Peranan media massa dalam

55 Proses Sosialisasi Tidak dapat disangkal lagi bahwa nilai dan nor- ma sosial sangat memengaruhi proses sosialisasi. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi merupakan pe- nanaman norma dan nilai sosial dalam diri seorang individu.

C. Kluckhon dalam bukunya Culture and Beha-

viour , menyatakan bahwa nilai adalah apa yang diinginkan. Sesuatu diinginkan karena memiliki nilai dan bukan karena sesuatu itu bentuknya baik atau warnanya menarik, dan sebagainya. Misal-nya, Toni membeli sebuah buku tulis karena buku itu bagus, sampulnya bergambar bintang sepak bola. Buku itu bernilai, tetapi tidak memiliki nilai pada dirinya. Nilai buku itu diberikan oleh Toni dan orang lain yang ingin membelinya. Lain hal-nya jika Toni ingin berperilaku jujur. Jujur adalah sebuah nilai yang pantas diinginkan dan dikejar. Kalaupun Toni tidak mengejar dan berperilaku jujur, nilai jujur tetap baik pada dirinya. Nilainya tidak berkurang sedikitpun. Sementara “buku” ti-dak akan bernilai kalau tidak dibeli Toni. Nilai berhubungan erat dengan kebudayaan dan masyarakat. Setiap masyarakat atau setiap ke- budayaan memiliki nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Malah kebudayaan dan masyarakat itu sendiri merupakan nilai yang tidak terhingga bagi orang yang memilikinya. Koentjaraningrat menje- laskan bahwa suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Bagi manusia nilai d ijadikan landasan, alasan, dan motivasi dalam semua bentuk perilakunya. Dalam pelaksanaannya nilai-nilai d ijabarkan dan diwujudkan dalam bentuk kaidah atau norma se-hingga merupakan larangan, hal yang tidak dii- nginkan, celaan, dan sebagainya. Segala sesuatu yang memiliki nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan sebagainya diperintah- kandiharuskandianjurkan. Sebaliknya, segala se-suatu yang tidak benar, tidak indah, tidak baik, dan sebagainya dilarangtidak diinginkandicela. Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kel- ompok tertentu . Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan-nya akan dinilai orang lain. Norma ini dapat men-jadi kriteria bagi orang lain untuk men- dukung atau menolak perilaku seseorang. Norma memaksa orang untuk berindak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma tersebut. Kalau terjadi pelanggaran, si pelanggar harus mendapat sanksi, yaitu hukuman yang ha-rus diterimanya karena pelanggaran tersebut. Se-bagai contoh, kalau seorang murid mencontek dalam ujian, ia dikenai sanksi tidak lulus ujian; murid yang terlambat datang tidak boleh masuk kelas; yang mengedarkan narkotika diancam hukuman mati dan sebagainya. Berat ringannya sanksi ter-gantung pada tingkatan norma yang dilanggar. Supaya hubungan di antara manusia dalam suatu mayarakat berlangsung sebagaimana yang diharapkan, maka disusunlah norma-norma yang berisi tata tertib, aturan permainan, atau petunjuk tentang standar perilaku tertentu. Misalnya keju- juran, tata tertib dalam bermain olahraga, hukum yang berlaku di masyarakat, cara berpakaian, cara bergaul, dan sebagainya. Semua itu merupakan pa-tokan perilaku yang disebut norma. Dari uraian di atas jelas bahwa nilai dan norma sosial mempunyai peran yang sangat jelas dalam proses sosialisasi. Penghayatan dan pelaksanaan nilai dan norma sosial menjadi tujuan proses sosia- lisasi. Tiap kelompok masyarakat dan pranata sosial memiki seperangkat nilai dan norma sendiri. Oleh sebab itu, kita selalu dihadapkan pada proses sosi- alisasi ketika kita masuk dalam kelompok sosial atau pranata sosial yang baru. Hal itu kita alami misalnya ketika kita pindah tempat tinggal, masuk sekolah yang baru, masuk dunia kerja, pindah kerja, dan sebagainya. Contohnya ketika seseorang baru memasuki dunia kerja. Ada seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda dari nilai dan norma ketika ia masih berada dalam lembaga pen- didikan. Seperangkat nilai dan norma baru tersebut harus dipelajari dan harus diterima. 2.3.6 Pembentukan Kepribadian sebagai Hasil Sosialisasi Gambar 2.3.9 Para siswa sedang melaksanakan ujian. Kalau ada seorang siswa mencontek dalam ujian, ia dikenai sanksi tidak lulus ujian. Norma dan nilai berperan dalam pemberian sanksi itu. Sumber: Kompas, 3 Mei 2007. 56 A Pengertian kepribadian Mungkin kamu pernah mendengar seseorang berkata: “Anita adalah pribadi yang baik.” Atau ”Anita memiliki kepribadian yang baik.” Apa mak- sud pernyataan ini? Mungkin ada dari antara ka-mu yang bisa menjelaskannya. Ungkapan ini mau men- gatakan bahwa Anita adalah orang baik. Atau, Anita memiliki sifat-sifat yang baik. Sebagai manu-sia memang Anita memiliki kekurangan tertentu, dan itu tidak bisa disangkal. Tetapi kekurangannya itu tidak menutup mata orang untuk melihat kebaikan yang ada dalam diri Anita. Bahwa kebaik-an yang ada dalam dirinya menutupi kekurangan-nya sebe- gitu rupa sehingga setiap orang yang me-ngenalnya pasti mengakui kebaikan Anita. Itulah kepribadi. Jika demikian, apa yang dimaksud dengan kepribadian? Yinger mendefinisikan kepribadian sebagai keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinter- aksi dengan serangkaian situasi. Pengertian ini dapat d ijelaskan demikian. 1. Keseluruhan perilaku seorang individu. Seperti contoh Anita di atas. Kita mengatakan bahwa kepribadian Anita baik karena keseluruhan pe- rilakunya menunjukkan bahwa Anita seorang yang baik. Itu artinya kita tidak memusatkan perhatian pada perilaku tertentu yang kurang baik. Perilaku yang kurang baik itu memang ada, karena manusia makhluk yang tidak sem- purna. Tetapi kekurangan yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebaikan. Itulah sebabnya mengapa kita mengatakan bahwa Anita memiliki kepribadian yang baik. Jadi, se-kali lagi yang menjadi patokan adalah keselu- ruhan perilaku. 2. Adanya sistem kecenderungan tertentu. Artinya, sebagai manusia, seseorang memiliki kecenderungan tertentu. Misalnya, kecende- rungan untuk membantu orang lain yang se- dang mengalami kesusahan, kecenderungan untuk datang tepat waktu, kecenderungan un- tuk menepati janji dan sebagainya. Termasuk kecenderungan yang buruk, misalnya kecende- rungan untuk malas, kecenderungan melaku- kan perbuatan yang tidak baik, tidak sopan, dan sebagainya. Kecenderungan yang baik dan yang buruk ini ada dalam diri manusia. Orang yang memiliki kepribadian yang baik adalah mereka yang selalu mengikuti kecenderungan yang baik. Memang kadang-kadang manusia “jatuh” dan mengikuti kecenderungan yang buruk. Tetapi orang yang berkepribadian baik akan segera memperbaiki diri dan kembali mengikuti kecenderungannya yang baik. 3. Kecenderungan yang baik atau yang buruk muncul atau timbul dalam situasi tertentu pada saat manusia melakukan interaksi sosial. Misalnya, Anita melihat ada seorang ibu ingin menyeberang jalan tetapi tidak bisa karena takut keramaian lalulintas. Ketika melihat hal ini, muncul kecenderungan dalam diri Anita untuk membantu. Tetapi pada saat yang sama bisa jadi muncul juga kecenderungan untuk tidak membantu. Anita akhirnya memutuskan untuk membantu. Di sini Anita menunjukkan diri sebagai seorang yang berkepribadian baik. Kepribadian baik atau buruk ini diuji dalam situasi konkret tertentu, yakni ketika manusia sedang melakukan interaksi sosial, baik dengan individu lain maupun dengan kelompok sosial tertentu. Dengan kata lain, seseorang memiliki keprib- adian baik atau buruk sangat tergantung pada bagaimana dia berperilaku pada waktu inter- aksi sosial. Orang yang hidup seorang diri di sebuah pulau yang sepi tidak bisa dikatakan memiliki kepribadian baik atau buruk. Selain Yinger, masih ada beberapa ahli membe- rikan pengertian tentang kepribadian, di antaranya Neocomb dan Allport.

1. Menurut Theodore W. Neocomb, kepribadian

merupakan organisasi atau himpunan dari si- kap-sikap yang dialami seseorang sebagai latar belakang dari perilakunya.

2. Menurut Allport, kepribadian merupakan

organisasi dinamis dari sistem psikofisik se- seorang yang menentukannya dalam meng- adakan penyesuaian terhadap lingkungan secara khas.

B. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan kepribadian

Pada tahun 1690, John Locke mengemukakan teori tabula rasa dalam bukunya “An Essay Con- cerning Human Understanding.” Menurut teorinya manu-sia yang baru lahir bagaikan buku tulis yang bersih dan akan menjadi seperti apa orang tersebut diten-tukan oleh pengalaman hidupnya. Teori ini meng-andaikan bahwa semua individu pada waktu lahir mempunyai potensi kepribadian yang sama. Ke-pribadian pada seseorang setelah itu semata-mata hasil pengalaman-pengalamannya se- sudah lahir. Pengalaman-pengalaman setiap orang berbeda-beda tergantung budayanya Haviland, 1988, 398. Perbedaan pengalaman yang dihadapi seseorang itulah yang menyebabkan adanya ber- macam-macam kepribadian dan adanya perbedaan