Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
37
synthesis
; dan 6 menilai
evalua tion
. Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk
mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah
lower
sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi
higher
adalah menilai. Berpikir Tingkat Tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling
terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan.
Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Costa Sumarmo, 2012 mengelompokkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau
Higher Order Thinking Skill
HOTS menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Adapun karakteristik-karakteristik dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah 1 evaluasi dengan kriteria, 2 menunjukkan skeptisme, 3 keputusan yang menggantung, 4 menggunakan analisa logis, dan 5 sistematis.
2.2.1 Pemecahan Masalah Matematik
Ismaimuza 2010 menyebutkan bahwa ―masalah matematis secara lebih khusus adalah suatu
masalah yang diterima untuk dianalisis dan mungkin dapat diselesaikan dengan metode metode matematis
‖. Menurut Minarni 2012 kemampuan pemecahan masalah matematis mencakup aspek: a membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari, b memilih dan
menerapkan strategi yang cocok, c menjelaskan dan menafsirkan solusi sesuai dengan masalah asal. Matematika merupakan suatu pemecahan masalah maksudnya menekankan agar siswa
belajar menggunakan strategi yang luas dalam memahami isi matematika, mengenali dan merumuskan persoalan dari dalam dan luar matematika, menggunakan model matematika dan
teknologi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang luas dan bervariasi, termasuk persoalan- persoalan dunia nyata, menggeneralisasi penyelesaian dan strategi kemudian
menggunakannya pada persoalan yang baru, meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan untuk menggunakan matematika secara bermakna dan menjadi penyelesai persoalan yang
independen. 2.2.2 Berpikir Kritis Matematik
Ennis Sumarmo, 2012 mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang dilakukan. Berpikir kritis berelasi
dengan lima idea kunci yaitu: praktis, reflektif, masuk akal, kepercayaan, dan aksi. Selain kelima kata kunci di atas, berpikir kritis juga memiliki empat komponen yaitu: kejelasan
clarity
, dasar
ba ses
, inferensi
inference
, dan interaksi
interaction
. Kemudian, Glaser Sumarmo, 2012 menyatakan bahwa berpikir kritis matematik memuat kemampuan dan disposisi
yang dikombinasikan dengan pengetahuan, kemampuan penalaran matematik, dan strategi kognitif yang sebelumnya, untuk menggeneralisasikan, membuktikan, mengases situasi
matematik secara reflektif.. Selanjutnya, Langrehr 2003 menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir evaluatif yang
melibatkan kriteria yang relevan dalam mengases informasi disertai dengan ketepatan
accura cy
, relevansi
relevancy
, kepercayaan
reliability
, ketegapan,
consistency
, dan bias bias. Serupa dengan pendapat Langrehr, Bayer Hassoubah, 2004 mengemukakan bahwa berpikir kritis
memuat kemampuan menetapkan sumber yang dapat dipercaya, membedakan antara sesuatu atau data yang relevan dan yang idak relevan, mengidentifikasi dan menganalisis asumsi,
mengidentifikasi bias dan pandangan, dan mengases bukti. Ennis Sumarmo, 2012 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan berpikir kritis, terlibat
disposisi berpikir yang dicirikan dengan bertanya secara jelas dan beralasan, berusaha memahami dengan baik, menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara
keseluruhan, berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, mencari berbagai alternatif, bersikap terbuka, berani mengambil posisi, bertindak cepat, bersikap atau
berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, memanfaatkan
38
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
cara berpikir orang lain yang kritis, dan bersikap sensisif terhadap perasaan orang lain. Selain aspek afektif tersebut, Ennis juga menyebutkan bahwa dalam berpikir kritis juga termuat
sejumlah kemampuan yaitu memfokuskan diri pada pertanyaan, menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan, jawaban, dan argumen, mempertimbangkan sumber yang terpercaya,
mengamati dan menganalisis deduksi, menginduksi dan menganalisis induksi, merumuskan eksplanatori, kesimpulan dan hipotesis, menarik pertimbangan yang bernilai, dan menetapkan
suatu aksi. 2.2.3 Berpikir kreatif Matematik
Puccio dan Murdock Costa, ed., 2001 menyebutkan bahwa kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir
kreatif, dan lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif. Berpikir kreatif memuat aspek keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif
tersebut antara lain kemampuan mengidentifikasi masalah dan peluang, menyusun pertanyaan yang baik dan berbeda, mengidentifikasi data yang relevan dan yang tidak relevan, masalah dan
peluang yang produktif; menghasilkan banyak idea
fluency
, idea yang berbeda
flexibility
, dan produk atau idea yang baru
originality
, memeriksa dan menilai hubungan antara pilihan dan alternatif, mengubah pola fikir dan kebiasaan lama, menyusun hubungan baru, memperluas, dan
memperbaharui rencana atau idea. Lebih lanjut, Puccio dan Murdock Costa, ed., 2001 menyebutkan bahwa keterampilan afektif
yang termuat dalam berpikir kreatif antara lain merasakan masalah dan peluang, toleran terhadap ketidakpastian, memahami lingkunagn dan kekreatifan orang lain, bersifat terbuka,
berani mengambil resiko,membangun rasa percaya diri, mengontrol diri, rasa ingin tahu, menyatakan dan merespons perasaan dan emosi, dan mengantisipasi sesuatu yang tidak
diketahui. Kemampuan metakognitif yang termuat dalam berpikir kreatuif antara lain: merancang strat egi, menetapkan tujuan dan keputusan, mempredikasi dari data yang tidak
lengkap, memahami kekreatifan dan sesuatu yang tidak dipahami orang lain, mendiagnosa informasi yang tidak lengkap, membuat pertimbangan multipel, mengatur emosi, dan
memajukan elaborasi solusi masalah dan rencana. Yudha 2004 mengemukakan empat langkah dalam berpikir kreatif yaitu: orientasi masalah,
merumuskan masalah, mengidentifikasi komponen masalah, menyiapkan pengumpulan informasi sesuai masalah, inkubasi beristirahat sejenak ketika penyelesaian masalah buntu, iluminasi
mencari idea dan pandangan untuk penyelesaian masalah, verifikasi menguji dan menilai solusi secra kritik. Selanjutnya, Sukmadinata 2004 mengemukakan berpikir kreatif memuat komponen
keaslian
originality
, pandangan yang tajam
sharp insight
, dan proses generatif. Beberapa langkah dalam berpikir kreatif adalah: mengajukan pertanyaan, mentransformasi informasi ke
dalam pandangan baru dan
open minded
, mencari hubungan antar sesuatu yang berbeda, melihat antara yang satu dengan yang lainnya, menghasilkan sesuatu yang baru dan berbeda, dan
mempertimbangkan intuisi. Kemudian Musbikin 2006 mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan menyusun idea,
mencari hubungan baru, menciptakan jawaban baru atau yang tak terduga, merumuskan konsep yang tidak mudah diingat, menghasilkan jawaban baru dari masalah asal, dan mangajukan
pertanyaan baru. Selain itu, Nicholl 2006 menyarankan beberapa langkah agar individu menjadi kreatif yaitu: kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, berpikir dari empat arah, ajukan beragam
idea, cari kombinasi yang terbaik, dan sadari aksi yang berlangsung. 2.3.
Pembelajaran Kontekstual
Menurut sejarahnya, pengajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan konstruktivisme baru dalam pembelajaran matematika, yang pertama-tama dikembangkan di negara Amerika, yaitu
dengan dibentuknya Washington State Consortium for Contextual oleh Departe men Pendidikan Amerika Serikat.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
39 Depdiknas 2006:10 menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran yaitu: Konstruktivisme
constructivism
, menemukan
inquiry
, bertanya
questioning
, masyarakat belajar
lea rning community
, pemodelan
modeling
, refleksi
relfection
, dan asesmen otentik
authentic assesment
. Dengan demikian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil permasalahan-
permasalahan kehidupan sehari-hari atau permasalahan yang disimulasikan, kemudian melalui dialog, diskusi, tanya jawab serta representasi diangkat ke dalam konsep yang akan dipelajari dan
dibahas oleh peserta didik melalui bimbingan, fasilitasi serta negoisiasi pendidiknya. Dengan demikian, konstruksi pengetahuan baru yang didapat siswa merupakan hasil keaktifan
peranan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang disajikan.
Didalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa aktivitas yang perlu dikembangkan, yaitu: 1 Belajar berbasis masalah; 2 Belajar dengan multi konteks; 3 Belajar mandiri; 4 Penilaian
otentik; dan 5 Masyarakat belajar. Berdasarkan literatur di atas, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami dan
diperhatikan mengenai pembelajaran kontekstual yaitu: a.
Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Sehingga makin banyak pengalaman yang
diperolehnya dalam arti belajar maka semakin banyak pula yang diperolehnya. b.
Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang
dimilikinya akan berpengaruh pada pola-pola perilaku manusia, seperti ploa berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan masalah termasuk penampilan seseorang.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memcahkan masalah anaka
akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi jug a mental dan emosi, sehinggga terciptalah kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari
yang sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu, belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai irama kemampuan siswa.
e. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan, oleh karena itu,
pengetahuan yang memilki makna untuk kehidupan anak
real world lea rning
. f.
Seorang guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual harus dapat memahami keadaan siswa dalam kelas dan mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang
pandai dapat membantu siswa yang kurang.
2.4. Beberapa Studi Yang Relevan
Beberapa studi hasil penelitian retensi dalam pembelajaran matematika, Ibrahim 2011 menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa retensi kemampuan komunikasi, penalaran dan
pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibanding siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
konvensional. Selain itu, Hidayat dan Hamidah 2013 menyimpulkan juga dari hasil penelitiannya, yaitu retensi daya matematik siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs lebih
baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan cara konvensional. Selain itu, beberapa studi yang berkaitan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi matematis
antara lain, Zulkarnaen 2009 melaporkan bahwa Kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pendekatan
open-ended
dengan belajar kooperatif tipe
coop-coop
lebih baik dibanding siswa memperoleh pendekatan
open-ended,
dan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik kedua sampel tersebut lebih baik dibanding siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional. Ditinjau dari: pencapaian hasil belajar, dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik. Karim 2010