Konstelasi Politik Menjelang Pilkada 2015 di DPRD Riau

836 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen pemilihan dengan ketentuan, calon terpilih ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak. Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5 tiga koma lima persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Peserta pemilu adalah Partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu sebagaimana diatur dalam UU. Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 dengan daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupatenkota, atau gabungan kabupatenkota, sedangkan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3tiga kursi dan paling banyak 10 sepuluh kursi. Sebelum mengajukan bakal calon anggota DPR partai politik melakukan seleksi dengan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, danatau peraturan internal Partai Politik Peserta Pemilu. Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud memuat paling banyak 100 seratus persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan dengan memuat paling sedikit 30 tiga puluh persen keterwakilan perempuan. Pada setiap tiga nama calon, partai harus menyertakan sekurang-kurangnya 1 calon. Format surat suara memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut calon, dan nama calon tetap partai politik untuk setiap daerah pemilihan. Cara penyuaraan balloting yang dipakai dengan mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik danatau nama calon anggota legislatif berada pada surat suara. Sistem proporsional terbuka murni belum berhasil melahirkan anggota legislatif yang akuntabel dan transparan, bahkan sistem pemilu ini menjadi sangat pragmatik dan transaksional bahkan liberal yang ditandai dengan maraknya politik uang atau jual beli suara. Karena, setiap calon berlomba-lomba untuk memperoleh suara, sehingga menghalalkan segala cara untuk memperolehnya dan pada akhirnya membuat biaya politik calon menjadi semakin mahal. Besaran daerah pemilihan sebanyak 3 tiga sampai dengan 10 sepuluh kursi juga gagal melahirkan sistem multi partai sederhana, sehingga efektifitas sistem pemerintahan presidensial yang diinginkan belum terwujud. Dapat dilihat dari jumlah partai politik yang berhasil lolos ke parlemen yaitu sebanyak 10 sepuluh partai Politik. Partai politik juga belum mampu menempatkan bakal calon yang terbaik terutama calon perempuan, karena partai lebih mengutamakan figur daripada kualitas figur itu sendiri untuk dapat mendulang suara. Dengan sistem proporsional terbuka murni, format surat suara menjadi lebih besar karena selain memuat gambar dan nomor urut partai juga memuat nama calon tetap setiap partai, sehingga, menyulitkan pemilih saat melakukan proses pemberikan suara. Selain itu, kesulitan juga terjadi pada proses penghitungan surat suara oleh petugas, karena membutuhkan waktu yang panjang, sehingga rawan terjadi manipulasi hasil perhitungan surat suara. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka masalah kajian ini adalah “Bagaimana Desain Sistem Pemilihan Umum Legislatif Untuk Pemilu 2019 ?” Tujuan dari kajian ini adalah mengetahui desain sistem pemilihan umum legislatif untuk pemilu 2019. TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem Pemilu Dan Variannya

Menurut Miriam Budiardjo 2008 Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : a. Single-member Constituency satu daerah pemilihan mewakili satu wakil; biasanya disebut Sisten Distrik. b. Multi-member Constituency satu daerah pemilihan memiliki beberapa wakil; biasanya dinamakan Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional. 69 Sedangkan Jimly Asshiddiqie dalam Khairul Fahmi mengelompokkan sistem pemilu menjadi dua macam, yaitu : 1 sistem pemilihan mekanis, dan 2 sistem pemilihan organis. Dalam sistem mekanis, rakyat dilihat 69. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal 461-462. 837 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen dan dipandang sebagai massa individu-individu yang sama. Sedangkan dalam sistem yang bersifat organis, rakyat dipandang sebagai massa individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan geneologis, fungsi tertentu, lapisan sosial, dan lembaga-lembaga sosial. 70 Sedangkan, Menurut Ben Reilly dan Andrew Reynolds dalam Sigit Pamungkas, sebagai sebuah metode, sistem pemilu dirancang untuk melakukan tiga tugas utama. 71 Pertama, berperan sebagai saluran tempat rakyat bisa meminta pertanggungjawaban wakil-wakilnya. Kedua, menerjemahkan pilihan yang diberikan rakyat menjadi kursi yang dimenangkan dalam kursi legislatif. Ketiga, sistem pemilu yang lain membentuk batas-batas diskursus politik yang ‘bisa diterima’ dalam cara-cara berbeda, dan memberikan insentif bagi mereka yang berkompetisi untuk mengiklankan dirinya kepada pemilih dengan cara-cara tertentu. Menurut Andrew Reynolds dkk, sistem pemilu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 72 Bagan 1. Keluarga sistem pemilu Sumber : Andrew Reynolds, et.al., Electoral System Design : The New International IDEA Handbook, IDEA,Sweden, 2005, hal 28. Berikut akan dijelaskan mengenai varian-varian sistem pemilu tersebut :

1. Sistem Distrik

Sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan giografis. 73 Dalam sistem ini wilayah Negara dibagi ke dalam beberapa distrik pemilihan yang biasa berdasar atas jumlah penduduk. 74 Dalam sistem ini, calon dalam satu distrik yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pemenang sekalipun bukan peraih suara mayoritas. Sedangkan suara-suara yang diberikan kepada calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecil selisih kekalahannya. 75

a. Varian Sistem Distrik Sistem Distrik Memiliki 5 lima varian, yaitu :

1. First Past The Post FPTP

Sistem ini disebut juga dengan mayoritas relative relative majority atau mayoritas sederhana simply majority. Sebab, satu distrik menjadi bagian dari satu daerah pemilihan. Satu distrik hanya berhak atas satu kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal. 76 Jadi siapapun mendapat calon yang mendapatkan suara terbanyak mayoritas relatif sederhana, bukan mayoritas absolut 70. Khairul Fahmi, Pemilihan Umum Kedaulatan Rakyat, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 55. 71. Sigit Pamungkas, Op. Cit, hal 26. 72. Andrew Reynolds, dkk, Electoral System Design : The New International IDEA Handbook, Stockholm : International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2005, hal 28. 73. Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 462. 74. Sigit Pamungkas, Op. Cit, hal 27. 75. Rumidan Rabi’ah, lebih dekat dengan pemilu di Indonesia dalam Khairul Fahmi, Pemilihan Umum.., Op. Cit, hal 56. 76. Miriam Budiardjo, Ibid, hal 462.