftar perusahaan yang belum melaksanakan CSR di Provinsi Jateng.

2. Kelembagaan Forum CSR di Pemerintah Daerah

Forum CSR KESOS adalah suatu lembaga yang diinisiasi oleh unsur masyarakat, dunia usaha dan perguruan tinggi dan difasilitasi pemerintah yang bertujuan mengoptimalkan implementasi peran dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Latar belakang adanya forum CSR didasarkan pada dua landasan, yaitu: Pertama, memang keberadaaan Forum ini dibentuk untuk membantu pemerintah dalam bidang kesejahteraan sosial dan Disnsos dalam hal ini untuk mengatasi masalah 7 masalah PKMS di Jawa Tengah dan DIY Kemiskinan, Ketelantaran, Kecacatan, Keterpencilan, keterpencilan, ketunaan social dan penyipangan perilaku perilaku, korban bencana, dan diskrimisasi, ini permasalahan awal terbentukknya forum ini. Kedua, adanya landasan hukum dari SK Gubernur Jateng dan Peraturan Gubernur DIY. Prinsip dasar dalam CSR Kesos adalah: 1. Mutualitas, pelaksanaan CSR - Kesos didasarkan pada saling menguntungkan antar tiga pihak, yaitu dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah. 2. Sensitivitas, yakni kepekaan dunia usaha terhadap permasalahan yang dialami oleh para PMKS, sehingga bersikap responsif dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial. 3. Keberpihakan, yaitu bahwa CSR – Kesos dilaksanakan secara pro aktif untuk mengadvokasi kepentingan dan kebutuhan orang-orang yang dibantu individu, kelompok, keluarga dan masyarakat atau para PMKS agar dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. 4. Inisiatif, yakni bahwa CSR – Kesos dilaksanakan atas dasar prakarsa dunia usaha sendiri, bukan atas dasar pemaksaan oleh pihak tertentu. 5. Kemitraan, yaitu bahwa CSR Kesos dilaksanakan atas dasar kerja sama yang baik kolaborasi antar dunia usaha, masyarakat dan pemerintah. Dengan sasaran program pada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS, Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial PSKS, dan PMKS lainnya. Tujuan dari Forum CSR di Jateng sebagaimana yang termaktub dalam SK gubernur ada 4, yaitu: 1. Membantu Gubernur sesuai dengan lingkup kewenangannya dalam mengoptimalkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan social. 2. Menghimbau kepada dunia usaha untuk menyisihkan dana tanggung jawab sosialnya untuk disalurkan kepada mereka yang menyandang masalah kesejahteraan social. 3. Membangun kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 4. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur Jawa Tengah. Dalam Forum CSR di Jateng ini terdapat 23 perusahaan yang tergabung baik yang terdiri dari BUMN, BUMD dan Swasta. Namun, dalam forum yang terlibat banyak dan mudah ajak bekerjasama adalah dari swasta. Namun bila dilihat dari pemahaman terhadap isu Kesos, hampir semua perusahaan yang ada tidak atau belum banyak yang tertarik dengan CSR di bidang kesos ini. Mereka tahu ada kemiskinan dan keterlantaran tapi mereka lebih tertarik dengan isu branding. Seharusnya berimbang antara branding dengan tanggungjawab sosial. Namun sekarang ini lebih dominannya brading. Kita juga lihat bahwa perusahaan dalam CRS selalu prioritas pada lingkungan dimana perusahaan ini berada sehingga terkesan politis hanya untuk kepentingan keaamanan sendiri disekitar lingkungan perusahaan. 614 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik Pengelolaan kelembagaan CSR ini, Dinas Sosial Jateng hanya sebagai fasilitasi dan koordinatif saja. Untuk fasilitasi, Forum CSR diberi ruang kantor untuk koordinasi program dan staf. Selain itu juga Dinsos juga menyediakan anggaran bagi forum CSR. Keberatan perusahaan dalam CSR ini sering kali pemerintah dearah salah kaprah dalam melihat forum ini dengan harapan yang berlebih, Padahala forum ini khan terkait dengan CSR bidang kesos, Namun pemerintah daerah selalu menyodorkan untuk hal2 fisik sehingga beberapa perusahaan mengalami keberatan kerana besarnya budget yang dibebankan ke perusahaan untuk proyek fisik. Forum ini tidak boleh menerima uang dan lebih bersifat makelar, namun masih didanai oleh APBD tahun pertama 2 juta perbulan, tahun kedua 12 juta setahun dan tahun ketiga 10 pertahun. Dalam forum ini saya bisa rasakan mana yang setia kawan dan konsens terhadap CSR ini. Perusahaan tidak ada yang membiayai sehingga kita sukarela dan menyatu aja visinya bagaimana fokus pada PMKS Wawancara dengan Andaru, Pengurus Forum CSR Jateng, Tanggal 11 Juni 2015, Jam 11. Memang seharunya Forum ini harus dikuatkan kewenangan dan sekarang sudah akan di kuatkan dengan perda lebih bagus lagi. Dan beberapa daerah kabupatenkota sudah membentuk forum CSR dan CFCD. Forum ini belum terbentuk disemua dearah kabupatenkota. Kerana sesuaia dengan aturan permensos bahwa forum CRS itu hanya ada di pusat dan provinsi. Namun, di jateng berusaha untuk memfasilitasi pemerintah daerah untuk membentuk forum, yaitu: 1. Forum CSR Kesos Kabupaten Banyumas 2. Forum CSR Kesos Kabupaten Rembang 3. Forum CSR Kabupaten Wonogiri 4. Forum CSR Kabupaten Klaten 5. CFCD Community Forum for Community Development Kabupaten Semarang. 6. CFCD Kabupaten Sragen 7. CFCD Kota Pekalongan. Bila dilihat dari antusias daerah kabupaten kota untuk membentuk forum yang berbeda nama, namun pada intinya adalah sama lebih pada komitmen pada CRS bidang Kesos. Keterbatasan Forum CSR ini masih banyak kendala terkait dana operasional karena selama ini lebih banyak menggunakan tenaga sukarela dan kadang menggunakan uang pribadi dalam operasionalnya dan kewenangan yang dilmiliki sangat terbatas. Cara mereka untuk mensiasati biaya operasional ini, masing- masing pengurus forum disesuaikan dengan agenda kegiatan perusahaan yang melakukan perjalanan ke daerah. Dan Forum CSR ini lebih menggunakan dana pribadi dan saweran untuk mencukupi kegiatan operasional. Mekanisme kerja forum CSR adalah bekerjasama dengan Dinsos untuk melakukan mapping dulu, buat program kemudian membuat proposal dan setelah itu baru ditawarkan ke anggota forum untuk diakeskusi oleh forum. Selain itu forum juga punya program kegiatan tahunan ada yang biasa dalam bentuk penguatan UMKM, Expo dan bedah rumah. Laporan pertanggungjawabannya CRS kepada dinsos setiap tahun dan di share ke perusahaan sedangkan ke masyarakat belum. Mungkin lewat koran sudah tapi belum dalam bentuk report dan kami ada ide untuk mengaktifkan website kita nanti. Kita juga sudah kerjasama dengan Koran Tribun dalam setiap kegiatannya. Sama halnya dengan DIY, keberadaan Forum CSR adalah disebabkan adanya angka kemiskinan di Yogyakarta masih cukup tinggi banyak memunculkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS. Sehingga dibentuklah Forum Corporate Social Responsibility Kesejahteraan Sosial Forum CSR Kesos DIY, untuk mengentaskan permasalahan sosial di masyarakat. Ketua Forum CSR Kesos DIY, GKR Pembayun mengatakan, selama ini program CSR yang dilakukan oleh dunia usaha, BUMN lebih banyak pada sektor kesehatan ataupun pendidikan. Sedangkan yang fokus untuk menangani masalah sosial masih sangat minim. Hal inilah yang mendasari dibentuknya forums CSR Kesos. Forum ini nantinya hanya akan mengadvokasi dan memfasilitasi kepada perusahaan untuk menyalurkan program CSR pada masalah sosial. Saat ini Forum telah memiliki data