Kerajaan Mataram Islam Ilmu Pengetahuan Sosial IPS 1 Kelas 7 Atang Husein C Suprijadi CH Supatmiyarsih M 2008

183 Sumber: Indonesian Heritage 2: 2002. Wilayah ini adalah pusat pemerintahan. Wila- yah kraton disebut juga Kutanagara atau Kuta- gara.  Wilayah sekitar Kraton Wilayah sekitar kraton disebut Negara Agung. Yang termasuk wilayah sekitar kraton adalah Kedu, Bagelan, dan Pajang.  Wilayah di luar Negara Agung Wilayah di luar Negara Agung disebut Pasisir- an. Wilayahnya meliputi daerah pantai.  Wilayah di luar Mataram Wilayah di luar Mataram disebut Mancanega- ra. Sultan Agung bercita-cita dan berusaha mem- persatukan seluruh Nusantara. Wilayah Nusan-tara yang sudah berhasil ditaklukkan antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, sebagian Jawa Barat ter-masuk Banten. Sedangkan Batavia belum berhasil ditak- lukkan. Pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung me- ngerahkan ribuan prajurit untuk menyerang VOC di Batavia. Akan tetapi, kedua serangan itu gagal. Oleh karena itu, Mataram harus selalu waspada terhadap rongrongan VOC. Kegagalan kedua se- rangan tersebut antara lain disebabkan:  jarak Batavia dan pusat kekuatan Mataram di Jawa Tengah terlalu jauh;  kurangnya makanan;  serangan penyakit menular yang menimpa para prajurit. Sultan Agung, sebagai seorang muslim, tidak lupa memperhatikan bidang keagamaan. Tradisi Grebekan Maulud dan perayaan Sekatenan diadakan setiap tahun. Grebekan Maulud dan Sekatenan adalah upacara memperingati hari lahirnya Nabi Mu- hammad SAW. Setiap Jumat, Sultan Agung sholat bersama dengan rakyatnya di Masjid Agung di lingkungan keraton. Demikian pula pada hari-hari raya Islam, Sultan Agung merayakannya bersama dengan rakyat. Kedisiplinan, kejujuran, ketertiban, tanggung jawab dan keadilan sangat d ijunjung tinggi dan selalu diwujudkan oleh Sultan Agung dalam setiap kesempatan. Sikap-sikap tersebut juga diterapkan kepada para pembesar kerajaan dan lingkungan keluarganya. Misalnya, pada suatu ketika Prabu Anom, putra mahkota berbuat sesuatu yang ku- rang terpuji. Sultan Agung sangat malu dan selama 40 hari ia tidak melakukan sholat di masjid. Para pembesar dan rakyat Mataram sangat sedih. Sete- lah putra mahkota meminta maaf dan menyadari kesalahannya, barulah Sultan Agung kembali tam- pil di muka umum. Pada tahun 1633, Sultan Agung menciptakan kalender Jawa yang merupakan perpaduan antara kalender Saka dan kalender H ijriyah. Beliau menetap- kan tanggal 1 Muharam 1043 H menjadi tanggal 1 Mu-haram Suro tahun 1555 tahun Jawa. Tahun 1633 bertepatan dengan tahun 1043 H dan tahun 1555 Saka. Perhatian Sultan Agung terhadap perkem- bangan sastra sangat besar. Ia sendiri bahkan meru- pakan seorang sastrawan. Di dalam bidang sastra, Sultan Agung mengarang kitab Serat Sastra Gending yang berisi ajaran filsafat Jawa. Sultan Agung wafat pada tahun 1645. Ia dima- kamkan di Imogiri. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami kemunduran karena raja-raja penggantinya lemah dalam menghadapi Belanda. Sultan Agung digantikan oleh putranya yang ber- gelar Amangkurat I. Amangkurat I memerintah Mataram dari ta-hun 1645-1677 M. Ketika ia menduduki tahta Kera-jaan Mataram, Belanda mulai masuk ke daerah Ke-rajaan Mataram. Amangkurat I bersekutu dengan Belanda. Bahkan Belanda diperbolehkan men-dirikan ben- teng di Kerajaan Mataram. Tindakan Belanda semakin sewenang-wenang. Pada masa pemerintahan Amangkurat I muncul pemberontakan yang dipimpin oleh Trunajaya dari Madura. Ibukota Mataram bahkan hampir dikuasai Trunajaya. Akhirnya pemberontakan Trunajaya dapat dipatahkan karena persenjataan Trunajaya kalah dari pasukan Belanda. Dalam sebuah pertem- puran di ibukota Kerajaan Mataram, Amangkurat I terluka. Ia dilarikan ke Tegalwangi oleh putranya. Amangkurat I akhirnya meninggal di Tegalwangi. Amangkurat I digantikan oleh Amangkurat II. Amangkurat II memerintah Mataram dari tahun 1677-1703 M. Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram semakin sempit. Sa-tu per satu daerah-daerah kekuasaan Mataram ja-tuh ke tangan Belanda. Mataram hanya menjadi negara kecil di bawah kekuasaan Belanda. Sebagian besar daerah-daerah kekuasaan Mataram diambil Gambar 5.2.4 Tradisi Mauludan di Keraton Yogyakarta. Ini merupakan salah satu warisan budaya yang dipengaruhi oleh agama Islam. 184 alih Belanda. Amangkurat II kemudian mendirikan ibukota baru di Kartasura. Ia meninggal pada ta- hun 1703 M. Setelah Amangkurat II, Kerajaan Mataram se- makin redup. Terjadi kemelut di dalam kerajaan. Pada tahun 1755 diadakanlah suatu perjanjian. Per-janjian itu dikenal dengan nama Perjanjian Gi- anti. Isi Perjanjian Gianti adalah Mataram dipecah men-jadi 2, yaitu:  Daerah Surakarta diperintah oleh Susuhunan Pakubuwono III 1749-1788.  Daerah Kesultanan Yogyakarta diperintah oleh Mangkubumi, bergelar Sultan Hamengku Bu- wono I 1755-1792. Kemelut di bekas Kerajaan Mataram ternyata terus berlanjut. Sewaktu terjadi perlawanan dari Mas Said, Belanda mengadakan Perjanjian Salatiga pada tahun 1757. Mas Said dinobatkan sebagai raja dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunega- ra. Wilayahnya diberi nama daerah Mangkunega- ra. Pada tahun 1813 M, sebagian daerah Kesultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati. Dengan demikian, Kerajaan Mataram akhirnya dibagi-bagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil, yaitu:  Kerajaan Yogyakarta;  Kesuhunan Surakarta;  Kerajaan Pakualam;  Kerajaan Mangkunegara. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Ma- taram yang besar dan megah pada zaman Sultan Agung menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang lemah.

F. Kerajaan Banten

Kerajaan Banten terletak di wilayah Ban- ten di ujung barat Pulau Jawa. Pada tahun 1526, Fata-hillah Sunan Gunung Jati berhasil merebut Sunda Kelapa dan daerah Banten. Kemudian, ia mengem-bangkan daerah tersebut sebagai pusat perda-gangan dan agama Islam. Kerajaan Banten menjadi negara yang merdeka setelah melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Raja Banten pertama adalah Sultan Hasanuddin 1552-1570, putra tertua Fatahillah. Pada masa pe- merintahannya, Kerajaan Banten mengalami kema- juan pesat. Pelabuhan Banten banyak dikun-jungi pedagang-pedagang asing seperti Gujarat, Cina, Turki, Burma, Keling, dan Persia. Para peda-gang yang ada di Banten membentuk perkam-pungan menurut daerah asal, misalnya, kampung Pacinan dan kampung Keling. Pedagang pribumi juga mem- bentuk kampung-kampung, misalnya Kampung Jawa, Kampung Banda, dan Kampung Melayu. Untuk menciptakan kehidupan politik dan eko- nomi yang baik, Sultan Hasanuddin mengadakan perkawinan antarwilayah di Indonesia. Sultan Ha- sanuddin menikah dengan putri Raja Indrapura. Kemudian, ia diberi hadiah daerah Selebar yang kaya akan lada. Dengan demikian, ekspor lada dari Kerajaan Banten meningkat. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat. Ia digantikan oleh Panembahan Yusuf 1570-1580. Panembahan Yusuf mampu merebut Kerajaan Pa- jajaran Hindu Pakuan yang berpusat di Bogor pada tahun 1579. Para pendukung Kerajaan Pajajaran menying- kir ke daerah Banten Selatan. Kelompok ini dikenal sebagai suku Badui. Suku Badui menolak pengaruh dari luar dan mempertahankan tradisi dan keper- cayaan mereka yang disebut Pasundan Kawitan Pa- sundan yang pertama. Pengganti Panembahan Yusuf adalah Maulana Muhammad dan bergelar Kanjeng Ratu Banten. Pada saat itu, ia masih kanak-kanak. Yang kemudian menjadi walinya adalah Mangkubumi Perdana Menteri Ranamanggala. Pada masa pemerintahan Kanjeng Ratu Ban-ten, armada dagang Belanda mulai memasuki wilayah Nusantara. Armada dagang Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman berhasil berlabuh di Banten pada 22 Juni 1596. Sepeninggal Maulana Muhammad, kekuasaan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa, yang sangat anti Belanda. Ia menjalin hubungan dengan Sultan Sibori dari Ternate, Sultan Turki, dan Raja Inggris untuk bersama-sama melawan Belanda. Para ulama dan orang-orang dari Makassar di ba- wah pimpinan Syeikh Yusuf mendukung usaha Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah Sultan Ageng Tirtayasa wafat, pemerin- tahannya diteruskan oleh Abdulnasar Abdulkahar Sumber: Ensiklopedi Islam 1: 2005. Gambar 5.2.5 Masjid Banten, salah satu warisan kebu- dayaan Islam di Nusantara. 185 yang dikenal dengan nama Sultan Haji 1682-1687. Abdulnasar Abdulkahar memperoleh kedudukan sebagai raja karena mendapat dukungan dari Be- landa, tetapi ia harus mengadakan perjanjian den- gan Belanda. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Banten yang isinya antara lain:  Belanda mengakui Sultan Haji sebagai Raja Banten;  Banten tidak boleh berdagang di Maluku;  Hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan barang ke wilayah Banten;  Banten harus melepaskan tuntutannya di Cire- bon. Pada masa pemerintahan Abdulnasar Abdul- kahar dan sesudahnya, Kerajaan Banten menga-