Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan kepribadian
57
kepri-badian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
Teori tersebut tidak sepenuhnya benar. Kita ta-hu bahwa setiap orang memiliki kecenderungan
yang khas sebagai warisan yang dibawanya sejak lahir yang akan memengaruhi kepribadiannya
pada waktu dewasa. Akan tetapi juga harus diingat bahwa telah diketahui bahwa warisan genetik ha-
nya menentukan potensi kepribadian setiap orang. Tumbuh dan berkembangnya potensi itu tidak se-
perti garis lurus, ada kemungkinan menyimpang. Kepribadian seseorang tidak pasti berkembang
se-suai dengan potensi yang diwarisinya. Warisan ge-netik itu memang memengaruhi kepribadian,
tetapi tidak mutlak menentukan sifat kepribadian seseorang. Pengalaman hidup, khususnya penga-
laman-pengalaman yang diperoleh pada usia dini, sangat menentukan kepribadian individu.
Untuk memahami kepribadian, kita perlu me- ngetahui bagaimana perilaku manusia berkem-bang
melalui interaksi manusia sebagai makhluk biologis dengan berbagai macam pengalaman sosial dan
budaya. Horton menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kepribadian
mencakup warisan biologis, lingkung-an fisik, ke- budayaan, pengalaman kelompok, dan pengalaman
unik.
a. Warisan biologi keturunan Warisan biologis dapat dikatakan sebagai lan-
dasan bagi perkembangan kepribadian. Warisan biologis menyediakan bahan mentah bagi pemben-
tukan kepribadian seseorang. Tentu bahan mentah itu dapat dibentuk dengan berbagai cara. Cara dan
situasi pembentukan kepribadian menyumbang- kan ciri tertentu pada kepribadian itu. Dengan kata
lain, wujud kepribadian tidak hanya ditentukan oleh bahan mentahnya warisan biologis akan teta-
pi sangat dipengaruhi oleh bagaimana dan situasi di mana kepribadian itu dibentuk.
Selama ini, muncul banyak pertentangan ber- kaitan dengan sumbangan warisan biologis dan
pengalaman sosial bagi pembentukan kepribadian. Ada beberapa ahli yang lebih menekankan warisan
biologis sebagai faktor yang paling menentukan tingkah laku manusia. Tetapi, ahli-ahli lain mem-
bantah anggapan-anggapan itu. Horton menyata- kan bahwa banyak orang yang percaya bahwa
kepribadian seseorang tidak lebih dari sekadar pe-nampilan warisan biologisnya. Karakteristik
ke-pribadian seperti ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, kelainan seksual, dan ciri yang lain
dianggap timbul dari kecenderungan-kecende- rungan turunan atau warisan. Dewasa ini tidak
banyak lagi yang masih mempercayai anggapan ini. Sebaliknya, sekarang telah diketahui bahwa
ka-rakteristik kepribadian dibentuk oleh pengala- man.
Memang untuk beberapa ciri, warisan biologis lebih penting daripada yang lain. Beberapa pe-
nelitian telah menunjukkan bahwa IQ seorang anak lebih mirip dengan IQ orang tua kandungnya
daripada dengan orang tua angkatnya. Penelitian lain menyimpulkan bahwa perangai masa kanak-
kanak, khususnya rasa malu, berakar pada wa-risan biologis. Ini membuktikan bahwa warisan biologis
memberikan warna tertentu dalam kepri-badian seseorang.
Jadi, dapat dikatakan bahwa warisan biologis penting dalam beberapa ciri kepribadian dan ku-
rang penting dalam hal-hal lain. Tidak ada studi yang dapat mengukur dengan tepat seberapa be-
sar pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap pembentukan suatu kepribadian. Tetapi, banyak
ilmuwan sependapat bahwa berkembang atau ti- daknya potensi warisan biologis seseorang sangat
dipengaruhi pengalaman-pengalaman sosial orang itu. Ada potensi warisan biologis yang dapat ber-
Gambar 2.3.10
Dalam hal pembentukan kepribadian, ada pendapat yang mengatakan bahwa bayi yang baru lahir ibarat sehelai kertas
putih tanpa coretan sedikit pun.
Sumber: Tempo, 14-20 Maret 2005.
Gambar 2.3.11
Warisan biologis dari orang tua memberikan warna tertentu pada kepribadian anak-anaknya.
Sumber: Tempo, 11 Juli 2005.
58
kembang secara optimal karena didukung oleh pengalaman sosialnya sehingga menghasilkan
per-kembangan kepribadian yang paling optimal. Ada pula yang kurang berkembang karena kurang
di-dukung oleh pengalaman sosial.
b. Lingkungan fisik tempat tinggal
Sorokin menyimpulkan teori-teori dari be- ratus-ratus penulis, mulai dari teori Confusius,
Aristoteles, Hipocrates sampai teori ahli geografi modern Ellsworth Huntington, yang menekankan
bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama di-sebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan
sum-ber alam.
Ternyata penelitian-penelitian lain membukti- kan bahwa keadaan geografis tidak menyebabkan
manusia bertingkah laku tertentu. Keadaan geo- grafis hanya memengaruhi tingkah laku akibat
terdapatnya batasan-batasan kegiatan yang bisa dilakukan manusia pada tempat bersangkutan.
Ada sementara orang yang bertempat tinggal di lokasi tertentu tidak pernah mengalami hal-
hal yang tidak menyenangkan akibat perbuatan alam. Di lain pihak, ada orang-orang yang sangat
me-ngandalkan kekuatan alam. Misalnya, para nelayan mengetahui kapan keadaan laut tidak
mengun-tungkan untuk memperoleh ikan yang banyak. Ahli-ahli pertambangan tahu bagaimana
meng-hindari banjir gas racun dari dalam bumi, dan ba-haya-bahaya lain yang mungkin mereka jumpai
di tanah. Menurut Bertrand 1980, hlm. 86, indivi- du-individu yang mengandalkan kekuatan alam
ini akan lebih taat beragama, lebih percaya kepada takhayul, dan lebih percaya pada takdir dalam me-
nyikapi hidup dibandingkan dengan orang lain. Ini semua berkaitan dengan pengalaman yang mereka
dapatkan dalam perjuangan mengatasi kekuatan- kekuatan yang tidak terduga dari lingkungan alam-
nya masing-masing.
c. Faktor lingkungan sosial Pengaruh sosial dalam pembentukan kepriba-
dian juga merupakan fungsi dari pengaruh kebuda- yaan. Bedanya hanyalah terletak pada individu-
individu yang memerankannya. Di dalam setiap masyarakat akan d
ijumpai lapisan-lapisan sosial, di mana masing-masing lapisan sosial akan meng-
hasilkan kepribadian yang berbeda pula dalam diri masing-masing anggotanya. Misalnya, cara berpa-
kaian, etiket dalam pergaulan, cara mengisi waktu senggang dan bahasa yang digunakan oleh lapisan
sosial yang lebih tinggi akan berbeda dengan mere- ka yang berada pada lapisan sosial di bawahnya.
d. Lingkungan kebudayaan Kebudayaan yang hidup dalam suatu masya-
rakat mempunyai andil dalam memberi warna ke-pribadian anggota masyarakatnya. Pendapat di
atas, selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Ralph Conton yang mengatakan bahwa “setiap
ke-budayaan menekankan serangkaian pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah
kebudayaan itu. Pengaruh-pengaruh ini berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain, tetapi
semuanya merupakan denominator pengalaman bagi setiap orang yang termasuk di dalam masya-
rakat tertentu” Horton, 1993, hlm. 97. Setiap ma- syarakat akan memberikan pengalaman tertentu
yang tidak diberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial timbullah pem-
bentukan kepribadian yang khas dari masya-rakat tersebut. Dari pembentukan kepribadian yang khas
ini kita mengenal ciri umum masyarakat tertentu sebagai wujud kepribadiannya.
Kepribadian masyarakat yang berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain terwujud
dalam perilaku yang berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain. Bagi sebagian masyarakat
Indonesia, tanda persahabatan yang baik antar-pria diwujudkan dengan kebiasaan berjabat tangan
di saat bertemu. Bagi masyarakat Timur Tengah, tanda persahabatan yang baik antarpria diwujud-
kan dengan kebiasaan mencium pipi jika bertemu dan menggamit tangan kawannya sambil berjalan
beberapa saat.
e. Pengalaman kelompok dan individu Sepanjang hidup, manusia pasti berada dalam
kelompok. Mulai dari kelompok keluarga, yang me-rupakan kelompok pertama yang dikenal,
sampai kepada kelompok-kelompok di luar ke- luarga yang banyak sekali jumlahnya. Karena itu,
perkembang-an kepribadian manusia juga dipen- garuhi oleh kelompok-kelompok yang diikutinya.
Pengalaman-pengalaman yang dialami individu membekas dalam dirinya. Pola perilaku kelompok
juga mem-pengaruhi pola perilaku individu.
Mula-mula kelompok keluarga adalah kelom- pok terpenting yang dikenal anak. Di dalam kelu-
arga, individu mengenal nilai dan norma-norma sosial. Norma sosial dan nilai yang ditanamkan
pada individu akan menjadi pondasi bagi tingkah laku perkembangan berikutnya. Selanjutnya, se-
orang individu tidak hanya bergaul dengan kelom- pok keluarga saja. Individu akan bergaul dengan
kelompok primer lainnya, misalnya kelompok se- baya. Proses identifikasi juga mulai beralih kepada
kelompok sebaya. Melalui perjalanan waktu yang panjang maka akan semakin banyak kelompok-
kelompok yang dimasukinya yang semuanya akan memberi warna pada kepribadiannya. Kelompok
mana yang memberikan ciri pada kepribadian se-seorang tergantung sejauh mana intensitas dan
lamanya orang yang bersangkutan berhubungan
59
dengan kelompok tersebut. f. Pengalaman yang unik dari individu
Sering kita dapati, anak-anak yang berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudaya-
an yang sama serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula, tetapi mempunyai kepribadian
yang berlainan. Hal itu terjadi karena mereka tidak
Gambar 2.3.12
Pengalaman kelompok memberikan warna tersendiri pada kepribadian. Pengaruh pengalaman kelompok tergantung
intensitas interaksi dan lamanya individu dalam kelompok.
Sumber: Tempo, 11 Juli 2005.
mendapatkan pengalaman yang sama. Mereka per- nah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam
beberapa hal dan berbeda dalam beberapa hal lain- nya. Pengalaman yang dihadapi setiap orang unik.
Tidak ada pengalaman dua orang yang sama secara sempurna.
Pengalaman tidaklah sekadar bertambah, akan tetapi menyatu. Kepribadian tidaklah dibangun
dengan menyusun suatu peristiwa di atas peristi- wa lainnya sebagaimana membangun tembok bata.
Pengalaman yang telah dilewati telah mem-berikan warna tersendiri dalam kepribadian dan menyatu
dalam kepribadian itu, baru hadir penga-laman berikutnya. Arti dan pengaruh suatu penga-laman
tergantung pengalaman-pengalaman yang menda- huluinya.
1. Sosialisasi adalah proses mempelajari nor- ma, nilai, peran, dan semua persyaratan lain-
nya yang diperlukan untuk memung-kinkan partisipasi yang efektif dalam kehi-dupan
sosial.
Sosialisasi merupakan prasyarat yang ha-rus dilalui setiap individu supaya bisa hidup dan
diterima dalam sebuah masyarakat.
2. Sosialisasi mulai berlangsung sejak individu masih bayi. Tugas setiap orangtua adalah
mengajarkan dan membiasakan anak-anak sejak dini untuk hidup sesuai dengan nilai
dan norma masyarakat. Nilai dan norma da-lam keluarga mencerminkan nilai dan
nor-ma yang berlaku dalam masyarakat.
3. Menurut prosesnya, sosialisasi dibedakan menjadi dua, yaitu sosialisasi primer dan
se-kunder. Sosialisasi primer adalah proses so-sialisasi pertama yang d
ijalani individu se-jak kecil. Sementara sosialisasi sekunder
berlangsung setelah sosialisasi primer. 4. Faktor-faktor yang menjadi dasar perkem-
bangan kepribadian menurut F.G. Robins adalah sifat dasar, lingkungan pranatal,
per-bedaan perorangan, lingkungan, dan moti-vasi. Sosialisasi di lingkungan sekolah
termasuk contoh sosialisasi sekunder.
RANGKUMAN
5. Proses sosialisasi dilakukan oleh agen-agen sosialiasi seperti keluarga, sekolah, teman
se-permainan atau teman sebaya, dan media massa. Agen-agen inilah yang mengajarkan
nilai dan norma kepada setiap individu. Tentu ada kebiasaan-kebiasaan buruk yang
dilihat seseorang di rumah, di sekolah, dalam diri teman-teman sebaya, atau melalui media
massa. Hal-hal yang buruk itu harus ditolak, karena kita ingin membentuk kepri-badian
yang baik.
4. Nilai dan norma sosial sangat memenga-ruhi proses sosialisasi. Dapat dikatakan bah-wa
sosialisasi merupakan penanaman nor-ma dan nilai sosial dalam diri seorang indi-vidu.
Penghayatan dan pelaksanaan nilai dan nor- ma sosial menjadi tujuan proses so-sialisasi.
5. Yinger mendefinisikan kepribadian sebagai
keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang
berinteraksi dengan rangkaian situasi. Ke- pribadian terbentuk ketika individu hidup
dan berinteraksi dalam masyarakat.
6. Perkembangan kepribadian dipengaruhi warisan biologis, keadaan geografis, penga-
laman kelompok, kebudayaan, dan penga- laman unik.