Pengolahan Data Hasil Postes

272 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Keterangan : � : Siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik kemampuan berpikir kritisnya sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa konvensional. � 1 : Siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik kemampuan berpikir kritisnya lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa konvensional. Pada Tabel 6, terlihat bahwa nilai probabilitas pada signifikansi 2-tailed adalah 0,000. Oleh karena itu probabilitas 0,05, maka H ditolak dengan kondisi lain 1 H diterima atau kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional. Dengan kriteria uji tolak Ho untuk    1 t t hitung dan terima H jika h itu n g t memiliki harga lain, dengan taraf signifikansi 0,05. Pada Tabel 6 di atas, terlihat h itu n g t untuk skor postes dengan equal varians assumed kedua varians sama adalah 9,206 dan a t  1 dari hasil interpolasi diperoleh 78 95 , t = 1,6665. Jadi 78 95 , t t hitung  , maka H ditolak atau kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3.3. Pengolahan Data Skala Sikap Hasil skala sikap diperoleh dengan memberikan angket skala sikap kepada siswa yang mendapat pembelajaran matematika realistik. Skala sikap ini disajikan menjadi tiga bagian, yaitu : 1 Sikap siswa terhadap pelajaran matematika, 2 Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika realistik, dan 3 Sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kritis. Setelah data diolah maka diperoleh hasil sebagai berikut : a Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika Tabel 7 Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika No Indikator No. Soal Sifat SS S N TS STS Rata-rata Skor Sikap Siswa Item Klasifikasi 1 Menunjukkan kesukaan terhadap matematika 5 + 7 10 21 2 3,55 3,65 5 4 3 2 1 8 - 1 7 13 16 3 3,33 1 2 3 4 5 15 + 3 22 11 4 3,60 5 4 3 2 1 19 - 2 15 16 7 3,70 1 2 3 4 5 2 Menunjukkan kesungguhan mengikuti proses pembelajaran 1 + 13 25 1 1 4,25 5 4 3 2 1 2 - 2 19 13 6 3,58 1 2 3 4 5 24 + 2 11 23 3 1 3,25 5 4 3 2 1 11 - 1 8 24 7 3,93 1 2 3 4 5 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 273 Berdasarkan Tabel 7 rata-rata skor sikap siswa terhadap pelajaran matematika lebih besar daripada skor netralnya yaitu 3,65 3,00 hal tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran matematika. b Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika Realistik Tabel 8 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika Realistik No Indikator No Soal Sifat SS S N TS STS Rata-rata Skor Sikap Siswa Item Klasifikasi 3 Menunjukkan kesukaan terhadap pembelajaran matematika realistik 12 + 4 18 15 3 3,58 3,77 5 4 3 2 1 7 - 1 13 23 3 3,70 1 2 3 4 5 3 + 6 25 5 3 1 3,80 5 4 3 2 1 21 - 11 7 15 7 3,45 1 2 3 4 5 4 Manfaat mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik 22 + 4 23 8 4 1 3,63 5 4 3 2 1 10 - 1 7 24 8 3,98 1 2 3 4 5 9 + 7 24 8 1 3,93 5 4 3 2 1 4 - 1 1 2 25 11 4,10 1 2 3 4 5 Berdasarkan Tabel 8 rata-rata skor sikap siswa terhadap pembelajaran matematika realistik lebih besar daripada skor netralnya yaitu 3,77 3,00 hal tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika realistik. c Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan Berpikir Kritis Tabel 9 Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan Berpikir Kritis No Indikator No. Soal Sifat SS S N TS STS Rata-rata Skor Sikap Siswa Item Klasifikasi 5 Menunjukkan kesukaan terhadap soal- soal yang diberikan 22 + 4 23 8 4 1 3,63 3,73 5 4 3 2 1 10 - 1 7 24 8 3,98 1 2 3 4 5 9 + 7 24 8 1 3,93 5 4 3 2 1 4 - 1 1 2 25 11 4,10 274 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi No Indikator No. Soal Sifat SS S N TS STS Rata-rata Skor Sikap Siswa Item Klasifikasi 1 2 3 4 5 5 Manfaat soal- soal yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari 13 + 1 20 12 6 1 3,35 5 4 3 2 1 23 - 1 13 23 3 3,70 1 2 3 4 5 18 + 9 20 8 1 2 3,83 5 4 3 2 1 6 - 6 15 18 1 3,35 1 2 3 4 5 Berdasarkan Tabel 9 rata-rata skor sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kritis lebih besar daripada skor netralnya yaitu 3,73 3,00 hal tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik memiliki sikap yang positif terhadap soal-soal kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil pretes nilai rerata untuk kelompok eksperimen sebesar 44,300 tidak jauh berbeda dengan nilai rerata kelompok kontrol sebesar 44,375. Selain itu, setelah dianalisis ternyata tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil postes nilai rerata untuk kelompok eksperimen sebesar 69,05 lebih baik daripada nilai rerata kelompok kontrol sebesar 44,48. Setelah dianalisis, didapat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil skala sikap, terlihat bahwa siswa memberikan respon positif terhadap penerapan pembelajaran matematika realistik pada pembelajaran matematika, dari pernyataan yang peneliti berikan kepada siswa, umumnya mereka setuju bahwa pembelajaran matematika realistik memberi kemudahan kepada mereka dalam mempelajari matematika serta membantu mereka dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Hal ini didasarkan pada jawaban siswa yang cenderung memilih jawaban setuju untuk pernyataan positif dan tidak setuju untuk pernyataan yang bersifat negatif daripada memilih jawaban netral.

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu: a. Kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. b. Siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika realistik. DAFTAR PUSTAKA Putra, T.G. 2007. Model Pembelajaran Redoks Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK . Tesis PPS UPI. Bandung : tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 275 Ruseffendi, E. T. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito. Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta: Elex Media Komputindo. Zainurie 2007. Pembelajaran Matematika Realistik RME . Tersedia : httpZainurie.wordpress.com20070413pembelajaran-matematika-realistik-rme. [05 Desember 2009]. Wijaya, C. 1999. Pendidikan Remedial Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia. Bandung : PT. ROSDA Karya. 276 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA SMA Ida Nuraida Pendidikan Matematika, Universitas Galuh Ciamis ida.nuraidamathgmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi pembelajaran yang menggunakan student facilitator and explaining terhadap kemampuan berpikir logis, peningkatan kemampuan berpikir logis ditinjau dari kategori kemampuan awal siswa ditinjau secara keseluruhan dan kategori kemampuan awal siswa. Desain penelitian ini adalah kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pretes dan postes. Kelompok eksperimen mendapat pembelajaran yang menggunakan student facilitator and explaining dan kelompok kontrol mendapat pembelajaran konvensional. Pada penelitian ini untuk mendapatkan data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan berpikir logis, lembar observasi dan wawancara. Seluruh siswa kelas XI IPA di salah satu SMA yang ada di belahan utara kabupaten Tasikmalaya yang dipilih secara purposif. Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data pretes, postes, dan N-gain kemampuan berpikir logis siswa antara kedua kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji perbedaan rerata dua populasi dan UJI ANOVA Dua Jalur. Hasil penelitian menunujukkan bahwa kemampuan berpikir logis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan student facilitator and explaining secara perhitungan statistik lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan berpikir logis siswa kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran student facilitator and explaining . Kata Kunci: Pembelajaran Student Facilitator and Explaining , Kemampuan Berpikir Logis

1. Pendahuluan

Tujuan utama penyelenggaraan pendidikan adalah untuk mempersiapkan setiap individu menjadi anggota masyarakat yang berguna dan menjadi aset yang berharga dalam melaksanakan pembangunan bangsa dan negara, kini dan masa depan. Pendidikan merupakan proses sosialisasi, peserta didik diperkenalkan dengan potensi diri, ilmu pengetahuan, dan lingkungan agar mereka mampu memainkan peran dan ambil bagian dalam proses pembangunan masyarakat sesuai dengan posisi dan kedudukannya. Untuk mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan masa depan, maka harus dipersiapkan peserta didik yang berkepribadian luhur dan bermartabat tinggi. Untuk merespon hal tersebut maka Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 membuat inovasi yang harus diadopsi oleh semua satuan pendidikan yaitu adanya Standar Nasional Pendidikan SNP yang berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, dan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Berkenaan dengan peran matematika dalam kemajuan zaman, Levvit dalam Buchori, 2000 menyatakan bahwa jika suatu masyarakat dibiarkan dalam kebutaan matematika maka akan membuat masyarakat tersebut kehilangan kemampuan untuk berpikir secara disipliner dalam menghadapi masalah-masalah nyata, yang dimulai dari masalah-masalah yang relatif sederhana Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 277 hingga masalah-masalah yang benar-benar rumit. Sejalan dengan itu maka berdasarkan pendapat Turmudi 2009 ―… penguasaan mata pelajaran matematika memudahkan peserta didik untuk melatih berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian‖, maka dengan diberikannya mata pelajaran matematika terhadap peserta didik diharapkan mereka dapat mengikuti perkembangan jaman yang semakin canggih dengan teknologi-teknologinya yang hampir merusak karakter dan kepribadian peserta didik. Turmudi 2008 mengemukakan bahwa pembelajaran matematika selama ini hanya disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas dalam ingatan siswa sehingga siswa merasa mudah lupa dan selalu kebingungan apabila mendapatkan soal yang diberikan guru. Pada laporan studi TIMSS 2011 yang dilakukan di 38 negara termasuk Indonesia oleh Mullis e t.al 2000 mengungkapkan bahwa sebagian besar kegiatan pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematika atau kemampuan berpikir logis siswa. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa kompetitif peserta didik Indonesia dalam ajang Internasional masih rendah, ini dapat dibuktikan dengan melihat peringkat. Peringkat peserta didik Indonesia berada diperingkat sepuluh terakhir dari 45 negara lebih yang ikut ajang kompetisi. Hal itu disebabkan pembelajaran matematika pada saat ini disampaikan dengan pembelajaran konvensional, sehingga kemampuan siswa hanya berpikir tingkat rendah dan hapalan saja. Pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terlaksana. Menurut Herman 2007 bahwa kegiatan pembelajaran konvensional seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis. Aktivitas pembelajaran konvensional mengakibatkan terjadinya proses penghapalan konsep atau prosedur tanpa bermakna. Pemahaman konsep matematika siswa rendah, sehingga siswa harus mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku maka terjadi pembelajaraan makanistik. Poejawijatna 1992 menyatakan bahwa orang yang berpikir logis akan taat pada aturan. Sejalan dengan pendapat itu, Kennedy dalam Awaludin, 2007 berpendapat kemampuan berpikir logis sebagai kemampuan mengidentifikasi atau menambahkan argumentasi logis yang diperlukan untuk menyelesaikan soal. Sesuai dengan pendapat tersebut, Awaludin menambahkan bahwa penalaran logis adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan dengan menggunakan logika tertentu berdasarkan informasi-informasi yang diberikan. Sebagai bukti kebenaran dari kesimpulan tersebut, seorang siswa harus memberikan argumen atau alasan yang logis. Rendahnya kemampuan berpikir logis matematis siswa akan berimbas pada rendahnya prestasi belajar siswa di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi masalah tersebut melalui pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai. Metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dapat mengoptimalkan kemampuan siswa secara baik. Sesuai dengan hal itu Wahyudin 1999 menyatakan bahwa kemampuan para guru matematika menggunakan berbagai metode atau pendekatan dengan tepat dan benar dalam mengajar, dapat mempengaruhi tingkat penguasaan siswa dalam matematika itu sendiri. Untuk merespon masalah rendahnya kemampuan berpikir logis siswa di sekolah, maka dalam penelitian ini dilakukan inovasi baru dengan melakukan pembelajaran student facilitator a nd explaining . Metode ini termasuk pembelajaran cooperative learning. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalahnya adalah 1 Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir logis siswa antara kelompok atas, keliompok tengah, dan kelompok bawah pada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan student facilitator and explaining dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 2 Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang yang diberikan terkait dengan faktor kategori kemampuan berpikir logis siswa?