Sistem Campuran full proseding JILID 2

844 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen parliamentary threshold, tetapi berkembang menjadi batas minimal yang harus diperoleh partai sebagai syarat untuk mengikuti pemilu pada pemilu periode berikutnya electoral threshold. 116

8. Jumlah kursi legislatif

Untuk menentukan jumlah kursi legislatif , Rein Taagepera dan Mattew S. Shugart dalam Sigit Pamungkas 2009:21 mereka menyatakan bahwa ada hubungan sistematis antara besarnya parlemen dengan jumlah penduduk di berbagai negara. Menurut mereka, dinegara maju, besaran parlemen adalah akar pangkat tiga dari jumlah pemduduk atau : F= P 13 Dimana F adalah jumlah kursi parlemen dan P adalah populasi atau jumlah penduduk. Akan tetapi, temuan tersebut hanya berlaku dinegara-negara maju. Tidak untuk negara berkembang. Sedangkan untuk negara berkembang Rein Taagepera dan Mattew S. Shugart mengemukakan rumus : F= 2LWp 13 Dimana F adalah jumlah kursi parlemen dan Wp adalah jumlah penduduk usia produktif, dan L adalah kemampuan baca-tulisbebas buta aksara. METODE PENELITIAN Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, kajian ini menggunakan metode penelitian studi pustaka yakni dengan menelaah buku-buku, laporan penelitian dan dokumen-dokumen lain yang dianggap relevan dengan pembahasan. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Melihat dari unsur-unsur sistem pemilu yang telah dijelaskan diatas, maka formula sistem pemilu legislatif yang sesuai dengan kondisi Indonesia untuk pemilu 2019 adalah sistem proporsional tertutup closed list dengan formula penghitungan suara menjadi perolehan kursi menggunakan metode divisor varian sainte laguewebster sedangkan penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut calon. Selain memilih calon anggota legislatif juga memilih calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan putusan MK Nomor 14PUU-IX2013, sehingga diharapkan pemilihan presiden dan wakil presiden memiliki coattail effect terhadap pemilihan legislatif. Melihat hasil dari dua pemilu terakhir 2009 dan 2014 dengan sistem proporsional terbuka murni Open List suara terbanyak dengan besaran dapil besar 3-10 sangatlah tidak relevan, bahkan sangat bertentangan dengan kehendak undang-undang untuk menyederhanakan sistem kepartaian. Sistem proporsional terbuka murni menciptakan sistem multipartai ekstrem, karena terdapat lebih dari lima partai politik dominan di parlemen, sehingga sistem pemerintahan presidensial sulit terbentuk. Sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka juga sangat liberal, pragmatik dan transaksional dengan maraknya politik uang. Kesulitan juga terjadi pada tingkat penyelenggara pemilu khususnya Badan Penyelenggara Ad Hoc terutama KPPS, dengan waktu yang sangat terbatas dan padat, sering terjadi kesalahan dan kekhilafan petugas KPPS dalam proses penghitungan suara dikarenakan KPPS harus menghitung lima jenis surat suara yang berbeda. Pada pemilu 2014, KPPS sampai membutuhkan waktu hingga larut malam untuk menghitung empat jenis suara. Belum lagi kendala faktor alam seperti hujan dll. Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 dinyatakan bahwa peserta pemilu DPR dan DPRD adalah partai politik, berdasarkan pada pasal ini maka untuk pemilu 2019, sistem pemilu yang tepat adalah proporsional tertutup. Karena partailah yang menjadi peserta pemilu, maka partai yang harus berjuang untuk memperkenalkan visi, misi dan juga calon anggota legislatif dari partainya. Sehingga, setelah terpilih partai politik diharapkan dapat mengontrol kadernya diparlemen, dan kader memiliki loyalitas kepada partai. Akan tetapi, partai politik harus benar-benar demokratis dalam menyeleksi calon. Proses rekrutmen harus benar-benar mewakili suara anggota 116. Ibid, hal 21. 845 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen partai politik, bukan kehendak segelintir pengurus. Mareka yang dicalonkan bukan karena faktor kedekatan pribadi seperti istri, anak, saudara, dll, tetapi lebih karena faktor integritas dan kredibelitas dan kapabilitas yang dimiliki oleh calon tersebut. Untuk keterwakilan 30 perempuan dalam daftar calon yang disusun, di antara tiga calon harus terdapat satu calon perempuan, dan calon perempuan harus mendapat prioritas dibeberapa daerah pemilihan sehingga, perempuan bukan hanya untuk pelengkap dalam daftar calon yang diajukan. Sistem Penyuaraan yang digunakan adalah kategorikal, yaitu dengan memilih satu partai politik, hal ini sesuai dengan pasal 22E ayat 3 UUD 1945 dan, untuk mempermudah pemilih dalam menentukan pilihan dalam bilik suara serta memudahkan badan penyelenggara ad hoc dalam proses penghitungan suara di TPS. Untuk menghasilkan sistem multipartai sederhana seperti yang diinginkan undang-undang, ambang batas legal threshold yang digunakan tetap sama dengan pemilu 2014 yaitu sebesar 3,5 tiga koma setengah persen. Sedangkan, besaran daerah pemilihan yang ditawarkan adalah besaran daerah pemilihan kecil 3-6 kursi perdapil, guna tercipta sistem multi partai sederhana untuk memperkuat lahirnya sistem pemerintahan presidensial yang efektif. Oleh karena itu, penataan besaran daerah pemilihan merupakan sebuah keniscayaan. Dengan menggunakan rumus Lijphart dapat dilihat rasionalitas perkiraan dari hubungan antara besaran distrik dengan ambang batas efektif sebagai berikut : Be saran Dae rah Pe milihan Rumus Te ff: 75 m + 1 Hasil 3 75 3 + 1 = 75 4 18,75 4 75 4 + 1 = 75 5 15 5 75 5 + 1 = 75 6 12,5 6 75 6 + 1 = 75 7 10,7 7 75 7 + 1 = 75 8 9,4 8 75 8 + 1 = 75 9 8,3 9 75 9 + 1 = 75 10 7,5 10 75 10 + 1 = 75 11 6,8 11 75 11 + 1 = 75 12 6,25 12 75 12 + 1 = 75 13 5,76 Sumber: Diolah sendiri atas rumus Lijphart mengenai Ambang Batas Tertinggi Tabe l 1. Perbandingan Ambang Batas Besaran Daerah Pemilihan Dari tabel diatas dapat dilihat apabila besaran daerah pemilihan 3-12, maka akan mempermudah partai politik untuk memperoleh kursi karena jumlah suara minimal partai untuk memperoleh kursi relatif kecil hanya 6,8– 18,75. Sedangkan dengan besaran daerah pemilihan 3-6 maka jumlah suara kursi minimal partai untuk memperoleh kursi jauh lebih tinggi yaitu antara 10,7 s.d. 18,75. Dengan penjelasan dari penerpan rumus Lijphart dapat dilihat bahwa daerah pemilihan yang kecil 3-6 dapat menyederhanakan partai politik yang duduk diparlemen. Untuk formula penghitungan suara menjadi perolehan kursi, metode yang digunakan adalah divisor varian sainte laguewebster dengan penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut calon. Metode saint lague digunakan karena merupakan metode yang paling adil dan proporsional untuk partai besar maupun kecil dan tidak begitu rumit untuk diterapkan. Metode kuota Hare tidak digunakan karena cenderung memperbanyak partai politik dominan di parlemen, sedangkan metode kuota droop dan metode divisor d’Hondt cenderung memperkecil jumlah partai dominan di parlemen. Contoh penerapan terhadap keempat varian tersebut dapat dilihat dalam tabel 2, 3, 4, dan 5. Terdapat 100.000 suara sah yang berasal dari 4 kontestan yaitu A,B,C, dan D untuk memperebutkan 6 kursi di sebuah daerah pemilihan. Perbandingan antara formula penghitungan suara menjadi kursi dapat dilihat ditabel 2 sampai tabel 5.