Peran serta masyarakat. full proseding JILID 2

634 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik f. Pencegahan melalui Badan Usaha, Tempat Usaha, HotelPenginapan, Tempat Hiburan, PemondokanAsrama. Penanggungjawab badan usaha, tempat usaha, hotelpenginapan dan tempat hiburan sebagaimana dimaksud berkewajiban melakukan pengawasan terhadap usaha yang dikelolanya agar tidak terjadi penyalahgunaan narkotika dengan cara: a meminta kepada karyawan untuk menandatangani surat pernyataan di atas kertas bermaterai yang menyatakan tidak akan mengedarkan danatau menyalahgunakan narkotika selama menjadi karyawan di badan usaha, tempat usaha, hotelpenginapan dan tempat hiburan yang dikelolanya; b ikut melaksanakan kampanye dan penyebaran informasi yang benar mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika secara sendiri atau bekerja sama dengan dinaslembaga terkait; c memasang papan pengumuman larangan penyalahgunaan narkotika di tempat yang mudah dibaca di lingkungan kerjanya; d melaporkan adanya indikasi penyalahgunaan narkotika yang terjadi di lingkungan kerjanya kepada pihak berwenang; dan e bertindak kooperatif dan proaktif kepada aparat penegak hukum dalam hal terjadi penyalahgunaan narkotika di lingkungan badan usaha, tempat usaha, hotelpenginapan dan tempat hiburan miliknya. g. Pencegahan melalui Media Massa di Daerah. berkewajiban untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika antara lain: a melakukan kampanye dan penyebaran informasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika; b menolak pemberitaan, artikel, tayangan yang dapat memicu terjadinya penyalahgunaan narkotika; dan c melakukan peliputan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika. h. Pencegahan melalui Tempat Ibadah dilaksanakan melalui: a menghimbau para jamaahnya untuk tidak menggunakan dan menyalahgunakan narkotika; b membuat pengumuman tentang larangan penyalahgunaan narkotika dan menempatkannya di tempat yang mudah dibaca; dan c memasukkan unsur narkotika dalam penyampaian materi khutbah atau ceramah kepada para jamaahnya.

3. Peran Serta Masyarakat

Masyarakat mempunyai hak dan tanggungjawab dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika serta prekursor narkotika. Hak dan tanggungjawab masyarakat dapat diwujudkan dengan cara mencari, memperoleh, memberikan informasi dan melaporkan tentang adanya dugaan penyalahgunaan narkotika serta prekursor narkotika kepada BNN ataupu aparat penegak hukum lainnya. KESIMPULAN Terdapat landasan yang kuat baik secara filosofi, sosiologis maupun yuridis bagi Pemerintah Daerah untuk membentuk peraturan daerah tentang peran serta masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan narkotika. Secara filosofi bahwa seluruh komponen bangsa mulai mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya P4GN. Secara sosiologis bahwa fakta menunjukan bahwa penyalahgunaan dan peredaran narkotika sudah dalam level “darurat”. Dalam upaya P4GN tidak cukup mengandalakan aparat penegak hukum tetapi diperlukan kolaborasi semua elemen untuk mendukung upaya P4GN. Secara yuridis terdapat landasan yang kuat bagi pembentukan peraturan daerah tentang peran serta masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan narkotika yaitu terdapat dalam UU No. 352009 tentang Narkotika dan Permendagri No. 212013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, beserta peraturan lainnya yang terkait. Ruang lingkup perda ini akan dibatasi pada pengaturan kegiatan mengenai antisipasi dini, pencegahan dan peran serta masyarakat yang diarahkan pada terciptanya lingkungan yang bebas dan bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropoka dan bahan adiktif lainnya. 635 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pemberdayaan Alternatif, Rencana Aksi Nasional Pemberdayaan Masyarakat 2011-2014, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Badan Narkotika Nasional BNN, Jakarta, 2012. Direktorat Pemberdayaan Alternatif, Pedoman Kerja Dan Petunjuk Teknis Pemberdayaan Alternatif Masyarakat Desa, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Badan Narkotika Nasional BNN, Jakarta, 2012. Deputi Bidang Pencegahan, Petunjuk Teknis Kegiatan Pencegahan Bahaya Narkoba di Lingkungan Keluarga, BNN, Jakarta, 2015. Direktur Diseminasi Informasi, Prosedur Kerja Standar Diseminasi Informasi P4GN Bidang Pencegahan Melalui Media Elektronik, Deputi Bidang Pencegahan, BNN, Jakarta, 2011. Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Penanganan Kondisi Darurat Narkoba Melalui Skema Perencanaan dan Pelaksanaan Program Pembangunan Lintas Sektor, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, 2015. Martaatmadja, Awas bahaya napza, PT Bengwan ilmu, Semarang, 2007. Flavianus Darman, Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba, Visimedia, Jakarta, 2006. Susi Adisti, Belenggu Hitam Pergaulan “Hancurnya Generasi Akibat Narkoba”, Restu Agung, Jakarta, 2007. Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 2006. Moh. Taufik Makaro, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005. Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lany dan Mukshin, Kejahatan-Kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara, Bina Aksara, Jakarta, 2005. Ahmad Jazuli, Upaya Menajaga Diri Dari Bahaya Narkoba. Bengawan Ilmu, Semarang, 2007. Deputi Bidang Pencegahan, Memilih lingkungan bebas narkoba, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2007. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Buku Pedoman Bidang Peran serta masyarakat, Direktorat Peran Serta Masyarakat, Badan Narkotika Nasional, Jakarta, 2013 I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia, Bandung, 2008. Sirajudin, dkk, Legislative Drafting Pelembagaan metode partisipatif dalam pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, In Trans Publishing Malang, Cetakan Ketiga, 2008. Konrad Hesse, Grundzuge des Verfassungsrechts der Bundesrepublik Deutschland, HeidelbergKarlsruhe: Muller, 1977. 636 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS FISIK DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM REDUCE,REUSE,RECYCLE DI KOTA MAKASSAR Nuryanti Mustari Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar E-mail:nuryantimustariymail.com Ihyani Malik Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar E-mail: ihyaniislahuddinyahoo.co,id A b s t r a k Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan pokok yakni penyandang disabilitas kurang diberdayakan dalam melaksanakan kebijakan atau program pemerintah, karena adanya gangguan pada fisik mereka yang menghambat aktifitas sosial, ekonomi dan politik sehingga mengurangi haknya untuk beraktifitas penuh seperti masyarakat umumnya. Penelitian ini bertujuan menjelaskan model pemberdayaan penyandang disabilitas Fisik dalam implementasi program Reuse, Reduce dan Recyle 3R di Kota Makassar.Pengembangan Model pemberdayaan penyandang disabilitas fisik dilakukan melalui 1 pendekatan aksesibilitas non fisik meliputi pemberian pemahaman, dan pemberian kesempatan untuk berpatsipasi dalam implementasi program 3R, dan 2 pendekatan pelatihan keterampilan kerja mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai ekonomis.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan jenis-jenis penelitian yang relevan.Pengabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi, seperti triangulasi terhadap data-dataimplementasiprogram pemerintah Reuse, Reduce, Recyle 3R.Pendekatan kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara yang mendalam digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang valid. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara komperhensif mengenai pemberdayaan penyandang disabilitas fisik dalam implementasi program pemerintah.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian pemahaman kepada penyandang disabilitas fisik terkait program 3R dilakukan cukup baik oleh Dinas Sosial dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar. Akan tetapi tingkat partisipasi penyandang disabilitas fisik dalam mengelola sampah agar bernilai ekonomis masih perlu ditingkatkan. Sedangkan dari segi pendekatan rehabilitasi pelatihan, Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk pemberdayaan pelatihan kerja belum cukup mampu mendorong penyandang disabilitas ke arah yang lebih berdaya. Keywords: Pemberdayaan, Disabilitas Fisik, Implementasi kebijakan. PENDAHULUAN Pemberdayaan menurut Parsons dalam Suharto 2010 adalah sebuah proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi terhadap terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupan. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan menurut Parsons pada intinya dilakukan sebagai proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta dapat berpengaruh dalam kehidupannya. Disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka. Penyandang disabilitas di Indonesia cukup banyak jumlahnya sehingga tidak boleh diabaikan keberadaannya. Berdasarkan catatan Kementerian Kesejahteraan Sosial, jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 2.126.000 jiwa pada tahun 2012 dengan jenis kecacatan yang berbeda-beda. Sementara itu berdasarkan pendataan hasil kerja sama departemen sosial RI. dan surveyor Indonesia pada tahun 2008 bahwa terdapatnya jumlah penyandang disabilitas 34.510 orang di propinsi sulawesi selatan yang tersebar di 24 kota kabupaten. Populasi penyandang disabilitas terdata di kota Makassar sebanyak 2.250 orang yang terdiri atas 1.794 orang penyandang disabilitas fisik, 242 orang penyandang disabilitas mental dan 214 orang penyandang disabilitas fisik dan mental ganda . terdiri atas : 1.390 laki-laki 62 dan 860 perempuan 38 . Sedangkan berdasarkan sensus BPS tahun 2010 jumlahpenyandang disabilitas di kota makassar jauh lebihbesar yaitu sebanyak 93.629 orang dengan klasifikasi yangberbeda-beda seperti tertera dalam tabel 1.1 dibawah ini: