Kegiatan yang dilaksanakan. full proseding JILID 2

825 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Pemilu dan Parlemen b. Bentuk DPS yang dihasilkan ternyata sangat menyulitkan petugas yang ada dilapangan seperti PPS karena format DPS tidak sesuai dengan sistem kemasyarakatan yang ada di Kab. Solok yang menurut sistem RTRW, sedangkan DPS yg dihasilkan menurut sistem blok dan sistem blok ini hanya dapat dipahami oleh BPS. c. Adanya kesulitan PPS dalam mensosialisasikan DPS karena format DPS yang tidak memungkinkan untuk ditempel di media pengumuman,sehingga hal ini mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam mengakses informasi mengenai DPS. Karena partisipasi masyarakat yg rendah ini maka mempengaruhi dalam hal tanggapan masyarakat terhadap DPS,sehingga ini mempengaruhi validitas data dari DPS yang nantinya akan menjadi DPT. d. Terjadinya tarik ulur tanggungjawab antara KPU dengan BPS atas DPS yang dihasilkan karena menuai banyak komplain dari masyarakat. 5. Rekomendasi a. Perlu meninjau ulang isi kesepakatan dengan instansi lain dalam bekerjasama dalam kegiatan pendaftaran pemilih sehingga tidak terjadi kerancuan kewenangan antara instansi yang bersangkutan. b. Perlu penyamaan sistem yg digunakan dalam pendaftaran pemilih terhadap sistem kemasyarakatan yg berlaku di masyarakat Kab. Solok. PENUTUP Pelaksanaan Pemilu Legilatif tahun 2004 yang berbeda sama sekali dengan Pemilu Legislatif sebelumnya memang menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi penyelenggara Pemilu sebagai bekal pelaksanaan pemilu Legislatif berikutnya. Berbagai carut marut yang terjadi dalam masa persiapan menjelang pemungutan suara tanggal 5 April 2004 ba- gaimanapun juga tidak bisa dimaklumkan begitu saja tanpa adanya evaluasi. Konsep pemilu yang berbeda, jenis lembaga yang dipilih bertambah, lembaga penyelenggara yang hanya punya waktu kurang dari 10 bulan untuk mempersiapkan segala sesuatunya, dan alasan- alasan lainnya, tidak begitu saja lantas boleh membuat lembaga penyelenggara bertepuk dada merasa telah berhasil menyelenggarakan salah satu pemilu terumit di seluruh dunia. Bagaimanapun juga penyelenggara pemilu harus merasa begitu banyak kekurangan yang telah terjadi. Dengan kondisi seperti yang telah terjadi sejak KPUD dibentuk sampai pelaksanaan pemungutan suara tanggal 5 April 2004, sebenarnya KPU sampai KPUD bisa berbuat yang lebih baik. Kampanye yang tak terlalu berdarah, partisipasi yang cukup tinggi, dugaan kecurangan oleh penyelenggara yang jauh berkurang, pendidikan politik yang lebih baik, seharusnya mampu ditingkatkan lagi di masa depan. Sungguh naif bila menganggap pelaksanaan Pemilu 2004 adalah yang terbaik selama sejarah Republik tercinta kita ini. Dunia luar memang mengakui keberhasilan Pemilu 2004 yang salah satunya ada- lah Pemilu Legislatif. Akan tetapi kita sebagai penyelenggara pemilu harus berani instropeksi diri bahwa sebenarnya ada capaian yang lebih baik yang bisa kita gapai kemarin apabila kita benar-benar mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki. Semoga kita dapat menebusnya dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. DAFTAR PUSTAKA Axel Hadenius, Democracy and Development, Cambridge: Cambridge University Press, 1992 Demokrasi dan Potret Lokal Pemilu 2004, Yogyakarta-Salatiga: Pustaka Pelajar dan Percik, 2005 Kacung Marijan, Pengantar, dalam Joko J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu – Dari Sistem sampai Elemen Teknis, Semarang-Yogyakarta: LP3M Universitas Wahid Hasyim dan Pustaka Pelajar, 2008. Alan Wall, et al. Electoral Management Desaign : The International IDEA Handbook. Stockholm. International IDEA. 826 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Pemilu dan Parlemen PAW ANGGOTA DPRD RIAU 2014-2019 PASCA PENETAPAN MENJADI PASANGAN KEPALA DAERAH PADA PILKADA 2015 Alexsander Yandra Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning E-mail: alexsyunilak.ac.id A b s t r a k Mekanisme Penggantian Antar Waktu PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2016 melalui mekanisme yang panjang dan menimbulkan berbagai polemik baik ditingkat elit maupun pada masyarakat. Mulai dari tahap pengusulan pemberhentian oleh dewan perwakilan daerah DPD Provinsi partai politik, persetujuan dalam rapat DPRD, verifikasi KPUD Provinsi Riau, surat pengusulan yang kemudian diteruskan ke Mendagri untuk dikeluarkan peresmian PAW. Keterlambatan surat keputusan Mendagri terkait penetapan pengganti PAW dari keenam anggota DPRD Riau yang ikut pilkada 2015 berimplikasi terhadap kekosongan perwakilan di daerah pemilihan enam anggota dewan yang mengundurkan diri tersebut. Hal ini secara administrasi sangat berpengaruh terhadap DPRD Riau dalam pengambilan keputusan dan bagi masyarakat daerah pemilihan juga berdampak terhadap berkurangnya perwakilan mereka di pemerintah. Penelitian ini menggunakan konsep penggantian antar waktu PAW dan teori lembaga perwakilan politik. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme proses PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2019 pasca ditetapkannya menjadi calon kepala daerah pada pilkada desember 2015 terjadi dinamika ditingkat DPRD dan Partai Politik Pengusung serta memakan waktu yang cukup panjang. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap kekosongan dalam lembaga perwakilan DPRD Provinsi Riau yang mana secara administrasi tidak lengkapnya anggota DPRD dalam pengambilan keputusan sehingga tertundanya dalam penetapan APBD Riau tahun 2016. Kata Kunci: Pergantian Antar Waktu, Perwakilan Politik PENDAHULUAN Dinamika Penggantian Antar Waktu PAW terjadi pada anggota DPRD Riau periode 20014-2019 pasca penetapan enam anggota DPRD Riau menjadi calon kepala daerah pada pilkada desember 2015. Adapaun enam anggota DPRD Riau tersebut yaitu Suparman dan Indra Putra dari Farksi Partai Golkar, Mursini dari PPP, Eko Soehardjo dari Partai Demokrat, dan Zukri Misran dan Syafrudin Potti dari PDIP. PAW enam anggota DPRD Riau tersebut melalui mekanisme yang panjang dan menimbulkan berbagai polemik baik ditingkat elit maupun pada masyarakat. Mulai dari tahap pengusulan pemberhentian oleh dewan perwakilan daerah DPD provinsi partai politik, persetujuan dalam rapat DPRD, ferivikasi KPUD Provinsi Riau, surat pengusulan yang kemudian diteruskan ke mendagri untuk dikeluarkan peresmian penggantian antar waktu melalui gubernur Pasal 385 Pasal 388 Undang- undang Nomor 27 Tahun 2009 Junto Pasal 104 Pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010. Peresmian pemberhentian dan pengangkatan PAW anggota DPRD ditetapkan dengan keputusan Gubernur atas nama presiden. Kemudian diatur lagi dalam Pasal 16 ayat 2 Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2000 tentang Pedoman Penggantian Antar Waktu yang menegaskan anggota DPRD Provinsi pengganti antar waktu diresmikan secara administrasi dengan keputusan mendagri atas nama presiden. Realitasnya, masih ada celah yang menjadi perdebatan dalam mekanisme PAW anggota DPRD Riau yang ditetapkan oleh KPUD menjadi calon kepala daerah. Mulai dari terlambatnya surat keputusan mendagri terkait penetapan pengganti PAW dari keenam anggota DPRD Riau yang ikut pilkada lalu Partai PDIP yang belum mengajukan nama untuk pengganti Zukri Misran dan Syaifudin Potti. Implikasinya terjadi kekosongan perwakilan didaerah pemilihan enam anggota dewan yang mengundurkan diri tersebut. Secara administrasi sangat berpengaruh terhadap DPRD Riau dalam pengambilan keputusan dan bagi masyarakat daerah pemilihan dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Penelitian ini mengkaji mekanisme proses PAW enam anggota DPRD Riau periode 2014-2019 pasca ditetapkan menjadi calon kepala daerah. Untuk itu peneliti mengajukan permaslahan bagaimanakah dinamika PAW enam anggota DPRD Riau pasca ditetapkannya menjadi calon kepala daerah pada pilkada 2015. Tujuannya untuk