Kerajaan Mataram di Jawa Timur

163 Mpu Sindhok adalah raja pertama dari Wangsa Isyana. Setelah menjadi raja, Mpu Sindhok bergelar Sri Isyana Wikramadharmatunggadewa 929-947. Mpu Sindhok memerintah bersama-sama dengan permaisurinya yang bernama Sri Wardhani Pu Kbi. Mpu Sindhok beragama Hindu Siwa, tetapi se- lama pemerintahannya tersusun kitab suci agama Budha Mahayana berjudul Sang Hyang Kamahayani- kan . Ini membuktikan bahwa baginda mempunyai toleransi besar terhadap sesama umat beragama. Baginda juga banyak membantu dan mendorong pembangunan tempat-tempat suci dengan membe- baskan pajak tanah. Mpu Sindhok digantikan oleh Isyanatunggawi- jaya putrinya yang menikah dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahir anak laki-laki bernama Sri Makutawangsawardhana. Baginda mempu- nyai seorang putri cantik bernama Mahendrada ta Gunapridharmapatni yang menikah dengan Uda- yana yang menjadi raja di Bali. Dari pasangan ini lahirlah Airlangga. Sri Makutawangsawardhana juga mempunyai putra, bernama Dharmawangsa yang kemudian mewarisi tahta kerajaan. b. Pemerintahan Dharmawangsa Dharmawangsa bergelar Dharmawangsa Teguh Anantawikramadharmatunggadewa 991-1017. Dharmawangsa adalah raja besar yang selalu beru- saha untuk meningkatkan kemakmuran negerinya. Pada masa pemerintahannya, kitab Mahabharata berhasil disadur ke dalam bahasa Jawa Kuno. Kemajuan Kerajaan Mataram waktu itu tergan- tung kepada pelayaran dan perdagangan. Yang menjadi saingan berat Kerajaan Mataram waktu itu adalah Kerajaan Sriw ijaya yang menguasai ja-lur laut India-Indonesia-Cina. Letak Sriw ijaya memang sangat strategis yakni dekat dengan per-airan Selat Malaka. Perdagangan Mataram waktu itu tergan- tung kepada sikap Kerajaan Sriw ijaya. Dharmawangsa mempunyai keinginan mela- kukan ekspansi wilayah ke luar Jawa. Pada tahun 990, Dharmawangsa menyerang Sriw ijaya dengan mengirimkan tentara ke Sumatra dan Semenanjung Malaka. Penyerangan ini tidak berhasil. Pada tahun 1017, Raja Wurawari menyerang Dharmawangsa. Raja Wurawari adalah bawahan Kerajaan Mataram. Diduga Raja Wurawuri menye- rang Dharmawangsa atas dorongan Kerajaan Sriw ijaya. Waktu itu, Dharmawangsa sedang me- laksanakan perkawinan antara puterinya dengan Airlangga. Akibat penyerangan tersebut, seluruh keluarga Dharmawangsa terbunuh. Peristiwa ini disebut Pralaya. Hanya Airlangga yang berhasil me-loloskan diri dari Pralaya ini. Menurut Prasasti Pucangan disebutkan bahwa Airlangga dapat meloloskan diri dari serangan Ra-ja Wurawari, kemudian masuk ke dalam hutan ber- sama hambanya yang bernama Naro tama. Waktu itu Airlangga menyingkir ke hutan Wonogiri. Di tempat pelarian itu, Airlangga bertemu de- ngan para pertapa dan penyembah dewa. Selama dia hidup di antara para brahmana, ia mendapat pelajaran tentang agama, filsafat, dan seluk-beluk pemerintahan. c. Pemerintahan Airlangga Pada tahun 1019, Airlangga dinobatkan men- jadi raja dengan gelar Sri Lakeswara Dharmawang- sa Airlangga Anantawikrama Dharmatunggadewa. Mula-mula wilayah kekuasaan Airlangga hanya merupakan daerah yang kecil, karena wilayah yang besar pada masa Dharmawangsa terpecah-pecah setelah peristiwa Pralaya. Masa pemerin-tahan Airlangga sebagian besar digunakan untuk menun- dukkan kembali raja bawahannya. Pada tahun 1029, Airlangga menyerang Wurat- an dan berhasil mengalahkan rajanya yang berna- ma Bhismaprabawa. Tahun 1030 Airlangga berhasil mengalahkan Raja W ijaya dari Kerajaan Wengker yang merupakan musuh terkuat. Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wurawa- ri pada tahun 1032. Pada tahun 1035, Raja Wengker memberontak kembali, tetapi berhasil dikalahkan. Pada tahun 1037, Airlangga berhasil mempersatu- Gambar 5.1.4 Patung Airlangga sebagai Wisnu sedang menunggangi kendaraan Garuda. Sumber: Moh. Y amin, Lukisan Sedjarah. 164 kan seluruh daerah kekuasaan Mataram. Ibu kota kerajaan yang pada awalnya terletak di Waton Mas, pada tahun 1037 dipindahkan ke Kahuripan. Naro tama, seorang pengikut yang se- tia kemudian diangkat menjadi Rakyan Kanuruhan. Air-langga kemudian membangun pertapaan di Gu-nung Pucangan. Untuk meningkatkan kehidupan rakyatnya, Airlangga membuat pelabuhan di ujung Galuh di muara Sungai Brantas dan Bendungan Waringin Sapta. Bendungan ini berguna untuk mengairi sa- wah-sawah penduduk. Sawah-sawah rakyat yang hancur akibat banjir dibangun kembali. Pada masa pemerintahan Airlangga, pelabuh- an Kambang dan Ujung Galuh ramai dikunjungi kapal-kapal asing dari berbagai bangsa, misalnya dari India, Burma, Campa, dan Kamboja. Kedatang- an orang-orang dari mancanegara tersebut dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar dan memperluas cakrawala pergaulan mereka. Bidang kesusastraan juga mendapat perhatian. Salah satu karya sastra pada masa pemerintahan Airlangga ialah Kitab Arjunawiwaha gubahan Mpu Kanwa. Dalam kitab itu diceritakan mengenai usa- ha Arjuna mencari senjata sakti yang dapat meme- nangkan Pandawa dalam Perang Mahabarata. Kerajaan Mataram yang telah dipersatukan Airlangga akhirnya dibagi dua untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua anak laki-lakinya. Namun anaknya yang sulung, yaitu Sanggrama W ijayatunggadewi tidak mau menjadi raja. Ia memilih menjadi pertapa dan disebut Dewi Kilisuci .

G. Kerajaan Janggala dan Kediri

Menurut Prasasti Wurara , buku Negarakertagama, dan buku Calonarang yang ditulis pada zaman Maja-pahit, Raja Airlangga memerintahkan Mpu Bhara-da membagi Kerajaan Mataram menjadi: ¡ Kerajaan Janggala dengan ibu kota Kahuripan, terletak di sebelah utara Sungai Brantas. ¡ Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan ibu kota Daha, terletak di sebelah selatan Sungai Brantas. Airlangga kemudian menjadi pertapa dengan nama Resi Gentayu. Pada tahun 1049, Airlangga wafat. Ia dimakamkan di Candi Belahan. Kerajaan Kediri diperintah oleh Sri Samarawi- jaya anak Dharmawangsa. Sedangkan Kerajaan Janggala diperintah oleh Mapanji Garasakan put- era kedua Airlangga. Setelah Airlangga wafat, terjadi perang saudara antara Janggala dan Kediri. Perang ini berlangsung sampai tahun 1052. Kurang lebih setengah abad lamanya tidak ada berita dari kedua kerajaan ini. Raja pertama yang masuk dalam catatan seja- rah adalah Sri Jayawarsa Digjaya Sastraphrabu. Ia menyebut dirinya sebagai titisan Wisnu, seperti Airlangga. Dalam sumber sejarah, tokoh ini tidak banyak diceritakan. Sebagai penggantinya adalah Kameswara 1115-1130 M yang bergelar Sri Ma- haraja Rake Sirikan Sri Kameswara Sakalabhuwa- natus-tikarana Sarwaniwaryyawirya Parakrama Digjayo-tunggadewa. Pada masa ini, muncul karya sastra yang sampai sekarang masih dikenal oleh masya-rakat sebagai cerita panji yang disebut Smaradha-hana karangan Mpu Dharmaja, yang inti- nya mengi-sahkan tentang kisah cinta Kameswara Kamajaya dengan Dewi Ratih Candra Kirana. Pengganti Kameswara adalah Jayabhaya 1130- 1160 M yang bergelar Sri Maharaja Sri Dharmes- wara Madhusudana Wataranindita Sulirtsingha Parakrama Digjoyotunggadewa. Dia dikenal juga se-bagai peramal yang jitu. Karya sastra yang diha- silkan pada pemerintahan Jayabhaya adalah kitab Bharatayuda oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Jayabhaya digantikan oleh Sarweswara 1160- 1170 M. Sarweswara kemudian digantikan oleh Aryyeswara, Gandra, dan Srungga. Yang tercatat se-bagai raja terakhir dari Kerajaan Kediri adalah Kertajaya 1200-1222 M yang akhirnya dengan ter-paksa harus menyerahkan kerajaannya kepada Si-ngasari Ken Arok.

H. Kerajaan Singasari 1222-1292

Setelah Kertajaya berhasil dikalahkan, tamat-lah riwayat Kerajaan Kediri. Kemudian muncul di-nasti baru yaitu Dinasti Rajasa. a. Pemerintahan Ken Arok Ken Arok adalah pendiri dan raja kerajaan Si- ngasari yang pertama. Ia bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi . Ken Arok bukan keturunan raja. Ia adalah anak seorang petani dari Desa Pangkur. Atas bantuan seorang pendeta yang bernama Danghyang Lohga- we, ia berhasil mengabdi pada Adipati Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Setelah beberapa tahun mengabdi, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dengan sebilah keris buatan Mpu Gan- dring. Ken Dedes istri Tunggul Ametung kemudian diperistrinya. Waktu itu, Ken Dedes dalam keadaan hamil. Daerah Tumapel adalah bawahan Kerajaan Ke- diri. Ketika di Kediri terjadi perselisihan antara raja dan para brahmana, para brahmana melarikan diri ke Tumapel. Mereka meminta perlindungan kepada 165 Ken Arok. Ken Arok menerima para brah-mana dan melindungi mereka. Pada tahun 1222, Ken Arok berperang melawan Kertajaya Dandang Gendis di Desa Ganter. Dalam perang ini, Kertajaya berhasil dikalahkan. Maka sejak itu Ken Arok mendirikan kerajaan baru yang disebut Singasari. Beberapa bulan setelah Tunggul Ametung dibu-nuh, Ken Dedes melahirkan anak laki-laki yang di-beri nama Anusapati. Perkawinan Ken Arok dan Ken Dedes menurunkan Mahisa Wong Ateleng. Dari perkawinannya dengan Ken Umang, Ken Arok mempunyai anak bernama Tohjaya. Setelah dewasa, Anusapati mengetahui bahwa ayahnya dibunuh Ken Arok. Sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, pada tahun 1227, Anusa-pati membunuh Ken Arok dengan menggunakan keris buatan Mpu Gandring. b. Pemerintahan Anusapati, Tohjaya, dan Rang- gawuni Anusapati, naik tahta sampai tahun 1248 meng- gantikan Ken Arok. Pada tahun 1248, Anusapati dibunuh oleh Tohjaya. Anusapati dimakamkan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian naik tahta menjadi raja Singasari. Ia memerintah hanya beberapa bulan. Pada tahun 1248, ia dibunuh oleh Ranggawuni. Ranggawuni adalah anak Anusapati. Ranggawuni naik tahta menggantikan Tohjaya. Ia bergelar Sri Jaya Wishnuwardhana. Ranggawuni memerintah didampingi oleh sepupunya yang ber-nama Mahisa Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng. Mereka memerintah bagaikan Wishnu dan Indra. Mahisa Cempaka kemudian menjadi Ratu Anga-bhaya dengan gelar Narasingamurti. Pada masa pemerintahan Wishnuwardhana, negara dalam keadaan aman dan tenteram. Pada tahun 1254, Wishnuwardhana menobatkan anak- nya yang bernama Kertanegara sebagai raja muda. Sementara itu Wishnuwardhana tetap meme-rintah mendampingi putranya. Pada tahun 1268, Wish- nuwardhana wafat di Mandaragiri. Jenazah-nya dimakamkan di dua tempat, yaitu di Weleri dekat Blitar dalam perwujudannya sebagai Siwa dan di Jayaghu dalam perwujudannya sebagai Bu-dha Amogaphasa. C. Pemerintahan Kertanegara 1268-1292 Kertanegara menjadi raja Singasari dengan gelar Sri Maharajadhiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, Kertanegara dibantu oleh tiga orang mahamantri, yaitu Rakyan I Hino, Rakyan I Nalu, dan Rakyan I Sirikan. Mereka bertugas menerus-kan segala perintah raja kepada para menteri pe-laksana. Kertanegara adalah raja terbesar dari Kerajaan Singasari. Dalam bidang politik, ia mempunyai ga- gasan untuk memperluas cakrawala mandala. Pada awal pemerintahannya tahun 1270, Kerta-negara berhasil menumpas pemberontakan Kalana Bhaya. Pada tahun 1275, raja mengirim Ekspedisi Pamalayu ke Sumatra untuk menaklukkan Kerajaan Melayu. Pada tahun 1280, ia berhasil membinasa-kan dur- jana bernama Mahisa Rangkah. Pada tahun 1284, Kertanegara berhasil menaklukkan Bali. Pada masa pemerintahannya, Kertanegara ber- hasil memperluas kekuasaan sampai ke luar Jawa dan Melayu. Kertanegara berusaha memperluas kekuasaannya karena didorong oleh ancaman Kai- sar Kubhilai Khan di Cina. Pada tahun 1280 dan 1281, datang utusan Ku-bhilai Khan yang menuntut agar Kertanegara mengakui kedaulatan Kubhilai Khan di Cina. Kerta- negara diminta mengirimkan seorang pangeran untuk menyerahkan upeti kepada Kubhilai Khan. Tuntutan tersebut ditolak oleh Kertanegara dengan tegas. Akibatnya Kubhilai Khan tersinggung dan marah, serta mengancam akan menghancurkan Ke-rajaan Singasari. Kertanegara siap menghadapi ancaman Kubhi- lai Khan. Ketika utusan Kubhilai Khan yang ber- nama Meng-Chi datang ke Singasari pada tahun 1289, utusan ini ditolak dan dilukai. Hal ini menye- babkan kemarahan Kubhilai Khan. Maka, dikirim- lah armada Mongol dari Cina ke Pulau Jawa untuk menaklukkan Kertanegara. Untuk membendung tentara Mongol, Kertane- gara mengirimkan pasukannya ke luar Jawa. De- ngan pengiriman pasukan secara besar-besaran ini, maka kekuatan Singasari menjadi lemah. Kesem- patan ini bagi Jayakatwang merupakan peluang untuk menghancurkan Kertanegara. Pada tahun 1292, Jayakatwang menyerang Ker- tanegara. Serangan Jayakatwang ini datang dari dua arah yaitu dari utara dan dari arah selatan. Karena pasukan Kertanegara di dalam kerajaan ha-nya sedikit, maka dengan mudah Jayakatwang da-pat membunuh Kertanegara. Dalam perebutan kekuasaan tersebut, pihak Jayakatwang menang. Dengan kemenangan ini, maka Jayakatwang mengangkat dirinya sebagai raja. Ia mengalihkan pusat pemerintahan ke Daha, Kediri. Kertanegara adalah penganut agama Tantra- yana. Tantrayana merupakan campuran antara agama Siwa, Wisnu, dan Budha. Ketiga tokoh da- lam ketiga aliran tersebut dianggap satu dan tak terpisahkan. Oleh karena itu, pada waktu masih hidup, Kertanegara diberi gelar Wisnu dan setelah meninggal diberi gelar Siwa dan Budha.