Pembahasan Hasil Penelitian Bambang Aryan Soekisno

308 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Szulanski, Gabriel 2003 Sticky Knowledge, Barriers to Knowing in the Firm , Sage Publications, London. Woodcook Francis, D. 1981. Organization Development Through Team Building . New York, Halsted. Zander, U. Kogut, B. 1995. Knowledge and the speed of the transfer and imitation of organizational capabilities : An empirical test. Organization Science , 61: 76-92. SESI MAHASISWA PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Siliwangi Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 309 PENERAPAN PENDEKATAN OPEN-ENDED DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA Indri Herdiman Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi herdi_zonayahoo.com ABSTRAK Makalah ini menggambarkan peranan penerapan pendekatan open-ended yang bertujuan meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Dikatakan bahwa ranah afektif juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Salah satunya yaitu kemandirian belajar siswa Kemandirian belajar yang baik tidak menutup kemungkinan mendapat hasil belajar yang baik, karena dengan kemandirian siswa termotivasi aktif belajar atas dorongan dirinya sendiri. pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan kepada siswa yang solusinya tidak hanya satu jalan cara. Sehingga akan menuntut siswa untuk belajar lebih aktif untuk berusaha memecahkan masalah yang diberikan. Hal tersebut diantaranya dapat menjadi salah satu pemicu yang dapat menumbuhkan kemandirian belajar siswa. Berdasarkan penelitian dan survey yang telah dilakukan, penerapan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika merangsang kemampuan kemandirian belajar siswa kearah yang lebih baik. Kata Kunci: Kemandirian Belajar, Pendekatan Open-Ended

1. Pendahuluan

Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan di sekolah, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting karena matematika merupakan ilmu yang dapat melatih untuk berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Matematika juga memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan peserta didik terampil berpikir rasional. Mengingat hal tersebut, penting untuk mempelajari matematika tidak hanya sekedar mengetahui tetapi juga berusaha untuk memahami. Menurut Ruseffendi 2006: 208 mengatakan, ―Matematika itu memegang peranan penting dalam pendidikan masyarakat baik sebagai objek langsung fakta, keterampilan, konsep, prinsipel maupun objek tak langsung bersikap kritis, logis, tekun, mampu memecahkan masalah dan lain- lain‖. Selain dari ranah kognitif, ranah afektif juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Salah satunya yaitu kemandirian belajar siswa. Kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu atas dorongan sendiri, kemampuan mengatur diri sendiri untuk menyelesaikan masalah dan dapat bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil. Kemandirian belajar juga merupakan kesiapan dari individu dengan inisiatif sendiri untuk belajar, dengan atau tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metoda belajar, dan evaluasi hasil belajar. Kemandirian belajar yang baik tidak menutup kemungkinan mendapat hasil belajar yang baik karena dengan kemandirian siswa termotivasi aktif belajar atas dorongan dirinya sendiri. Dengan belajar aktif siswa akan berusaha memecahkan masalah yang diberikan guru. Diantaranya siswa yang memiliki kemandirian belajar dalam mencari sumber belajar selain sumber yang diberikan oleh gurunya akan memiliki lebih banyak cara untuk menyelesaikan suatu persoalan. Siswa akan 310 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi lebih banyak memiliki alasan reasoning mengenai mengapa suatu konsep atau rumus tertentu dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu persoalan sehingga belajar menjadi bermakna. Dalam kegiatan pembelajaran, kemandirian sangat penting karena kemandirian merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu. Menurut Sumarmo 2004: 12 dengan kemandirian, siswa cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Siswa yang mempunyai kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara individual maupun bekerja sama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan.Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tidak lepas dari peran matematika sebagai ilmu dasar. Belajar bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang mereka pelajari, bukan sekedar mengetahui sebagai pemindahan pengetahuan dari guru. Guru dapat membantu siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Penelitian yang dilakukan Delta 2012 menemukan bahwa rendahnya kemandirian belajar siswa SMP disebabkan kurangnya motivasi belajar siswa, rendahnya keaktifan siswa dalam pembelajaran, kejenuhan dalam kelas. Pada umumnya pembelajaran di kelas bersifat monoton yaitu guru menyampaikan materi dan siswa menyimak kemudian diberi latihan soal rutin. Siswa tidak aktif membangun pengetahuan dalam proses pembelajaran di kelas. Hal itu menjadi salah satu faktor yang menghambat peningkatan kemampuan siswa. Menyadari kenyataan di lapangan bahwa kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih tergolong rendah maka pengembangan kemampuan tersebut harus diperhatikan dalam pembelajaran. Kondisi siswa belajar secara pasif, jelas tidak menguntungkan terhadap peningkatan kemandirian belajarnya. Untuk itu perlu usaha guru agar siswa belajar secara aktif. Pendekatan pembelajaran diupayakan dapat mengaktifkan siswa untuk mengembangkan kemandirian belajar siswa sehingga siswa mampu mengembangkan dan mengevaluasi argumentasi. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa dipilih adalah pendekatan open-ended dengan menerapkan media pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa LKS yang berbasis open-ended problem. Pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan kepada siswa yang solusinya tidak hanya satu jalan cara. Guru hendaknya memanfaatkan keberagaman cara atau prosedur untuk menyelesaikan masalah, agar memberi pengalaman kepada siswa dalam menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan cara berpikir matematika yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam pembelajaran ini siswa diberikan LKS untuk dikerjakan secara individu sehingga siswa dengan mudah dapat memahami konsep materi. Siswa diajak belajar mandiri, dilatih untuk mengoptimalkan kemampuannya dalam menyerap informasi ilmiah yang dicari, dilatih untuk memecahkan masalah. Jadi melalui LKS berbasis open-ended problem ini keaktifan, kemandirian dan keterampilan siswa dapat dikembangkan dan efektif. 2. Pembahasan

2.1. Kemandirian Belajar

Sumarmo 2004 mengungkapkan bahwa kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Sejalan dengan itu Tahar 2006:92 menyatakan ―kemandirian belajar merupakan kesiapan dari individu yang mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 311 tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metoda belajar, dan evaluasi hasil belajar‖. Sejalan dengan itu, menurut Subliyanto 2011 kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu mempertanggung jawabkan tindakannya. Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila ia telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Selanjutnya Sumarmo 2004 merinci indikator kemandirian belajar sebagai berikut : 1 inisiatif belajar, 2. mendiagnosa kebutuhan belajar, 3 menetapkan target dan tujuan belajar, 4 memonitor, mengatur dan mengontrol kemajuan belajar, 5 memandang kesulitan sebagai tantangan, 6 memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7 memilih dan menerapkan strategi belajar, 8 mengevaluasi proses dan hasil belajar dan 9 memiliki self -concept konsep diri. Woolfolk Qohar, 2011 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar meliputi: pengetahuan knowledge , motivasi motivation dan disiplin pribadi self-discipline . Motivasi merupakan faktor penting dalam kemandirian belajar. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi akan tertarik untuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan karena menyukai dan memiliki motivasi untuk menyelesaikannya. Mereka mengetahui alasan mereka belajar, sehingga ketika mereka memilih dan melakukan sesuatu, hal tersebut merupakan dorongan dari dalam diri mereka sendiri dan bukan karena dipengaruhi dan dikontrol oleh orang lain. Salah satu bentuk tes yang bisa mengukur kemadirian belajar matematik siswa adalah bentuk angket yang berisi pernyataan yang dapat mendiagnosa kebutuhan belajar siswa. Seperti pernyataan ketika mengalami kesulitan, saya menunggu bantuan temanguru dan siswa memilih jawaban kolom sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. 2.2. Pendekatan Open-Ended Pendekatan open-ended menurut Becker dan Shigeru Mahmudi, 2008, pada awalnya dikembangkan di Jepang pada tahun 1970-an, peneliti-peneliti Jepang melakukan proyek penelitian pengembangan metode evaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pendidikan matematika dengan menggunakan soal atau masalah terbuka open-ended problem sebagai tema. Meskipun pada mulanya pengembangan soal terbuka dimaksudkan untuk mengevaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi, tetapi selanjutnya disadari bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan soal terbuka mempunyai potensi yang kaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut Mahmudi 2008, soal terbuka open-ended problem adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman, et. al 2001 problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem openended atau problem terbuka. Penerapan problem open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawaban atau hasil akhir. Tujuan utama siswa dihadapkan dengan problem open-ended adalah bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Jadi, tidak hanya ada satu pendekatan atau metode dalam memperoleh jawaban, namun beberapa atau banyak. Penggunaan soal terbuka juga dapat memicu tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif siswa karena dalam kegiatan pembelajaran dapat membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban yang benar, Sehingga pola pikir matematis siswa dapat dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Nohda Suherman, et. al , 2001: 114 menyatakan, ‗tujuan dari pembelajaran open-ended ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara simultan‘. 312 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Aspek keterbukaan dalam soal terbuka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu: 1 terbuka proses penyelesaiannya, yakni soal itu memiliki beragam cara penyelesaian, 2 terbuka hasil akhirnya, yakni soal itu memiliki banyak jawab yang benar, dan 3 terbuka pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah menyelesaikan suatu soal, selanjutnya mereka dapat mengembangkan soal baru dengan mengubah syarat atau kondisi pada soal yang telah diselesaikan. Dalam membuat masalah open-ended, Jerry P. Becker Shigeru Shimada Suherman, et. al , 2001: 118-119 memberikan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi masalah tersebut, antara lain: 1 Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata dimana konsep matematika dapat dikaji dan diamati siswa. 2 Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variable dalam masalah itu. 3 Menyajikan bangun-bangun geometri sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur 4 Memberikan suatu barisan bilangan atau tabel bilangan sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika 5 Memberikan contoh konkret dalam beberapa kategori sehingga siswa dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum. Penyajian soal dalam pendekatan open-ended yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan media berupa LKS yang dapat difungsikan untuk menemukan dan mengaplikasikan suatu konsep. Lembar Kegiatan Siswa LKS merupakan bahan ajar yang dikemas sedemikian rupa agar siswa dapat mempelajari materi tersebut secara mandiri. Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran. LKS memberikan arahan yang terstruktur bagi siswa untuk memahami materi yang diberikan. Melalui LKS, guru akan memperoleh kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. LKS didesain untuk dimanfaatkan siswa secara mandiri, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga yang diharapkan berperan aktif dalam mempelajari materi yang ada dalam LKS adalah siswa. Dalam proses pembelajaran matematika, LKS dapat difungsikan dengan tujuan untuk menemukan konsep, prinsip, juga untuk aplikasi konsep dan prinsip. Dhari dan Haryono Wandhiro, 2011: 3 menyatakan ‗lembar kerja siswa adalah lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegia tan yang terprogram‘. Menurut Darmojo Wandhiro, 2011: 8, LKS yang memenuhi asas-asas belajar mengajar yang efektif, yaitu: 1 Memperhatikan adanya perbedaan individual 2 Tekanan pada pemahaman konsep 3 Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa 4 Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi social, emosional, moral dan estetika pada anak. 5 Pengalaman belajarnya ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa dan bukan ditentukan oleh bahan pelajaran. Sedangkan syarat konstruksi sebuah LKS menurut Darmojo Wandhiro, 2011: 8 adalah sebagai berikut: 1 Menggunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa anak. 2 Menggunakan struktur kalimat yang jelas, yaitu menghindari kalimat yang kompleks, menghindari kata-kata yang tidak jelas dan menghindari kalimat negatif. 3 Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak. Apabila konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang kompleks, dapat dipecahkan menjadi bagian- bagian yang lebih sederhana terlebih dahulu. 4 Menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Dianjurkan isian atau jawaban didapat dari hasil pengolahan informasi. 5 Tidak mengacu pada sumber diluar kemampuan siswa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 313 6 Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberikan keleluasaan pada siswa untuk menuliskan maupun menggambarkan pada LKS. Memberi bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban dan menggambarkan sesuai dengan yang diperintahkan. 7 Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang panjang tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi namun kalimat yang terlalu pendek 8 juga dapat mengundang pertanyaan. 9 Menggunakan ilustrasi. 10 Dapat digunakan untuk anak yang lamban maupun pandai. 11 Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai sumber informasi. 12 Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya, misalnya nama, kelas dan sebagainya. Keunggulan pendekatan open-ended menurut Suherman, et. al 2003: 132 antara lain: 1 Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide. 2 Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif. 3 Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri. 4 Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan. 5 Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan. Sedangkan kelemahan pendekatan open-ended menurut Suherman, et. al 2003: 132 antara lain: 1 Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan yang mudah. 2 Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan. 3 Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka. Sebagian siswa mungkin merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

2.3. Benang Merah Penerapan Pendekatan

Open-Ended Terhadap Peningkatan Keman d irian Belajar Siswa Pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan kepada siswa yang solusinya tidak hanya satu jalan cara. Sehingga akan menuntut siswa untuk belajar lebih aktif untuk berusaha memecahkan masalah yang diberikan. Hal tersebut diantaranya dapat menjadi salah satu pemicu yang dapat menumbuhkan kemandirian belajar siswa dalam mencari sumber belajar selain sumber yang diberikan oleh gurunya, yang merupakan salah satu dari indikator kemandirian belajar. Penyajian soal dalam pendekatan open-ended bisa disajikan menggunakan media berupa LKS yang dapat difungsikan untuk menemukan dan mengaplikasikan suatu konsep. Dengan LKS berbasis open-ended problem dimana berisi persoalan terbuka, maka rasa ingin tahu siswa akan semakin tinggi. Penggunaan LKS berbasis open-ended problem dapat menumbuhkan ide, kreativitas serta sikap kritis siswa. Siswa dapat mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, sehingga lebih mementingkan proses daripada hasil. Hal ini akan membentuk pola pikir keterpaduan, pemahaman konsep dan melatih daya nalar siswa.