Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
333
drawing
serta mempresentasikan apa yang dipelajari‖. Sehingga untuk mensuport pembelajaran agar efektif, guru harus membangun komunitas kelas yang kondusif sehingga para siswa bebas
untuk mengekspresikan pemikirannya seperti mengungkapkan ide, menciptakan model serta mengatur dan mengabungkan pemikiran matematis mereka lewat komunikasi.
Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa.
Komunikasi matematik bisa mendukung belajar siswa atas konsep konsep matematis yang baru saat mereka berperan dalam suatu situasi, mengambil, menggunakan obyek-obyek, memberikan
laporan dan penjelasan-penjelasan lisan, menggunakan diagram, menulis, serta mengunakan simbol-simbol matematis. Satu keuntungan sampingannya yaitu komunikasi mengingatkan para
siswa bahwa mereka berbagi tanggung jawab dengan guru untuk belajar yang berlangsung selama pelajaran di kelas Silver, Kilpatrick, dan Schlesinger dalam Abadi, 2011.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika menurut NCTM Herdiana, 2010 dapat dilihat dari : 1 Kemampuan
mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2 Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3 Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Within Herdiana, 2010 menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi
antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada
pemahaman yang mendalam tentang matematika. Anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan
kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka
belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.
3. Pemecahan Masalah Matematik
Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah matematika adalah proses yang
menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Pemecahan masalah
juga bisa disebut sebagai cara untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Uraian tersebut selaras dengan pendapat Polya Juhadi, 2013, pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah dicapai. Suatu masalah muncul jika ada kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara
apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang berhubungan dengan masalah tertentu dengan apa yang ingin diketahui. Kesenjangan itu perlu segera diatasi.
Proses mengenai bagaimana mengatasi kesenjangan ini disebut sebagai proses memecahkan masalah.
Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi
masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku.
Implikasi dari definisi diatas, termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya
suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa. Karenanya dapat terjadi
334
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
bahwa suatu pertanyaan masalah bagi seorang siswa, akan menjadi pertanyaan biasa bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.
Pemecahan masalah sebagai salah satu aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pemecahan masalah bisa dilaksanakan bila komunikasi matematiknya sudah lancar. Pemecahan masalah sangat
diperlukan siswa sebagai bekal hidupnya nanti jika sudah terjun ke masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat Manalu Juhadi 2013: 1, yang mengatakan bahwa pemecahan masalah terutama
yang bersifat matematika dapat menolong seseorang untuk meningkatkan daya analitis dan dapat membantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada berbagai situasi yang
lain. Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Gagne Juhadi 2013: 1 bahwa pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi yang dapat membantu dan mengembangkan keterampilan
intelektual tingkat tinggi. Berbicara tentang pemecahan masalah dalam bidang matematika Ruseffendi Juhadi, 2013 : 7
mengemukakan bahwa masalah dalam matematika, adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin. Suatu masalah dapat
dikatakan masalah bagi seorang siswa jika 1 siswa belum mempunyai prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya; 2 siswa mampu menyelesaikannya; dan 3 siswa memiliki niat
menyelesaikannya. Sedangkan menurut Polya dan Ruseffendi Juhadi, 2013 :8, suatu persoalan atau soal matematika
akan menjadi masalah bagi seorang siswa apabila: 1.
Mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan, bila ditinjau dari segi kematangan mental dan ilmunya;
2. Belum mempunyai algoritma atau pendapat juga prosedur untuk menyelesaikannya dan
berlainan yang sembarang letaknya; 3.
Berkeinginan untuk menyelesaikannya. Terdapat banyak interpretasi tentang pemecahan masalah matematis dalam matematika,
diantaranya Polya Verawati, 2009 : 13 mengemukakan ada empat aspek atau langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah matematis, yaitu: 1 memahami masalah; 2 membuat
rencana; 3 melakukan perhitungan; 4 memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Selaras dengan pendapat Polya, Farida Afifah, 2010 : 17 mengemukakan indikator yang
digunakan dalam pemecahan masalah matematis, anatara lain: a.
Mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan;
b. Merumuskan masalah matematika menyusun model matematika;
c. Menerapkan strategi penyelesaian berbagai masalah baik yang sejenis maupun masalah baru
di dalam atau di luar matematis; d.
Menjalankan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal; e.
Menggunakan matematika secara bermakna Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting dan diperlukan siswa di masyarakat. Tetapi
kenyataan sangatlah bertolak belakang dengan yang diharapkan. Di lapangan, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia masih rendah. Bahkan sebuah penelitian yang
dilakukan terhadap mahasiswa-mahasiswa PGSD pun mengatakan hal yang sama. Berdasarkan hasil penelitian Wakiman 1995: 28 terhadap mahasiswa D-II Penyetaraan Tatap Muka FIP IKIP
Yogyakarta menunjukkan bahwa pemahaman terhadap soal-soal pemecahan masalah matematika dalam bentuk cerita masih rendah. Endang Retno Winarti 1998:3 yang meneliti jenis-jenis
kesalahan mahasiswa PGSD dalam menyelesaikan soal matematika menemukan bahwa kesalahan yang terbesar adalah dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematika yang berbentuk
uraian; khususnya pada soal-soal penerapan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
335 Oleh karena itu maka kita sebagai guru matematik, harus berusaha meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematik dengan berbagai cara supaya penguasaan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematiknya bisa meningkat.
4.
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah sebuah pembelajaran yang terfokus dalam melibatkan siswa aktif memperoleh informasi yang dilaksanakan dengan mengenalkan mereka pada lingkungan serta
terlibat secara langsung dalam proses pembelajarannya. Jadi dalam pembelajaran ini guru lebih aktif memberikan strategi pembelajaran daripada informasi pembelajaran.
Menurut Ahmadi 2011 pendekatan kontekstual merupakan metode belajar yang membantu semua guru mempraktikkan dan mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi yang ada di
lingkungan siswa dan menuntut siswa membuat hubungan beberapa pengetahuan yang pernah dialami siswa dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan pembelajaran seperti itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Dalam pendekatan kontekstual, pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan karena siswa mengalami bagaimana bekerja dan mengalami secara langsung bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang memudahkan guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Konteks dalam pengertian pembelajaran kontekstual mempunyai makna lebih dari sekedar keterkaitan lingkungan fisik tertentu pada waktu tertentu. Proses belajarnya berlangsung alamiah
dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami, tidak hanya mentransfer atau mengkopi dari guru. Dalam pendekatan kontekstual kita dapat membuat variasi dalam pembelajaran dan hasil belajar
yang diharapkan dapat dicapai secara optimal. Ahmadi, dkk 2011 : 80 menyatakan bahwa hakikat pembelajaran kontekstual
contextual teaching and learning
sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya secara teoritis dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan cara melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,, yakni
kontruktivisme
constuctivism
, bertanya
questioning
, menemukan
inquiri
, masyarakat belajar
learning community,
permodelan
modeling
, refleksi
reflection
, penilaian sebenarnya
authentic assessment.
Ada beberapa perbedaan antara pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional. Ciri- ciri pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:
a. Menyandarkan pada pemahaman makna
b. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa
c. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
d. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyatamasalah yang disimulasikan.
Langkah-langkah melaksanakan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut: a.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik b.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan jalan bertanya c.
Ciptakan komunitas belajar d.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran e.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan f.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara