Aktor-aktor yang terlibat dalam tambang emas illegal

540 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Politik Lokal yang beroperasi saat sekarang boleh dikatakan illegal. Oleh sebab itu, pemerintah Kabupaten Sijunjug melakukan tindakan penertiban lokasi tambang emas illegal tersebut, akan tetapi penertiban ini tidak berjalan dengan lancar, disebabkan oleh banyaknya oknum aparat yang membecking usaha pertambangan ini dan Pemerintah daerah seolah-olah tidak berdaya menghadapi kondisi ini. Kondisi ini juga diperparah dengan munculnya konflik antara para penambang dengan pemerintahan daerah katika pemerintahan daerah bersikap tegas terhadap para penambang emas illegal tersebut

3. Potensi Konflik Tambang Emas Ilegal

Kebijakan pemerintah daerah melarang penambangan emas illegal PETI di Kabupaten Sijunjung menunjukan adanya political will pemerintah untuk membenahi potensi sumber daya alam yang ada di daerah. Maraknya penambangan illegal belakangan ini menimbulkan berbagai potensi konflik yang berujung pada terciptanya konflik yang lebih luas. Potensi konflik yang muncul pada aktivitas tambang emas illegal di Kabupaten Sijunjung dikaitkan dengan berbagai pihak dan kepentingan yang terlibat dalam aktivitas penambangan emas illegal tersebut. Ada beberapa potensi konflik yang bisa terlihat, yaitu: Pertama, Potensi konflik antara Pemerintahan Daerah Aparat penegak hukum polisi dengan para investor tambang emas pemilik modaldompeng, pemilik lahan lokasi dan pekerja tambang. Potensi konflik ini berkaitan dengan adanya kebijakan pemerintahan Kabupaten Sijunjung yang disupport oleh Polres Sijunjung untuk menertibkan tambang emas illegal. Terutama larangan untuk menggunakan alat berateskavator dalam melakukan aktivitas pertambangan, karena dengan menggunakan alat berat dapat merusak lingkungan. Dalam penertiban ini Polres Sijunjung di samping menahan para pelaku tambang juga menyita beberapa alat berat eskavator 90 . Kalau ada masyarakat yang akan melakukan aktivitas tambang emas, maka pemerintah menghimbau agar masyarakat mengurus IPR, sehingga pemerintah daerah biasa melakukan control terhadap pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama untuk keselamatan dan meminimalisir kerusakan lingkungan serta untuk melakukan reklamasi pasca tambang. Kedua, potensi konflik antara para penambang local 91 dengan pekerja tambang dari luar daerahpendatang. Umumnya penambang local bekerja sebagai pekerja tambang dan operator mesin dompeng, sementara pendatang adalah pemilik modal mesin dompeng, pemilik eskavator dengan pembagian yang besar untuk pemilik modal, sementara penambang local hanya menerima sebagian kecil saja dari keuntungan yang didapat dari pekerjaan tambang tersebut. Begitu juga dengan pemilik lahan yang juga berasal dari masyarakat local hanya mendapatkan 20-30 dari keuntungan tambang emas. Kondisi ini juga akan memicu kecemburuan antara penambang local terhadap pendatangpemilik modal, sehingga ini akan berpotensi memicu konflik horizontal di tengah-tengan masyarakat. Ketiga, potensi konflik antarpemilik lahan. Ini terjadi karena pada umumnya lahan yang dijadikan lokasi tambang berstatus tanah ulayat kaum, yang kepemilikannya dikuasai oleh mamak kepala kaum, sehingga ini akan memicu konflik antara mamak kepala waris dengan kemenakan terkait dengan pembagian hasil tambang yang didapatkan dari pemilik modal, belum lagi terkait dengan adanya ‘nomor kosong’ 92 dan biasanya dalam kelompok pekerja tambang juga pemilik modal meminta kepada pemilik lahan sebagai juru masak atau ‘tukang masak air’ 93 , ini akan terjadi rebutan antara para anggota kaum yang memiliki lahan tambang. Malahan ada mamak yang dikejar-kejar oleh para kemenakannya dengan senjata tajam dan ada juga yang sampai di sidangkan di Kantor Wali Nagari yang melibatkan KAN 94 . Dan biasanya pemilik modal hanya akan membuat perjanjian tambang baik lisan maupun tertulis dengan mamak kaum bukan dengan seluruh anggota kaum tersebut. Sehingga mamak kepala kaum sangat berperan dalam menentukan negosiasi pembagian untung tambang emas tersebut. Keempat, potensi konflik antara 90. Wartaandalas.comberita-polres-sijunjung-amankan-6-unit-eskavator-ilegal-mining 91. Masyarakat yang berasal dari nagari tempat lokasi tambang tersebut dilakukan, sementara pemilik modal berasal dari luar nagari 92. Nomor kosong, merupakan pembagian ‘bonus’ yang diberikan oleh pemilik modal kepada pemilik lahan, artinya kalau pekerja tambang tersebut berjumlah 10 orang, maka dihitung dalam pembagian keuntungan dengan jumlah 11 orang. 93. Juru masak tersebut juga mendapatkan 1 bagian yang disamakan dengan pembagian pekerja tambang 94. Dari hasil wawancara dengan Pak Bus, didapatkan keterangan ada mamak kaum Suku Chaniago di Nagari Koto Tuo yang sampai dikejar oleh kemenakan dengan senjata tajam terkait adanya kemenakan merasa mamaknya tidak adil dalam membagi hasil tambang 541 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Politik Lokal pemilik lahan tambang terkait dengan tapal batas, baik ketika dilakukannya pembukaan tambang maupun ketika lahan tambang tersebut sudah digali, karena pada umumnya lahan bekas tambang tidak bisa ditentukan lagi secara jelas tapal batasnya. Sehingga pemilik lahan akan saling klaim tanah bekas tambang tersebut.

4. Optimalisasi Politik Pengelolaan Sumber Daya Alam

Dengan menjamurnya keberadaan tambang emas illegal di Kabupaten Sijunjung, yang tersebar di Kecamatan IV Nagari, Kecamatan Kupitan, Koto VII, Sijunjung dan Kecamatan Kamang Baru dengan kegiatan penambangan yang tidak terkendali tentu menimbulkan berbagai persoalan, baik dari segi hukum, ekonomi, konflik social, budaya dan lingkungan. Sebenarnya untuk optimalisasi pengelolaan sumber daya sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penafsiran mengenai konsep penguasaan Negara terhadap pasal 33 UUD 1945 dapat dicermati dalam putusan MK mengenai kasus-kasus pengujian undang-undang terkait dengan sumber daya alam. MK dalam pertimbangan hukum putusan perkara UU Migas, UU ketenagalistrikan dan UU Sumber Daya Air menafsirkan mengenai hak menguasai Negara bukan dalam makna Negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa Negara hanya merumuskan kebijakan beleid, melakukan pengaturan regelendaad, melakukan pengurusan bestuursdaad, melakukan penggelolaan beheersdaad dan melakukan pengawasan toerzichtoundendaad. Dalam rangka optimalisasi pengelolaan SDA terutama sumber daya pertambangan, maka pemerintah mengeluarkan seperangkat aturan mengenai pertambangan, yang diatur dalam undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. Diharapkan dengan adanya aturan mengenai pertambangan tersebut, hasil dari kekayaan sumber daya alam tambang bisa dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan dengan eksplorasi tambang dengan memperhatikan aspek lingkungan dan keselamatan kerja. Ditingkat daerah, aturan mengenai pertambangan diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah yang bersangkutan. Untuk Kabupaten Sijunjung Pemerintahan Daerah telah merumuskan kebijakan dalam pengaturan, pengurusan dan pengelolaan dan pengawasan terhadap aktivitas tambang emas illegal dengan mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2010 tentang Prosedur dan Mekanisme Pengurusan Wilayah Pertambangan Rakyat WPR dan Izin Pertambangan Rakyat IPR dan Perda No. 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Dan Batubara. Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan di bidang pertambangan. Akan tetapi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah daerah kabupatenkota dalam hal penetapan wilayah pertambangan, wilayah pertambangan rakyat serta pemberian izin pertambangan rakyat dialihakan kepada Pemerintah Daerah Propinsi, hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 120253 tanggal 16 januari tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan setelah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka segala kebijakan mengenai sector pertambangan seperti penerbitan izin baru, sedang dalam proses dan yang telah oleh pemerintah kabupaten berkaitan dengan izin usaha pertambangan IUP IUPKIPR komunitas mineral, batubara, non logam dan batuan, kewenangannnya telah dilimpahkan ke provinsi. Untuk Daerah Kabupaten Sijunjung sendiri, setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tidak mengeluarkan izin pertambangan emas lagi. Malahan menurut Sekretaris Dinas Pertambangan dan Mineral Kabupaten Sijunjung sejak akhir tahun 2012 pemerintah daerah tidak mengeluarkan izin pertambangan yang baru lagi dan hanya memberikan izin perpanjangan sampai tahun 2014 95 . Artinya seluruh tambang emas yang beroperasi di Kabupaten Sijunjung semenjak tahun 2014 hampir dipastikan tidak ada yang mengantongi izin pertambangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat alias PETI Pertambangan tanpa izin alias illegal. 95. Wawancara dengan Sekretaris Dinas Pertambanagn dan Mineral Kabupaten Sijunjung