Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
147 Berdasarkan hasil output diperoleh nilai
P -Value
adalah 0,831. Nilai tersebut lebih dari 0,05. Hal ini berarti bahwa H
diterima yaitu
varians
kedua kelompok sampel homogen.
c. Uji Signifikasi Perbedaan Rata-rata Skor Indeks Gain
Dari hasil pengujian sebelumnya diketahui bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap
hasil data
gain
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan program
software
MINITAB 16, maka langkah terakhir dalam menganalisa hasil data
gain
ini adalah menguji hipotesis data
gain.
Dalam melakukan uji hipotesis ini dilakukan dengan uji perbedaan dua rata- rata atau uji-t. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:
H :
�
1
= �
2
Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematik siswa yang menggunakan pembelajaran matematika dengan metode IMPROVE dan yang
menggunakan cara biasa. H
A
: �
1
�
2
Peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang menggunakan pembelajaran matematika dengan metode IMPROVE dan yang menggunakan
cara biasa. Kriteria :Jika
P
–value Lavene’s Test 0,05 H diterima.
Two-Sample T-Test and CI: Gain kelas eksperimen, Gain kelas kontrol Two-sample T for Gain kelas eksperimen vs Gain kelas kontrol
N Mean StDev SE Mean Gain kelas eksperimen
28 0.493 0.132 0.025 Gain kelas kontrol
31 0.361 0.158 0.028 Difference = mu Gain kelas eksperimen - mu Gain kelas kontrol
Estimate for difference: 0.1321 95 lower bound for difference: 0.0683
T-Test of difference = 0 vs : T-Value = 3.46 P-Value = 0.001 DF = 57 Both use Pooled StDev = 0.1463
Berdasarkan hasil output diperoleh nilai P-Value sebesar 0,001. Nilai tersebut kurang dari nilai signifikansi
� = 0,05 P 0,05 sehingga H ditolak, hal ini berarti bahwa peningkatan
pemahaman matematik antara siswa yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran
IMPROVE
lebih baik daripada yang menggunakan cara biasa.
6.
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
a. Kemampuan pemahaman matematik siswa SMP yang menggunakan metode pembelajaran
IMPROVE
lebih baik daripada pemahaman siswa yang menggunakan cara biasa. b.
Siklus dalam metode pembelajaran
IMPROVE
terdiri dari 6 tahap yaitu: Pengenalan konsep baru
Introduction new concept
, Pertanyaan Metakognisi
Metacognitive questioning
, Latihan
Practicing
, Tinjauan ulang, Mengurangi kesulitan, Perolehan pengetahuan
Review and Reducing difficulites, Obtaining mastery,
Verifikasi
Verification
, dan Pengayaan
Enrichment
. 6.2.
Saran
a. Bagi para guru yang menggunakan metode IMPROVE ini diharapkan dapat menguasai konsep
dengan faham betul sehingga dapat teraplikasi dengan baik dalam pelaksanaan tahapan metode improve ini.
148
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
b. Penguasaan kelas harus diperhatikan karena dalam pelaksanaan metode ini tidak semua anak
cepat dalam mengikutinya, biasanya hanya anak yang pandai yang dapat mengikuti dengan baik jalannya pembelajaran dengan metode ini.
DAFTAR PUSTAKA
Herdian2010.
Kemampuan Pemahaman
Matematika.
[online]. Tersedia
: http:herdy07.wordpress.com20100527kemampuan-pemahaman-matematis
diakses tanggal 11 Januari 2012.
Rohaeti, E. E. 2003.
Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Improve untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama
. Tesis Pasca Sarjana UPI : Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E. T. 2006.
Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangka n Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito. Solihah, N. H. 2012.
Pengaruh Pembelajaran Tekhnik Probing terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematik.
Skripsi S1 STKIP Siliwangi: Tidak diterbitkan. Suherman dan Sukjaya. 1990.
Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika.
Bandung: Wijaya Kusumah.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
149
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK PAIR SHARE TPS
Adi Nurjaman
STKIP Siliwangi
hendrialfiantogmail.com
ABSTRAK
Untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sikap dan tindakan serta cara mengajar yang dilakukan oleh guru tidak menjadi masalah. Tetapi, bagi siswa yang memiliki tingkat
kecerdasan rata-rata, dan rendah pelajaran matematika akan menjemukan dan mengakibatkan tidak senang belajar matematika. komunikasi matematika sangatlah penting dan perlu
mendapat perhatian. komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik, secara tulisan dengan gambar, membaca presentasi matematika
tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan menyusun argument. Salah satu alternatif model pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran
Think-Pair- Share
TPS. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen
tes dan non tes. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat yang salah satu karakteristiknya memiliki nilai rerata Ujian Nasional
matematika 7, pengambilan sampel dalam penelitian ini secara acak kelas. Hasil studi ini adalah Pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa.
Kata Kunci:
Komunikasi Matematik, Think Pair Share
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan mampu melahirkan sumber daya manusia SDM yang memenuhi tuntutan global, sebab pendidikan merupakan suatu wadah kegiatan untuk
membangun masyarakat dan karakter bangsa secara berkesinambungan, yaitu membina mental, intelektual, dan kepribadian dalam rangka membentuk manusia seutuhnya. Oleh karena itu,
pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif dari pemerintah, masyarakat, maupun pengelola pendidikan, Pengembangan kemampuan berpikir, khususnya yang
mengarah pada berpikir tingkat tinggi, perlu mendapat perhatian serius karena sejumlah hasil studi seperti Henningsen dan Stein, 1997; Peterson, 1988; Mullis, dkk Suryadi, 2004:17 menunjukkan,
―Pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat pros
edural‖. Untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sikap dan tindakan serta cara mengajar yang dilakukan oleh guru tidak menjadi masalah.
Tetapi, bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, dan rendah pelajaran matematika akan menjemukan dan mengakibatkan tidak senang belajar matematika. Maka dari itu
pemebalajaran bukan hanya sekedar metransfer ilmu saja akan tetapi harus diingat pembelajaran itu bukan hanya membuat siswa pandai dalam matematik saja akan tetapi pembelajaran haruslah
mempunyai makna yang akan diperoleh oleh setiap siswa. Sejalan dengan hal tersebut Sumarmo 2013:4 mengemukakan, ―Pembelajaran matematika mengacu pada prinsip siswa belajar aktif dan
150
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
learnig how to learn
yang rinciannya termuat dalam empat pilar pendidikan 1
learning to,
2
learning to do,
3
learning to be,
4 learning to live together”.
Kemampuan komunikasi matematik dikembangkan. Effendy 1993:5 menyatakan, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk membberi tahu
atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan
yang disampaikan seseorang itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada orang lain. Dalam pembelajaran, komunikasi matematika sangatlah penting dan perlu mendapat perhatian. Baroody
Asikin, 2002:12 mengemukakan, Sedikitnya ada dua alasan yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi perhatian yaitu 1 matematika sebagai bahasa, bukan
hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola atau menyelesaikan masalah tetapi matematika juga sebagai ―
an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succinty
‖ dan 2 sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, antara siswa dan guru. Dalam KBK kemampuan komunikasi dalam matematika
merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu dimiliki siswa. NCTM Saragih, 2007:37 mengatakan, bahwa komunikasi matematik adalah kemampuan siswa
dalam, 1 membaca dan menulis matematika dan mentafsirkan makna dan ide dari tulisan itu, 2 mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya, 3
merumuskan definisi matematika dan membuat generalisasi yang ditemui melalui investigasi, 4 menulis sajian matematika dengan pengertian, 5 menggunakan kosakatabahasa, notasi struktur
secara matematika untuk menyajikan ide menggambarkan hubungan, dan pembuatan model, 6 memahami, menafsirkan dan menilai ide yang disajikan secara lisan, dalam tulisan, atau dalam
bentuk visual, 7 mengamati dan membuat dugaan, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan dan menilai informasi, dan menghasilkan dan menyajikan argumen yang meyakinkan. Menyadari akan
pentingnya kemampuan komunikasi matematik dirasakan perlu bagi siswa, maka guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan, metode atau model pembelajaran
yang dapat melatih serta mendorong untuk meningkatkan kemampuan pemahamn dan komunikasi matematik siswa. Dalam pembelajaran matematik kemampuan berpikir tingka tinggi, rasa ingin
tahu yang tinggi, dan kreatif merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh siswa.
Salah satu alternatif model pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran
Think- Pair- Share
TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun
1985. Model pembelajaran
TPS
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang
lain. Lie 2004:57 mengemukakan, ―Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa‖. Model pembelajaran
TPS
adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, Lie 2004:57 mengemukakan, ―Tipe
Think-Pair-Share
TPS ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada
orang lain‖. Ibrahim 2000:26-27 mengemukakan, ―Ada beberapa tahap dalam pembelajaran
Think-Pair-Share
TPS adalah, Tahap 1 :
Thingking
berpikir Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa
diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
151 Tahap 2 :
Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok
membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5
menit untuk berpasangan.
Tahap 3 :
Sharing
berbagi Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa
yang telah mereka bicarakan‖. Berdasarkan uraian sebelumnya maka penulis mengambil judul Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share TPS.
1.2. Rumusan Masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pencapaian dan peningkatan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya dengan
model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada cara biasa?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
Menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TPS dengan siswa yang pembelajarannya
dengan cara biasa.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa, untuk dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar sehingga dapat mencapai
prestasi belajar yang lebih baik dan untuk membiasakan melatih siswa bekerja sama, saling memberikan informasi pelajaran yang didapat, sehingga dapat mencapai tujuan yang di
inginkan.
2. Bagi Pengajar, untuk dapat menerapkan representasi yang terbaik untuk suatu materi topik
tertentu, sehingga siswa dapat lebih memahami konsep materi tersebut dan menjadi rujukan yang bermanfaat bagi para pengajar. Di samping itu, model kooperatif tipe TPS merupakan
alternatif strategi pembelajaran yang dapat diimplementasikan di sekolah menengah, khususnya di mata pelajaran matematika. Pengajar juga perlu memperhatikan latar belakang
siswa, karena tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.
1.4. Definisi Operasional
d. Disposisi matematik adalah rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian
serius dalam belajar matematik, kegigihan dalam menghadapi dan menyelasaikan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain, kemampuan
pemahaman matematik. e.
Kemampuan komunikasi adalah matematik terdiri dari menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik, secara tulisan dengan gambar, membaca presentasi matematika tertulis dan
menyusun pertanyaan yang relevan menyusun argument.
2. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan disain kelompok kontrol pretes- postes yang melibatkan dua kelompok. Metode eksperimen digunakan karena ada pemanipulasian
perlakuan, dimana kelas yang satu mendapat pembelajaran melalui model kooperatif tipe TPS dan
152
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
kelas yang lain mendapat pembelajaran dengan cara biasa, pada awal dan akhir kedua kelas diberi tes. Sehingga desain penelitiannya adalah sebagai berikut :
A O X
O A O
O Dimana,
A : Pengambilan sampel secara acak kelas
O : Pretes = postes komunikasi matematik
X : Pembelajaran dengan Model Kooperatif Tipe TPS
2.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat yang salah satu karakteristiknya memiliki nilai rerata Ujian Nasional matematika 7. Dari seluruh SMPN yang
ada di Kabupaten Bandung Barat, terpilih SMPN 3 Ngamprah yang memiliki nilai rerata Ujian Nasional Matematika 7.00 tahun ajaran 20122013. Dari tiga tingkatan kelas yang ada di SMPN 3
Ngamprah yaitu kelas IX, VIII dan VII dengan pertimbangan pada semester 2 terdapat pokok bahasan segitiga dan segiempat yang digunakan dalam penelitian. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini secara acak kelas, yang menjadi sampel atau untuk mewakili populasi, melalui undian yang dilakukan terhadap 6 kelas dari kelas VII, kemudian didapat kelas VII.A kelas eksperimen
sebanyak 36 siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan model kooperatif tipe
think pair share
dan kelas VII.C kelas kontrol sebanyak 36 siswa diberi pembelajaran cara biasa.
2.2 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen tes uraian untuk memperoleh data. Aturan yang digunakan dalam penyusunan instrumen berdasarkan Panduan Kurikulum KTSP. Tes uraian terdiri dari tes
komunikasi matematik. Tes kemampuan disusun terdiri dari 5 soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik. Tes matematika tersebut digunakan pada tes awal pretes dan tes akhir
postes. soal tes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik disusun dalam bentuk soal uraian dan skor jawaban siswa disusun berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematik
yaitu,
a. menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik, secara tulisan dengan gambar,
b. membaca presentasi matematika tertulis
c. menyusun pertanyaan yang relevan menyusun argument.
Tabel 1.1
Holistic Scoring Rubric
Komunikasi Matematik Kriteria
Skor
Jawaban salah
Jawaban tidak mengembangkan ide-ide matematika
1
Beberapa jawaban tidak ada atau hilang 2
Jawaban benar tapi kurang lengkap
3
Jawaban lengkap dan benar 4
Susilawati, 2012:205
3. Hasil Penelitian dan dan Pembahasan
Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Penelitian
Kemampuan Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol Pretes Postes Gain Pretes Postes Gain
Komunikasi Matematik
� 6.64 33.20 15.75 78.75 0.68 6.33 31.65 14.11 70.55 0.57
S 1.33
2.22 0.15 1.26
2.47 0.16
SMI 20
1 20
1
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
153 Terlihat pada Tabel 1.2 rata-rata skor pretes kemampuan komunikasi matematis kelompok
eksperimen 6.64 dan kelompok kontrol 6.33. Dari kedua skor tersebut terlihat bahwa selisih rata- rata antara kedua kelompok tersebut adalah 0,31 yang artinya rata-rata skor kemampuan
komunikasi matematis kedua kelas tidak jauh berbeda. Simpangan baku rata-rata pretes kemampuan komunikasi matematis kelompok eksperimen 1.33 sedangkan kelompok kontrol 1.26.
Selisih simpangan baku antara kedua kelompok tersebut adalah 0,07 yang berarti kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki sebaran data yang relatif sama. Dilihat dari
persentase rataan skor pretes kemampuan komunikasi matematis kelompok eksperimen 33.20 dan kelompok kontrol 31.65, yang artinya persentase kemampuan komunikasi matematis
kelompok eksperimen sedikit lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Selanjutnya rata-rata nilai postes kemampuan komunikasi matematis kelompok eksperimen adalah 15.75 dan kelompok konrol 14.11 menunjukkan selisih 1.64 yang berarti ada perbedaan antara
rata-rata kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok tersebut setelah diberi perlakuan. Dilihat dari simpangan baku rata-rata postes kemampuan komunikasi matematis kelompok
eksperimen 2.22 sedangkan kelompok kontrol 2.47 berarti sebaran data kelompok kontrol lebih besar daripada kelompok eksperimen. Setelah diberi perlakuan, persentase rataan skor postes
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing menjadi 78.75 dan 70.55 yang artinya persentase kemampuan komunikasi matematis kelompok
eksperimen lebih tinggi dibandingkan persentase kelompok kontrol.
a. Analisis Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 1.3 Hasil Analisis Data Pretes Kelas
Pretes
x
St. dev Uji Normalitas
P-Value Uji Mann
Whitney P-Value
Kesimpulan
Eksperimen 6.64
1.33 0.00 data tidak normal
0.423 H
diterima
Kontrol
6.33 2.22
0.00 data tidak normal Berdasarkan Tabel 1.3 di atas, dapat dilihat bahwa kedua kelompok memiliki nilai signifikansi
0,05, berdasarkan taraf signifikansi
= 0.05 maka H ditolak. Artinya data pretes kemampuan
komunikasi siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal. Karena data kedua kelompok tidak berdistribusi normal maka dilanjukan ke uji
Mann Whitney
. Karena data pretes komunikasi matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak berdistribusi
normal, maka langkah selanjutnya adalah uji
Mann Whitney
. Hipotesis statistiknya adalah:
Dengan hipotesis stastik yang dirumuskan sebagai berikut:
H :
2 1
Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TPS dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
H
A
:
2 1
Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TPS dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
Keterangan : µ
1
= rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelompok eksperimen
µ
2
= rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelompok kontrol Kriteria Uji :
H diterima jika nilai Signifikansi
0.05 H
ditolak jika nilai Signifikansi 0.05
Berdasarkan Tabel 1.2, diperoleh nilai
Sig
data pretes kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan nilai 0.423 0.05, sehingga terima H
dengan kata lain tidak terdapat perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis siswa yang yang mendapat pembelajaran model
kooperatif tipe
think pair share
dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa
154
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
b. Analisis Data Postes Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 1.4 Hasil Analisis Data Postes Kelas
Postes
x
St. Dev
Uji Normalitas P- Value
Uji Homogenitas
P-Value Uji t
Kesimpulan
Ekperimen 15.75 2.22
0.131 data berditribusi normal
0.613 Homogen
0.002 H
ditolak
Kontrol 14.11 2.47
0.200 data berdistribusi normal
Berdasarkan Tabel 1.4 di atas, hasil uji normalitas skor postes kemampuan komunkasi matematis siswa kelas eksperimen memiliki nilai signifikansi
0.131 dan kelas kontrol memiliki nilai signifikansi 0.200. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa kedua kelas memiliki nilai
signifikansi 0,05, berdasarkan taraf signifikansi
= 0.05 maka H diterima artinya data postes
kemampuan komunikasi siswa berdistribusi normal. Didapat hasil bahwa data kedua kelas berdistribusi normal maka dilanjukan ke uji homogenitas varians, Masih berdasarkan Tabel 1.4,
nilai Sig 0.613 0.05 maka H diterima artinya hal ini menunjukkan bahwa data skor postes
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari varian yang homogen.
Hipotesis 1:
―Pencapaian kemampuan komunkasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran model kooperatif tipe
think pair share
lebih ba ik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa‖.
Dengan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut :
2 1
:
H
Pencapaian kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TPS kurang dari atau sama dengan secara
signifikan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
2 1
:
A
H Pencapaian kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya
menggunakan model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
Keterangan : µ
1
= rata-rata kemampuan komunkasi matematis kelompok eksperimen
µ
2
= rata-rata kemampuan komunkasi matematis kelompok kontrol Kriteria Uji :
H diterima jika nilai Signifikansi
0.05 H
ditolak jika nilai Signifikansi 0.05
Berdasarkan Tabel 1.4 hasil uji-t skor postes kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol nilai Sig. 2-tailed adalah 0.004. Maka didapat nilai Sig. 1-tailed 0.002. Nilai
Sig 0.002 0.05 maka H ditolak dengan kata lain rata-rata pencapaian kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mendapat pembelajaran model kooperatif tipe
think pair share
lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
155
c. Analsis Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi
Tabel 1.5 Hasil Analisis Gain Kelas
Gain
x St.
Dev Uji Normalitas
P-Value Uji Homogenitas
P-Value Uji t
Kesimpulan
Ekperimen 0.68 0.15
0.200 data berdistribusi
normal 0.766 homogen
0.002 H
ditolak
Kontrol 0.57
0.16 0.200 data
berdistribusi normal
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa kedua kelas memiliki nilai signifikansi nilai signifikansi P-value 0,05, berdasarkan taraf signifikansi
= 0.05 maka H diterima. Artinya data
N-gain kemampuan komunikasi matematis berdistribusi normal. Karena kedua data berdistribusi normal maka dilanjukan ke uji homogenitas varians. Masih berdasarkan Tabel 1.5 di atas nilai Sig
0.766 0.05 maka kedua varians kedua kelompok homogen Hipotesis 2:
―Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran model kooperatif tipe
think pair share
lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa‖. Dengan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut :
2 1
:
H
Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe TPS kurang dari atau sama dengan secara
signifikan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
2 1
:
A
H Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya
menggunakan model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
Keterangan : µ
1
= rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis kelompok eksperimen
µ
2
= rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis kelompok kontrol Kriteria Uji :
H diterima jika nilai Signifikansi
0.05 H
ditolak jika nilai Signifikansi 0.05
Berdasarkan Tabel 1.5 hasil uji-t perbedaan rata-rata N-Gain kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol nilai Sig 0,002 0.05 maka H
ditolak dengan kata lain peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran model
kooperatif tipe
think pair share
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa
4. Kesimpulan
1 Pencapaian kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan
model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
2 Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan
model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan cara biasa
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, M. 2002.
Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik
. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya, ISSN : 0852-7792 Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002.
Effendy. O. U. 1993.
Dinamika Komunikasi
. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
156
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
Ibrahim, M.
et al.
2000.
Pembelajaran Kooperatif
. Surabaya
: http:www.tuanguru.com201206model-pembelajaran-think-pair share.html 07 Januari
2014 Kurniawan, R. 2010.
Peningkatan Kemampuan Pamahaman dan Pemecahan Masalah Matematis melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah
Kejuruan
. Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Lie. A. 2004.
Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang - Ruang Kelas
. http:www.tuanguru.com201206model-pembelajaran-think-pair share.html 07 Januari 2014
Saragih, S. 2007.
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Realistik
. Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Suryadi, D. 2004.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangkaian Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP
. Disertasi UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan.
Susilawati, W. 2012.
Belajar dan Pembelajaran Matematika
. Bandung: Insan Mandiri.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
157
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PEMBERIAN TUGAS
MIND MAP
PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA
Devi Nurul Yuspriyati
STKIP Siliwangi devi_yuspriyatiyahoo.co.id
ABSTRAK
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh para ahli Psikologi Kognitif, materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa tidak benar-benar hilang dari ingatan akalnya, materi pelajaran itu
masih terdapat subitem akal permanen siswa namun terlalu lemah diingat kembali, sehingga diperlukan sebuah alat belajar yang membuat sistem memori siswa berfungsi optimal dalam
memproses materi pelajaran yang diberikan. Hal ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan dan menemukan pemahamannya sendiri.Implikasinya, informasi
yang diberikan sulit diserap, diserap, dan disimpan dengan baik di memori siswa atau biasa kita sebut lupa.Penelitian ini mencoba untuk menyelasaikan permasalahan tersebut.Ide utama untuk
memecahkan masalah tersebut adalah menggunakan pembelajaran matematika dengan pemberian tugas
mind map
untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan subjeknya adalah siswa kelas VII-B SMP
Negeri 12 Bandung. Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga siklus, setiap akhir siklus diberikan tes dan pada akhir siklus ketiga diberikan tes sub sumatif, semua tes berupa soal
uraian non rutin di analisis dengan cara penskoran. Sedang untuk mengetahui sikap siswa diberikannya angket, lembar observasi, wawancara, jurnal, catatan lapangan terhadap siswa
kelas VII-B yang dianalisis di ukur dengan skala sikap.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa dengan pendekatan pemberian tugas
mind map
mengalami peningkatan menjadi lebih baik yang terlihat dari tes setiap siklusnya. Sikap dan respon siswa
terhadap pembelajaran ini menunjukkan respon yang baik yang dapat dilihat dari angket dan jurnal siswa.
Kata Kunci:
Hasil Belajar, Mind Map
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan sampai perguruan tinggi. Hal ini menunjukan
bahwa matematika memegang peranan yang sangat penting dan melengkapi ilmu lain serta dapat mendukung aktivitas hidup manusia.Setiap akhir pembelajaran siswa diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak secara logis, sistematis, kritis, dan kreatif. Kemampuan seperti itu yang diharapkan melalui pembelajaran metematika. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Sumarmo 2000:2-4 bahwa melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan 1 memiliki pemahaman dan penalaran tentang produk dan proses matematika apa,
bagaimana, dan mengapa yang memadai, 2 memiliki keterampilan dan dapat melaksanakan proses matematika
doing math
, 3 memahami, menghargai, dan mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai dan keindahan akan produk dan proses matematika, dan 4 mampu bersosialisasi dan
berkomunikasi dalam matematika.
158
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
Anggraeni 2008:2 dalam penelitiannya di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat penguasaan siswa dalam matematika pada semua jenjang masih sekitar 34 Kompas dam Masykur Ag, 2007.
Belum tercapainya hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran matematika, dapat dijadikan indikator bahwa dalam pembelajaran siswa masih mengalami kesulitan belajar. Menurut Anggraeni
2008:5 bahwa sikap dan kebiasaan belajar yang baik akan memberikan tunjangan terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal dan sebaliknya sikap dan kebiasaanya belajar yang kurang
baik, kurang ulet, dan kurang gesit akan mempengaruhi hasil belajar yang tidak optimal. Pemberian Tugas
mind map
peta pikiran diharapkan dapat memperbaiki proses dan hasil belajar siswa dengan optimal.
Mind Map
yang digunakan dapat mengaitkan pembelajaran yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk yang kreatif sehingga siswa dapat lebih mudah mengingatnya.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan pemberian tugas berupa
Mind Map
kepada siswa,sehingga mereka dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa di dalam kelas, agar mencapai ketuntasan belajar yang optimal. Untuk itu,
peneliti melakukan penelitian yang berjudul‖Pembelajaran Matematika dengan Pemberian Tugas
Mind Map
Peta Pikitanuntuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa‖.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah pembelajaran matematika dengan pemberian tugas
Mind Map
peta pikiran dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pemberian tugas
Mind Map
peta pikiran?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat pada penelitian ini adalah: 1.
Ingin mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pemberian tugas
Mind Map
peta pikiran dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
2. Ingin mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pemberian tugas
Mind Map
. 3.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa dikarenakan dengan
Mind Map
peta pikiran siswa dapat membantu membuat catatan yang lebih menarik, dapat mengingat kembali materi yang telah dipelajari, melihat adanya keterkaitan antar materi yang
diberikan, dan dapat mambuat belajar matematika itu lebih menarik dan menyenangkan. 4.
Manfaat hasil dari penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi guru matematika untuk memperbaiki atau untuk mengembangkan mutu pembelajaran di sekolah, khususnya mata
pelajaran matematika.Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan motivasi untuk mengembangkan kreativitas dalam menyusun dan merancang metode pembelajaran
2. Kajian Teoritis
2.1.
Mind Map
Peta Pikiran dan Hasil Belajar
Dari Pustekom Anzela, 2008:21 ditemukan fakta bahwa, jika salah satu sisi otak kurang dipergunakan tersebut diaktifkan, seringkali hasilnya akan menjadi jauh lebih efektif dibandingkan
hanya salah satu saja yang aktif. Ternyata, jika kedua sisi otak tersebut dapat bekerja secara bergantian sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi maka akan terjadi suatu sinergi yang
memberikan hasil akhir yang lebih baik. Menurut istilah
mind map
Buzan, 2008: 35 adalah skema atau bagan yang merepresentasikan ide suatu himpunan konsep
–konsep dengan maksud mengaitkan dalam suatu kerangka kerja dengan menggunakan seluruh simbol grafis. Secara visual
mind map
merangsang otak, karena mind map menggunakan kombinasi warna dan gambar yang memudahkan dalam mengingat informasi
dibandingkan teknik mencatat biasa yang linier dan cenderung satu warna. Dengan mind map daftar informasi yang panjang dan menjemukan bisa diubah bentuk menjadi diagram yang warna
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
159 warni dan juga mudah diingat.
Mind map
merupakan jenis mencatat informasi tingkat tinggi yang berupa materi pelajaran yang diterima siswa dan dapat diingat dengan bantuan catatan.
Hasil belajar Anggraeni, 2008:15 adalah pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap yang diperoleh setelah terjadi interaksi dengan sumber belajar.Adapun yang terdapat pada Sistem
Pendidikan Nasional mengenai rumusan tujuan pendidikan baik itu kurikuler maupun intriksional, mengklasifikasikan hasil belajar yang diadopsi adalah pengkelompokan yang dikemukakan oleh
Benjamin Bloom Jica : 23 terbagi atas tiga daerah domain yaitu, daerah kognitif, daerah afektif, dan daerah Psikomotorik. Untuk mewujudkan belajar agar bermakna secara maksimal belajar harus
berprinsip pada :
a. Siswa sebagai subjek karena memiliki potensi kecerdasan, minat dan bakat.
b. Belajar harus dengan melakukan dan mengkomunikasikan agar keterampilan hidup ini
terlatih dan terbiasa. c.
Mengembangkan kemampuan bersosialisasi agar kemampuan interaksi dan empati dapat berkembang.
Dengan prinsip tersebut, maka seharusnya guru mengusahakan agar belajar secara aktif dan proaktif sehingga mendapat hasil yang maksimal, sekaligus menghindari cara belajar pasif atau
reaktif. Karakteristik dari keduanya dapat dibedakan seperti indikator berikut ini :
a. Belajar pada setiap situasi
b. Menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat
c. Berupaya terlaksana
d. Berpartisipasi dalam setiap kehidupan
Battencourt Anggraeni, 2008:15 mengatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh pengalamannya dengan fisik dan lingkungannya demikian pula yang dikatakan oleh suparno
Anggraeni, 2008:15 mengatakan hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa yang dapat berupa konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi
dengan bahan yang dipelajari. Jadi, hasil belajar itu sendiri dipengaruhi oleh pengetahuan siswa sebelumnya serta lingkungan yang nyaman dalam melakukan belajar baik di dalam ruangan
ataupun di luar ruangan.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas
classroom action research
. Menurut Ruseffendi dalam Rosana,2008:23 penelitian tindakan kelas PTK merupakan bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang ditujukan
untuk memperdalam pemahaman yang dilakukan selama proses pembelajaran matematika. Penelitian tindakan kelas PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya
sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa
dapat meningkat dalam Fitriah, 2007: 19.
Sebagai upaya mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, peneliti membuat seperangkat instrumen yang terdiri atas tes hasil belajar
siswa yang terdiri dari tes siklus I, tes siklus II, Tes siklus IIIdan Tes Sub Formatif yang mencakup materi segi empat secara keseluruhan. Sedangkan untuk memperoleh data sikap siswa yang
berkaitan dengan pendekatan
pemberian tugas menggunakan Mind map
adalah angket skala sikap model Likert. Instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi, lembar
wawancara mengenai kegiatan pembelajaran matematika menurut siswa dan pengamat dan jurnal siswa.
160
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
GASAN AWAL
ECONNAISSANCE
plementasi Langkah 1
Rencana Umum Langkah 1
Langkah 2 Langkah dst
Perbaikan Rencana Langkah 1
Langkah 2 aluasi
plementasi Langkah 2
luasi Perbaikan Rencana
Langkah 2 Langkah 3
Fitriah, 2007: 19.
4. Hasil Penelitian dan dan Pembahasan
Berdasarkan nilai yang diperoleh siswa pada setiap tes siklus, maka dapat ditentukan ketuntasan belajar siswa dan ketuntasan belajar kelas. Ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus dalam
penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1 Kualitas Ketuntasan Belajar
Ketuntasan Siswa
Jumlah Siswa Persentase
Siklus I Siklus
II Siklus
III Siklus
I Siklus
II Siklus
III
Tuntas 13
18 24
32.5 45
60 Tidak Tuntas
27 22
16 67.5
55 40
Berdasarkan Tabel 1, maka ketuntasan belajar siswa pada penelitian ini dapat diinterpretasikan sebagai berikut: