Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
265
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
REALISTIK
In In Supianti
Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Pasundan supiantiunpas.ac.id
ABSTRAK
Kemampuan berpikir kritis siswa SMA rendah. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA menggunakan model pembelajaran
matematika realistik. 80 siswa SMA Pasundan 7 Bandung yang terdiri dari 40 siswa kelas eksperimen dan 40 siswa kelas kontrol menjadi subjek penelitian yang dipilih secara acak
kelas. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis tipe uraian yang diberikan ketika pretes dan postes. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji rerata uji
t, hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran matematika realistik meningkat.
Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Realistik, Kemampuan Berpikir Kritis, Pemecahan
Masalah
1. Pendahuluan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan teknologi dan informasi terus perlu dilakukan. Sumber daya manusia ini di harapkan mampu menguasai, mengembangkan
dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putra 2007:15 salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah meningkatkan kualitas pendidikan yang berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir siswa. Salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis.
Menurut Wijaya 1996:70 kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah, rendahnya kemampuan berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di sekolah-sekolah
jarang dilakukan. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali
dan berpikir kritis dalam mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Sifat abstrak yang merupakan salah satu karakteristik matematika menyebabkan banyak siswa
mengalami kesulitan dalam belajar matematika sehingga kemampuan berpikir kritis siswa lemah. Selain itu, belajar matematika siswa juga belum bermakna, Ruseffendi 2006:172 menyatakan
bahwa belajar bermakna adalah belajar yang untuk memahami apa yang sudah diperolehnya itu dikaitkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya itu lebih mengerti. Mengaitkan pengalaman
kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran lebih bermakna.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen dalam Zainurie, 2007:1, bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan
matematika. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu,
menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan.
266
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan, terungkap bahwa berpikir kritis perlu dikembangkan dan diterapkan dalam proses belajar mengajar sehingga siswa mampu bersaing pada saat ini dan pada
masa yang akan datang. Oleh karena itu, perlu dicari model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu alternatif pembelajaran matematika
yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik berorientasi pada matematisasi
pengalaman sehari-hari
mathematize of everyday experience
dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa dengan memberikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran matematika realistik dan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a.
Apakah kemampuan berpikir kritis siswa SMA yang mendapatkan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran ekspositori?
b. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran
matematika? Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ―Kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan
pembelajaran Matematika Realistik lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran Ekspositori‖.
2.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok dipilih berdasarkan kehomogenan
kemampuan kelas dan dipilih secara acak kelas. Kedua kelompok diberi pretes dan postes. Kelompok eksperimen memperoleh pengajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran
matematika realistik sebagai perlakuan sedangkan kelompok kontrol memperoleh pengajaran matematika ekspositori sebagai perlakuan. Bagan dari desain penelitiannya sebagai berikut:
A 0 X 0 Ruseffendi, 2005:50
A 0 0 Keterangan :
A = pengambilan sampel dilakukan secara acak menurut kelas 0 = pretes = postes
X = pengajaran matematika realistik Peneliti memilih penelitian pada SMA di kota Bandung yaitu SMA Pasundan 7 Bandung.
Berdasarkan pokok bahasan yang diambil dalam penelitian ini peneliti mengambil kelas XI IPA sebagai sampel penelitian, dan karena menurut guru kelas XI IPA SMA Pasundan 7 Bandung
kemampuan siswa di kelas-kelas yang ada homogen, maka dalam penelitian ini penulis mengambil dua kelas kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan cara acak menurut kelas.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ialah instrumen pengumpulan data yang terdiri dari tes dan non tes. Tes berupa tes kemampuan berpikir kritis matematika berbentuk uraian sebanyak 5
soal. Adapun langkah-langkah penyusunan tes kemampuan matematika dalam jenjang kognitif adalah: a Membuat kisi-kisi soal yang meliputi dasar dalam pembuatan soal tes kemampuan
berpikir kritis, b Menyusun soal tes kemampuan berpikir kritis, c Menilai kesesuaian antara materi, indikator, dan soal tes untuk mengetahui validitas isi, d Melakukan uji coba soal untuk
memperoleh data hasil tes uji coba, e Menghitung validitas tiap butir soal, reliabilitas soal, daya pembeda, dan indeks kesukaran tiap butir soal menggunakan data hasil uji coba.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
267 Instrumen non tes berupa angket skala sikap model Likert. Skala sikap diberikan kepada kelas
eksperimen yang mendapat pembelajaran matematika realistik. Skala Likert meminta kepada responden untuk menjawab suatu pernyataan dengan jawaban sangat setuju SS, setuju S, tak
memutuskan N, tidak setuju TS, dan sangat tidak setuju STS. Prosedur Penelitian, Dalam pengumpulan data penelitian ini melalui tiga tahapan, yaitu yang
pertama tahapan persiapan, kedua tahapan pelaksanaan, dan ketiga tahapan akhir.
1 Tahap Persiapan
Langkah-langkah tahap persiapan, yaitu: a Melakukan uji coba instrumen penelitian b Mengumpulkan data c Mengolah hasil uji coba instrumen
2 Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian, yaitu: a Memilih dua kelas secara acak, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen; b Melaksanakan pretes pada kedua kelompok; c Melakukan
kegiatan belajar mengajar, kelas kontrol menggunakan pembelajaran biasa, sedangkan kelas eksperimen menggunakan pembelajaran matematika realistik; d Melaksanakan postes pada kedua
kelas; e Membagikan angket skala sikap untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran matematika realistik.
3
Tahap Akhir Pada tahapan ini peneliti mengolah dan menganalisis data hasil tes yang dilaksanakan
menggunakan uji rata-rata dan hasil angket skala sikap siswa. Peneliti juga membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan.
3. Hasil dan Pembahasan
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif berupa nilai tes awal pretes dan nilai tes akhir postes serta data kualitatif berupa hasil angket.
3.1. Pengolahan Data Hasil Pretes
a Tes Normalitas Distribusi
Langkah pertama adalah menguji normalitas kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode
Shapiro-Wilk
melalui aplikasi program
SPSS 15 for windows
dengan taraf signifikansi 0,05. Setelahdilakukan pengolahan data, tampilan
output
SPSS normalitas distribusi untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Normalitas Distribusi
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Nilai Kelas
Shapiro-Wilk Statistic
df Sig.
Pretes Kontrol
.971 40
.385 Eksperimen
.952 40
.089
Santoso 2007:169 menjelaskan bahwa bila nilai signifikan atau nilai probabilitas 0,05 maka distribusinya normal. Pada Tabel 1 dapat dilihat nilai signifikan untuk kelompok kontrol 0,385
sedangkan nilai signifikan untuk kelompok eksperimen adalah 0,089 Karena nilai signifikan kedua kelas tersebut lebih dari 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen berdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik Q-Q plot di bawah ini
268
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Grafik 1 Normalitas Q-Q Plot Tes Awal Pretes
Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Menurut Santoso 2007:169 jika data tersebar di sekitar garis maka masing-masing kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal. Pada Grafik 1 terlihat ada garis lurus dari
kiri bawah ke kanan atas dan data tersebar di sekitar garis, maka dapat diasumsikan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal.
b Tes Homogenitas Dua Varians
Menguji homogenitas variansi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan menggunakan uji
Levene’s Test melalui aplikasi
SPSS 15 for windows
dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan
output SPSS
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Output Uji Homogenitas Dua Varians Tes Awal Pretes
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Levene Statistic
df1 df2
Sig.
Nilai Pretes
Based on Mean 0.572
1 78
0.452 Based on Median
0.534 1
78 0.467
Based on Median and with adjusted df
0.534 1
77.419 0.467
Based on trimmed mean 0.584
1 78
0.447
Menurut Santoso 2007:169 bila nilai signifikan 0,05 berasal dari populasi yang mempunyai varians sama. Berdasarkan uji homogenitas varians menggunakan uji
Levene’s Test pada tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa nilai signifikan sebesar 0,452 Lebih besar dari 0,05 maka dapat diambil
kesimpulan bahwa siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen berasal dari populasi yang mempunyai varians sama, atau kedua kelompok tersebut homogen.
c Uji t
Setelah kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rerata dengan uji-t melalui aplikasi program
SPSS 15 for windows
menggunakan
Independent Sample t-Test
dengan taraf signifikansinya 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output
SPSS
dapat dilihat pada Tabel 3.