Pendirian BUM Des Pendirian dan Pengelolaan BUM Des

732 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Demokrasi, Desentralisasi, Governance MITIGASI BENCANA SEBAGAI UPAYA AWAL BAGI PERSIAPAN KOTA PADANG DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI: SUATU STUDI PENDAHULUAN Roni Ekha Putera Jurusan Ilmu Adminisrasi Negara, FISIP, Unand Mahasiswa Program Doktor Administrasi Publik, FISIP, UNPAD E-mail: roniekhaputeragmail.com Abstrak Kota Padang Merupakan salah satu Kota di Sumatera Barat yang memiliki ancaman bencana gempa bumi yang tinggi. Secara Geografis Kota Padang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia dan beresiko Tinggi terhadap bencana gempa bumi yang disebabkan oleh subdiksi mentawai. Perkiraan gempa besar yang akan terjadi didasarkan pada Penelitian yang dilaksanakan oleh para ahli kegempaan dari Nanyang Technology University dan LIPI. Mengingat Kota Padang yang Rawan Gempa Bumi tersebut maka perlu upaya yang sejak awal dilakukan oleh Kota Padang dalam hal ini Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait guna meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi akibat bencana gempa bumi. Upaya Mitigasi bencana menjadi hal yang penting untuk dilakukan, seperti amanat Peraturan Daerah Kota Padang No. 3 Tahun 2008 Tentang Penanggulangan bencana, bahwa upaya mitigasi yang dimaksud adalah berupa 1 Pelaksanaan tata ruang yang aman terhadap bencana, 2 Pengaturan Pembangunan, pengaturan infrastruktur dan tata Bangunan serta 3 penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara modern maupun konvensional. Untuk itu diperlukan koordinasi dan komunikasi antar stakeholder yang terkait dimana Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran BPBDPK sebagai leading sector, tanpa pemahaman dan pengetahuan yang cukup tentang hal ini, maka akan sukar untuk mengembangkan lingkungan hidup yang aman dari bencana alam. Ketika mitigasi bencana alam sebelumnya hanya sebatas himbauan dan anjuran pemerintah, sehingga kenyataan ini tidak pernah dilakukan dengan serius. Namun dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 merupakan awal dari era baru dalam mitigasi bencana di Indonesia. Sekarang, mitigasi bencana bukan lagi sekadar anjuran dan himbauan, tapi sudah merupakan kewajiban untuk dilaksanakan, mengingat satu falsafah dasar dalam mitigasi bencana alam, yaitu laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat maka akan menjadi semakin tinggi, karena akan semakin banyak manusia menempati wilayah-wilayah rawan bencana, yang tadinya tidak atau sedikit dihuni atau dikembangkan. Tujuan yang sangat penting dalam mengurangi dampak bencana alam adalah dengan memasukkan faktor bencana alam dalam perencanaan pembangunan dan perluasan wilayah. Disamping itu, juga melakukan usaha-usaha untuk mengurangi kerawanan bencana bagi wilayah yang terlanjur ada di wilayah rawan bencana tidak terkecuali Kota Padang. Kata Kunci: Mitigasi Bencana, Gempa Bumi, Pemerintah Kota, dan Rawan Bencana PENDAHULUAN Persoalan kebencanaan beberapa tahun terakhir ini menjadi kajian yang menarik untuk dibahas, berbagai kejadian bencana yang tidak terduga telah membukakan mata semua pihak betapa pentingnya penanggulangan bencana di masa yang akan datang, hal ini sejalan dengan kerangka aksi Hyogo yang menyerukan pada seluruh Negara untuk menyusun mekanisme Pengurangan resiko bencana Pramusinto, 2009. menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa 85 bencana yang terjadi selama lima tahun terakhir ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan lingkungan hidup dan sekitar 80 penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan bencana BNPB, 2014. Ibaratnya, Indonesia adalah laboratorium bencana di mana setiap orang belajar tentang berbagai jenis bencana dan akibat yang mengikutinya seperti Gempa Bumi dan Tsunami Pramusinto, 2009. Gambar 1. Peta Potensi Ancaman Bencana Di Indonesia Sumber: BNPB 2016 733 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Demokrasi, Desentralisasi, Governance Dari peta yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana maka terlihat Sumatera Barat dalam hal ini Padang memiliki tingkat ancaman yang tinggi terhadap bencana bersama dengan beberapa daerah lainnya di Indonesia. Sementara itu, kebijakan terhadap penanggulangan bencana baru muncul pada tahun 2007, ketika pemerintah dan DPR menyetujui ditetapkannya UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang merupakan landasan hukum bagi aktivitas pengurangan risiko bencana di Indonesia yang harus dilakukan secara lebih komprehensif. Kemauan politik ini sejalan dengan upaya masyarakat internasional untuk mengurangi dampak bencana sampai separohnya pada tahun 2015, seperti tertuang dalam kerangka kerja untuk aksi Hyogo Hyogo Framework for action Pramusinto, 2009. Untuk itu, berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tersebut pemerintah mereformasi lembaga-lembaga penanggulangan bencana dan membentuk Badan Penanggulangan Bencana Nasional BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD. BNPB mengkoordinasikan penanggulangan bencana secara nasional dan BPBD di Daerah. Setelah pemberlakuan UU No. 24 Tahun 2007 tersebut, pada tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten kota ditetapkan peraturan daerah tentang kebencanaan. Untuk Provinsi Sumatera Barat diatur dalam Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2007, sedangkan untuk Kota Padang diatur dalam Peraturan daerah No. 3 Tahun 2008. Dalam aturan yang ada yang dimaksudkan dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Untuk kasus Kota Padang dengan adanya pemberlakuan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 tentang penanggulangan bencana, seharusnya dengan telah adanya aturan tentang kebencanaan maka korban akan dapat diminimalisir jika ada nya bencana. Namun kenyataannya pada contoh kasus saat terjadi bencana Gempa besar tanggal 30 September 2009 yang lalu masih banyak korban berjatuhan. Seperti yang diketahui, bencana gempa bumi yang melanda Sumatera Barat termasuk Kota Padang yang mengakibatkan ribuan jiwa menjadi korban dan ribuan rumah dan fasilitas umum serta infrastuktur menjadi hancur. Kepanikan melanda dimana-mana keadaan menjadi kacau karena pada umumnya masyarakat tidak tahu harus berbuat apa, hal ini disebabkan minimnya pengetahuan tentang kebencanaan yang mereka miliki. Hal itulah yang banyak terlihat ketika gempa bumi melanda Sumatera Barat khususnya Kota Padang pada tanggal 30 September 2009 yang lalu. Data menunjukkan korban meninggal di Sumatera Barat adalah sebanyak 1.195 Orang, luka berat 619 orang dan luka ringan 1.179 orang. Sementara kerugian materi tercatat 114.797 rumah rusak berat. 676.198 rusak sedang dan 67.828 rusak ringan. Untuk kerusakan sarana fasilitas umum, tercatat jumlah kerusakan sebanyak 2.163 ruang pendidikan, 51 unit fasilitas kesehatan, 1.001 rumah ibadah, 21 unit jembatan, 178 unit ruas jalan dan 130 irigasi rusak berat. Sedangkan untuk Kota Padang sendiri jumlah korban dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 1. Jumlah Korban Jiwa Gempa 30 September 2009 No Kecamatan Korban Jiwa Hilang Meninggal Luka Berat Luka Ringan Mengungsi 1 Lubuk Kilangan 3 1 1 2 Koto Tangah 1 20 3 30 3 Kuranji 6 9 7 4 Padang Barat 128 90 228 5 Padang Utara 13 2 6 Padang Selatan 20 2 12 7 Padang Timur 68 39 82 8 Nanggalo 17 10 28 9 Lubuk Begalung 3 31 24 29 10 Pauh 4 1 1 11 Bungus Teluk Kabung 6 7 Jumlah 4 316 181 425 Sumber: www.padang.go.id