Tujuan dan Manfaat Penelitian

36 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Hasil penelitian yang berkaitan dengan retensi dalam konteks pembelajaran telah dilakukan oleh Craik dan Lockhart Hidayat dan Hamidah, 2013 dalam level pemrosesan informasi memberikan gagasan umum bahwa informasi yang diterima melalui proses yang mendalam akan memberikan retensi yang lebih baik dibanding informasi yang diterima melalui proses yang dangkal. Gagasan hasil studi Craik dan Lockhart ini memberikan isyarat bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru atau pengajar haruslah diupayakan melalui suatu proses yang mendalam pada saat siswa menerima pengetahuan matematika. Apabila seseorang belajar, maka setelah beberapa waktu lamanya apa yang dipelajarinya akan banyak yang terlupakan dan apa yang diingat akan berkurang jumlahnya. Penurunan jumlah materi yang diingat ini akan sangat cepat pada permulaan, selanjutnya penurunan tersebut tidak lagi cepat. Hasil penelitian Yusuf 2011 mengenai retensi menunjukkan: a. Materi pelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat siswa dibandingkan dengan materi yang tidak bermakna. b. Benda yang jelas dan kongkret akan lebih mudah diingat siswa dibanding dengan yang bersifat abstrak. c. Retensi akan lebih baik untuk materi yang bersifat kontekstual. d. Tingkat IQ tidak berkorelasi dengan retensi yang telah dipelajari siswa. Selain itu Yusuf 2011 juga mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: 1 yang dipelajari pada permulaan original learning ; 2 belajar melebihi penguasaan overlearning ; dan 3 pengulangan dengan interval waktu spaced review . Berdasarkan hal tersebut, maka strategi yang dapat dipakai guru untuk meningkatkan retensi siswa, yaitu: a. Meyakini bahwa kekompleksan respons yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya, ter-utama dalam pendekatan pembelajaran konstruktivisme. b. Memberikan latihan-latihan, baik yang dikerjakan secara kelompok maupun yang dikerjakan secara individu, apabila respons akan dipengaruhi oleh transfer positif. c. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik misalnya: dengan menyertakan kompetensi yang diharapkan dan pendekatan pembelajarannya, sehingga siswa dapat mempelajari respons diskriminatif yang diinginkan. d. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna, dengan memilih model pembelajaran yang cocok. e. Memberikan penguatan terhadap respons siswa, misalnya dengan soal- soal yang ―menantang,‖ apabila dirasa perlu. f. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik urutan waktu dan sistematik struktur keilmuan dan tingkat kesukarannya. g. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru, tetapi juga diharuskan mengingat kembali pelajaran yang telah diberikan sebelumnya. h. Mencari peluang-peluang yang terdapat di dalam situasi belajar baru, dan menghubungkannya dengan apa yang pernah dipelajari sebelumnya. i. Mengusahakan agar materibahan ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik, misalnya dengan memberikan persoalan matematika yang kontekstual. j. Memakai bantuan jembatan keledai mnemonic , karena ini akan meningkatkan organisasi bahan ajar yang dipelajari, k. Memberikan resitasi karena ini akan meningkatkan praktik siswa, l. Membangun struktur konsep yang jelas, misalnya dengan menggunakan alat peraga atau media audiovisual. Dengan kata lain, perlu digunakan lebih dari satu indera di dalam aktivitas belajar siswa.

2.2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Matematis

Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom terdiri dari tingkatan-tingkatan, yaitu 1 pengetahuan knowledge ; 2 pemahaman comprehension ; 3 penerapan application ; 4 mengalisis analysis ; 5 mensintesakan Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 37 synthesis ; dan 6 menilai evalua tion . Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah lower sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi higher adalah menilai. Berpikir Tingkat Tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan. Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Costa Sumarmo, 2012 mengelompokkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill HOTS menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Adapun karakteristik-karakteristik dari kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah 1 evaluasi dengan kriteria, 2 menunjukkan skeptisme, 3 keputusan yang menggantung, 4 menggunakan analisa logis, dan 5 sistematis.

2.2.1 Pemecahan Masalah Matematik

Ismaimuza 2010 menyebutkan bahwa ―masalah matematis secara lebih khusus adalah suatu masalah yang diterima untuk dianalisis dan mungkin dapat diselesaikan dengan metode metode matematis ‖. Menurut Minarni 2012 kemampuan pemecahan masalah matematis mencakup aspek: a membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari, b memilih dan menerapkan strategi yang cocok, c menjelaskan dan menafsirkan solusi sesuai dengan masalah asal. Matematika merupakan suatu pemecahan masalah maksudnya menekankan agar siswa belajar menggunakan strategi yang luas dalam memahami isi matematika, mengenali dan merumuskan persoalan dari dalam dan luar matematika, menggunakan model matematika dan teknologi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang luas dan bervariasi, termasuk persoalan- persoalan dunia nyata, menggeneralisasi penyelesaian dan strategi kemudian menggunakannya pada persoalan yang baru, meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan untuk menggunakan matematika secara bermakna dan menjadi penyelesai persoalan yang independen. 2.2.2 Berpikir Kritis Matematik Ennis Sumarmo, 2012 mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang dilakukan. Berpikir kritis berelasi dengan lima idea kunci yaitu: praktis, reflektif, masuk akal, kepercayaan, dan aksi. Selain kelima kata kunci di atas, berpikir kritis juga memiliki empat komponen yaitu: kejelasan clarity , dasar ba ses , inferensi inference , dan interaksi interaction . Kemudian, Glaser Sumarmo, 2012 menyatakan bahwa berpikir kritis matematik memuat kemampuan dan disposisi yang dikombinasikan dengan pengetahuan, kemampuan penalaran matematik, dan strategi kognitif yang sebelumnya, untuk menggeneralisasikan, membuktikan, mengases situasi matematik secara reflektif.. Selanjutnya, Langrehr 2003 menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir evaluatif yang melibatkan kriteria yang relevan dalam mengases informasi disertai dengan ketepatan accura cy , relevansi relevancy , kepercayaan reliability , ketegapan, consistency , dan bias bias. Serupa dengan pendapat Langrehr, Bayer Hassoubah, 2004 mengemukakan bahwa berpikir kritis memuat kemampuan menetapkan sumber yang dapat dipercaya, membedakan antara sesuatu atau data yang relevan dan yang idak relevan, mengidentifikasi dan menganalisis asumsi, mengidentifikasi bias dan pandangan, dan mengases bukti. Ennis Sumarmo, 2012 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan berpikir kritis, terlibat disposisi berpikir yang dicirikan dengan bertanya secara jelas dan beralasan, berusaha memahami dengan baik, menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara keseluruhan, berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, mencari berbagai alternatif, bersikap terbuka, berani mengambil posisi, bertindak cepat, bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, memanfaatkan