790
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen
Pendanaan dari negara: Pembayaran subsidi langsung kepada para kandidat atau partai politik dari dana
negara dengan bentuk-bentuk utama dari pendanaan negara secara tidak langsung adalah sebagai berikut: Waktu siaran gratis, penggunaan fasilitas negara dan pegawai pemerintah; hibah dari negara untuk yayasan-yayasan
partai; dan keringanan pajak.
Sumbangan pendanaan swasta: Bentuk-bentuk utama dari pendanaan swasta adalah sebagai berikut: Iuran
anggota; sumbangan perorangan untuk partai politik atau kandidat; pendanaan oleh lembaga-lembaga seperti perusahaan besar, serikat buruh, dll
Pengendalian Pengeluaran: Kerangka hukum dapat menentukan pengeluaran biaya pemilu partai dan
kandidat supaya ada pemerataan kesempatan untuk mencapai keberhasilan.
Persyaratan pelaporan dan pengungkapan: Dengan adanya pembatasan sumbangan atau pengeluaran
kampanye, tidak berarti mengensampingkan pelaporan dan pengungkapan yang terbuka. Kerangka hukum harus mewajibkan pelaporan berkala dalam jangka waktu yang wajar atas semua sumbangan yang diterima dan
pengeluaran yang dilakukan oleh kontestan pemilu. Hukuman harus sesuai dengan tingkat pelanggaran, selain itu undang-undang itu juga harus memperbolehkan publik untuk mengakses laporan sumbangan dan pengeluaran
kampanye sehingga isinya dapat dibaca oleh partai lain yang berkepentingan, para kandidat dan pemilih.
Kemudian untuk mengukur kepatuhan calon terhadap aspek-aspek pengaturan dana kampanye ini maka dilakukamlah audit terhadap laporan dana kampanye. Audit merupakan sebuah cara yang kuat untuk mendeteksi
dan menegakkan peraturan-peraturan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh partai politik dan kandidat dengan keuangan mereka meskipun demikian, penerapan audit tidak menjamin akurasi laporan keuangan
yang diserahkan oleh partai politik dan kandidat, dan dengan demikian tidak menjamin transparansi seutuhnya. Pengawasan publik masih dibutuhkan, terutama untuk membangun kepercayaan pada sistem pengawasan
keuangan politik. Beberapa tantangan dalam pelaksanaan audit adalah persoalan netralitas Auditor, mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, apalagi dengan model audit yang diinginkan untuk bisa melihat akuntabilitas dana
kampanye, serta mekanisme audit yang dilaksanakan harus bisa mengakomodir kemampuan partaicalon dengan kemampuan dan anggaran yang kecil.
26
Menurut Ramlan Surbakti, secara lebih detil aspek yang diatur dalam dana kampanye ini menyangkut sumber dana kampanye, wujud dana kampanye, batas maksimal sumbangan dari berbagai pihak yang diizinkan
memberikan sumbangan, jumlah maksimal pengeluaran kampanye, persyaratan tentang identitas penyumbang dan asal-usul sumbangan, tata cara pembukuan dana kampanye yang harus terpisah dari pembukuan penerimaan
dan pengeluaran partai untuk kegiatan nonkampanye, pencatatan penerimaan dalam bentuk uang pada rekening khusus dana kampanye, mekanisme pelaporan penerimaan dan pengeluaran kampanye, persyaratan Kantor
Akuntan Publik KAP yang akan ditunjuk oleh KPU untuk mengaudit laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, mekanisme kerja KAP, prosedur audit, larangan, dan sanksi
27
2. Regulasi Dana Kampanye dalam Aturan Perundangan Pemilu Indonesia
Di Indonesia sendiri, sejak pemilu pertama tahun 1955, Pemilu pada Orde Lama, hingga pemilu terakhir yang diselenggarakan oleh pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997, isu dana kampanye belum mendapatkan
perhatian yang proporsional dalam berbagai peraturan yang mengatur tentang pemilu, baru pada pemilu tahun 1999 yaitu Pemilu pertama Pada masa Orde Reformasi, aturan pemilu di Indonesia akhirnya mengakomodir
pengaturan tentang dana kampanye, dan kemudian digunakan untuk Pemilu pada tahun-tahun selanjutnya.
Ketentuan-ketentuan dana kampanye dalam undang-undang pemilu pasca Perubahan UUD 1945 tercantum dalam: UU no 3 1999, UU No 122003, UU No 102008, UU No 82012 untuk pemilu legislatif; UU No 232003
dan UU No 422008 untuk pemilu presiden, dan UU No 322004 untuk pilkada Secara umum mengatur tentang:
26. Pedoman Pengawasan Keuangan Politik, Pelatihan Deteksi dan Penegakan oleh International Foundation for Electoral Systems IFES pada tahun 2013
27. Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, dan Topo Santoso. 2008. Perekayasaan Sistem Pemilu untuk Tata Politik Demokratis, Partnershif for Governance Reform Indonesia, Jakarta,
791
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
1. Sumber dana kampanye yang berasal dari partai politik, calon, dan sumbangan tidak mengikat; 2. Batasan sumbangan perseorangan dan perusahaan;
3. Jenis sumbangan yang dilarang; 4. Laporan daftar penyumbang;
5. Audit dana kampanye; 6. Mekanisme pelaporan dana kampanye, dan
7. Sanksi atas pelanggaran ketentuan dana kampanye.
Walaupun setelah orde reformasi pengaturan Dana Kampanye ini telah menjadi bagian yang selalu ada dalam setiap UU PemiluPemilukada dan sekilas materi pengaturan dana kampanye sudah mencukupi. Akantetapi
jika dicermati, pengaturan dana kampanye dalam undang-undang masih mengandung banyak kekurangan dan kelemahan: batasan sumber dana belum diatur secara jelas, jumlah dan jenis belanja kampanye tidak
diatur, mekanisme pelaporan masih belum memudahkan, sistem audit yang belum memberikan ruang untuk menginvestigasi realisasi penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, dan ketiadaan sanksi tegas bagi pelanggar.
Kekurangan dan banyaknya celah untuk mengakali aturan tentang Dana Kampanye ini kemudian mulai disempurnakan dengan hadirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015. Beberapa hal baru yang dimuat dalam
undang-undang ini antara lain: Pertama Undang-Undang ini menyebut tujuh metode kampanye yang bisa dilakukan didalam Pasal 65 ayat 2 bahwa metode kampanye huruf c, d, e, dan f difasilitasi oleh KPU Propinsi
KPU KabupatenKota yang didanai APBD yang aturan nya lebih lanjut diatur dengan Peraturan KPU. Jadi, kampanye dalam bentuk debat publik, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga,
dan iklan media massa, kini dibiayai negara, sedangkan partai politik dan pasangan calon hanya membiayai dua bentuk kampanye yaitu pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog. Kedua, untuk pertamakali
nya undang-undang Pilkada mengatur tentang pembatasan dana kampanye. Hal ini tertulis dalam Pasal 74 ayat 9 “Pembatasan dana Kampanye Pemilihan ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU KabupatenKota dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupanluas wilayah dan standar biaya daerah.”
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan
pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian kualitatif menekankan pada makna, penalaran, defenisi suatu situasi tertentu, meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Iskandar, 2009 : 11.
Pendekatan deskriptif bertujuan memaparkan pengaturan Dana Kampanye dan praktek pelaksanaannya dalam kampanye pemilihan kepada daerah. Pemaparan pengaturan dan praktek tersebut kemudian menjadi
dasar analisis terhadap masalah-masalah pengaturan dan praktek Dana Kampanye di lapangan. Analisis terhadap fakta dilakukan untuk mengetahui praktek pengelolaan Dana Kampanye yang dilakukan Partai Politik atau
kontestan, dan dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Partai Politikkonstestan dalam usaha mencapai tujuan pemenangan kepala daerah
Untuk pengumpulan data dilakukan studi pustaka meliputi telaah terhadap teori dan konsep dana kampanye yang digagas sejumlah ahli dan lembaga-lembaga terkait pemilu, praktek pengelolaan dana kampanye pilkada,
perbandingan terhadap praktek pengaturan dana kampanye dibeberapa negara dan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya serta hasil dari penelitian sejenis mengenai pengaturan dana kampanye Pilkada.
792
Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Pemilu dan Parlemen
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
1. Sumber Dana:
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KP
K
28
terhadap 794 pasangan calon yang mengikuti Pilkada 9 Desember 2015 terdiri atas Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di
8 Pemprov, 34 Pemkot, dan 217 Pemkab menyatakan bahwa mayoritas Paslon menerima sumbangan untuk menutupi kesenjangan antara harta kas dan pengeluaran Pilkada, Sumbangan yang diterima tidak semua dilaporkan
kedalam LPSDK, Cakada menyadari bahwa terdapat konsekuensi saat menerima sumbangan, Konsekuensi sumbangan akan dibayarkan berupa kemudahan perijinan, kemudahan akses menjabat di pemerintah, kemudahan
ikut serta dalam lelang, keamanan dalam menjalankan bisnis, mendapatkan akses dalam menentukan kebijakan peraturan daerah dan mendapatkan bantuan kegiatan socialhibah
Secara terperinci Koordinator Nasional JPPR Masykurddin Hafis menyatakan
29
ada beberapa modus yang ditemukan dalam pelanggaran sumbangan dana kampanye dalam Pilkada serentak 2015 Modus pertama, adalah
sumbangan perseorangan yang melebihi batas yang telah ditentukan oleh UU dan PKPU, yakni batas maksimal sumbangan perseorangan kepada paslon senilai Rp. 50 juta. “Namun, ada sumbangan dari perseorangan untuk
calon kepala daerah Kabupaten Seluma Bengkulu Mufran Imron sebesar Rp. 75 juta. Ada kelebihan Rp. 25 juta. Di dalam LPSDK-nya jelas, sumbangan dari seorang bernama Muliadi berupa barang-barang nilainya Rp.
75 juta,”.
Modus yang kedua adalah pecah sumbangan dari dua atau lebih perusahaan yang bernaung di bawah satu group perusahaan, contohnya sumbangan untuk calon kepala daerah petahana Wali Kota Balikpapan H. Rizal
Effendi yang menerima sumbangan sebesar Rp. 2 miliar dari enam penyumbang korporasi. Keenam perusahaan tersebut, antara lain PT Barokah Gemilang Perkasa Rp. 500 juta dan PT. Barokah Bersaudara Perkasa Rp.
500 juta, PT Cindara Pratama Lines Rp. 300 juta, PT Hana Lines Rp. 250 juta, PT Mandar Ocean Rp. 250 juta, dan PT Pers. Pely Sinar Pasific Rp. 200 juta. “Padahal, enam perusahaan ini berinduk di bawah dua group
perusahaan saja, yakni Cindarata Pratama Lines Group dan Batokah Group yang masing-masing menyumbang sebesar Rp. 1 miliar,”
Modus ketiga, adalah menyebutkan identitas fiktif untuk alamat perusahaan penyumbang. Hal serupa masih terjadi pada perusahaan penyumbang calon Wali Kota Balikpapan H. Rizal Effendi. Setelah melakukan
verifikasi lokasi alamat dua perusahaan penyumbang terbesarnya, yakni PT Barokah Gemilang Perkasa dan PT Bersaudara Perkasa, lokasinya tidak dapat ditemukan di alamat yang tertera dalam LPSDK.
Serta modus keempat, terjadi di Tangerang Selatan di mana sumbangan perseorangan dari Indra kepada calon kepala daerah Tangsel Airin Rachmini Diany, indentitasnya tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Sehingga
ketika nomor yang bersangkutan dihubungi sebagaimana tertera dalam laporan, ternyata nomor tersebut bukan nomor Indra.
Hal lain yang dalam realisasinya belum diatur dan menjadi celah pelanggaran dana kampanye adalah dana kampanye dari calonkontestan. Melalui pintu dana kampanye dari calon para kontestan bisa memasukkan dana
dengan jumlah tidak terbatas kedalam dana kampanyenya, disini diperlukan audit yang mendalam untuk bisa memastikan bahwa dana yang dimasukkan adalah benar dari kontestan, bukan dana dari pihak lain yang sengaja
dititipkan dan kemudian disamarkan. Kolaborasi KPU dengan PPATK bisa melacak keabsahan sumber dana ini. tambahkan hasil penelitian “Transaksi Tunai”
Realitas ini tentu saja menyatakan bahwa dalam prakteknya calon tetap saja belum konsisten dalam menjalankan aturan dana kampanye, dan yang paling mengerikan, sekalipun mereka menyadari konsekwensi
dibalik tindakanya, hal ini ternyata tidak menyurutkan mereka untuk tetap mencari celah dalam mengumpulkan dana sebanyak munkin. Marcin Walecki menyatakan bahwa masalah utama dalam korupsi pemilu berkaitan
dengan masalah keuangan -dalam hal ini pengumpulan modal pemenangan. Secara umum, pendanaan politik
28. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK. 2016. Studi Potensi Benturan Kepentingan dalam Pendanaan Pilkada, Jakarta. 29. http:www.beritasatu.comnasional322745-jppr-temukan-pelanggaran-sumbangan-dana-kampanye-di-9-daerah.html
793
Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia
Pemilu dan Parlemen
yang korup dikumpulkan kandidat atau partai, dimana mereka melakukan operasi keuangan untuk keuntungan partai politik, kelompok kepentingan, atau kandidat dengan cara tidak benar atau tidak sah.
Mencermati besarnya usaha partai dalam mengumpulkan dana, perlu dikembangkan alternatif-alternatif penggalangan dana yang bisa dilakukan. Dalam studi yang dilakukan USAID 2003, disebutkan ada beberapa
sumber pembiayaan partai politik: pertama, pembiayaan yang bersumber dari party membership dues dan income generating activities. Kedua, pembiayaan partai politik dan kampanye yang digalang oleh small medium donors.
Ketiga, donasi dari para pemilik modal besar;. Keempat, dana yang bersumber dari elected officials dan Appointee’s salary subcharge. Kelima, dana-dana “gelap” yang digalang para kandidat dari sumber dana negara seperti: “setoran”
BUMN dan dana “non budgeter” yang diperoleh secara legal. Keenam, dan yang bersumber dari subsidi negara. Ketujuh, dana yang berasal dari kantong pribadi para kandidat.
Salah satu sumber pembiayaan dana kampanye yang menarik untuk dikembangkan adalah melalui pembiayaan oleh smallmedium donor misal-nya dibukanya iklan di media massa yang memberikan kesempatan
bagi pendukung partai politik dan kontestan untuk menyumbangkan dana bagi aktivitas partai politik yang didukungnya seperti yang dilakukan relawan Kawan Ahok yang melakukan cara kreatif dalam menggalang
dana dengan menjual merchandise berupa kalender, atau yang sering dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera mengoptimalkan sumber pendanaan dari internal partai dengan memungut sumbangan wajib Pemilu dari kader
partai berupa Gerakan Lima Puluh Ribu Galibu atau Gasibu Gerakan Sepuluh Ribu. Hal-hal legal dan kreatif seperti ini harus menjadi model baru dalam penggalangan dana di Indonesia, karena selain bisa mendapatkan
dana dengan cara yang legal, ini bisa menjadi sarana kampanye dan sosialisasi politik secara tidak langsung, bisa dipastikan orang yang memberikan dana adalah orang yang akan memberikan hak politik nya kepada kontestan.
Salah satu hal yang harus dicermati dari penggalangan dana ini adalah tentang akuntabilitas sumber dana. Pengumpulan dana secara massal memberikan tantangan cukup berat dalam pencatatan penyumbang, mengingat
banyak nya daftar penyumbang dengan nominal yang kecil tetapi tetap harus transparan dan akuntable, karena model penggalangan dana semacam ini justru bisa jadi bumerang jika sistem administrasi data penyumbang nya
tidak bagus.
2. Pengendalian Pengeluaran Dana Kampanye
UU Pilkada mensyaratkan untuk dana kampanye dibatasi jumlahnya. Hal ini untuk memberikan kesetaraan dan keadilan bagi semua kontestan. Pembatasan jumlah pengeluaran Dana kampanye secara otomatis akan
membatasi jumlah maksimal penerimaan yang boleh digalang, yang pada akhirnya akan bisa membatasi masuknya aliran-aliran dana secara tidak terbatas dan disinyalir memiliki politik hutang budi dibelakangnya.
Melalui pengaturan pengeluaran Dana Kampanye pemerintah berusaha untuk menggiring kontestanparpol untuk melakukan kampanye secara lebih sehat dan lebih berorientasi kepada bagaimana mengkampanyekan
visi misi dan program kerja kontestan kedepan. Model-model kampanye yang disinyalir berbiaya mahal dan cenderung memberikan euforia sesaat kepada pemilih serta rayuan-rayuan melalui pemberian barang dan uang
secara sistematis diharapkan mulai berkurang.
Akan tetapi didalam prakteknya kembali ditemukan manipulasi terhadap jumlah pengeluaran yang sebenarnya dengan jumlah pengeluaran yang dilaporkan, hasil penelitian KPK menyatakan bahwa terjadinya kesenjangan
antara dana kampanye yang dikeluarkan paslon dengan batasan dana yang diatur KPU menunjukkan bahwa batasan dana kampanye yang ditetapkan KPU tidak efektif. Kondisi tersebut terjadi karena hingga saat ini tidak
ada sanksi yang dikenakan kepada paslon jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap batasan dana kampanye yang ditetapkan
Dalam hal efektifitas pengendalian pengeluaran dana kampanye penulis mencoba membandingkan total dana kampanye yang digunakan sebelum dan sesudah adanya aturan pembatasan dana kampanye dalam UU no
8 tahun 2015 serta Peraturan KPU no 08 tahun 2015 dengan data sebagai berikut: