Latar Belakang Masalah Pendahuluan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 35 retensi. Retensi menunjukkan bahwa apa yang dipelajari tidak menghasilkan efek praktis kecuali kita mengingatnya cukup lama. Rahman 2010, Christoph dan Zehender 2006 menyebutkan bahwa tes untuk mengetahui retensi dilakukan setelah empat minggu dari post-test . Dahar Tapilouw dan Setiawan, 2008 mengartikan retensi sebagai penambahan materi yang dipelajari dalam memori yang tidak dilupakan, berarti retensi menunjuk pada penyimpanan informasi yang diperoleh dalam memori. Selanjutnya De Porter Hernacki Tapilouw dan Setiawan, 2008 menyebutkan bahwa kita akan mengingat informasi dengan sangat baik jika informasi tersebut dicirikan oleh kualitas-kualitas sebagai berikut: a. Adanya asosiasi indera terutama indera penglihatan. Pengalaman yang melibatkan penglihatan, bunyi, sentuhan, rasa atau gerakan umumnya sangat jelas dalam memori kita. b. Adanya konteks emosional seperti cinta, kebahagiaan, dan kesedihan. c. Kualitas yang menonjol atau berbeda d. Asosiasi yang intens e. Kebutuhan untuk bertahan hidup f. Hal-hal yang memiliki keutamaan pribadi g. Hal-hal yang diulang-ulang Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh ahli psikologi dan pendidikan tentang retensi, diantaranya membuktikan bahwa siswa menyimpan banyak ingatan terhadap sesuatu yang telah dipelajari di sekolah. Retensi dan lupa merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan. Retensi merujuk pada porsi bertahannya pengetahuan atau kemampuan yang telah dipelajari dan disimpan dalam memori. Ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang retensi adalah Herman Ebbinghaus pada tahun 1885 Sulistyoningsih dkk, 2013. Salah satu hasil dari penelitian yang diakukan oleh Ebinghaus adalah kurva retensi kurva kelupaan Ebbinghaus mengenai hafalan suku-suku kata, menunjukkan bahwa retensi dapat berkurang dengan cepat setelah interval waktu tertentu. Menurut Winkel Hidayat dan Hamidah, 2013, informasi dapat ditahan lebih lama melalui proses penyimpanan. Secara tidak langsung, yang dimaksudkan dengan proses penyimpanan tersebut haruslah berkaitan dengan bagaimana informasi tersebut dapat diterima dan dikonstruksikan dan akhirnya dapat disimpan di dalam memori siswa. Selain itu, Ormrod Hidayat dan Hamidah, 2013 menyatakan bahwa informasi dapat bertahan lama dalam memori, jika informasi tersebut diterima secara bermakna. Ormrod juga menyatakan bahwa ada empat alasan seseorang secara aktual lupa pada hal-hal yang sebelumnya telah mereka simpan dalam memori jangka panjang, yaitu: kegagalan untuk memanggil kembali failure to retrieve , kesalahan rekonstruksi reconstruction error , interferensi interference , kerusakan decay . Lebih jauh Ormrod menjelaskan bahwa: 1 failure to retrieve adalah kegagalan untuk menemukan informasi yang ada dalam memori; 2 reconstruction error adalah konstruksi memori yang logis, namun tidak tepat dengan mengombinasikan informasi yang dipanggil dari memori jangka panjang dengan pengetahuan dan keyakinan umum seseorang tentang lingkungan sekitarnya; 3 interference adalah fenomena yang menunjukkan sesuatu yang disimpan dalam memori jangka panjang menghambat kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu yang lain dengan benar, dengan kata lain merupakan kegagalan dalam menggali informasi karena terhalang informasi lain; dan 4 decay adalah pelemahan secara bertahap informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang, terutama jika informasi tersebut jarang digunakan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak ilmuwan di bidang pendidikan yang menyatakan bahwa proses pembelajaran memegang peranan penting terhadap retensi hasil belajar siswa. Berkaitan dengan pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru atau pengajar, pasti guru tersebut akan berharap bahwa pembelajaran yang diberikan kepada siswa dapat berkesan dan bermanfaat bagi siswa dalam hal mengingat hasil yang didapat dari pembelajaran tersebut. Selain itu harapannya siswa juga dapat mengingat dalam waktu yang tidak terbatas sedemikian hingga hasil belajar tersebut dapat dipanggil kapan saja pada saat dibutuhkan. Dengan kata lain, proses pembelajaran matematika di kelas diharapkan memiliki retensi hasil belajar yang baik. 36 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Hasil penelitian yang berkaitan dengan retensi dalam konteks pembelajaran telah dilakukan oleh Craik dan Lockhart Hidayat dan Hamidah, 2013 dalam level pemrosesan informasi memberikan gagasan umum bahwa informasi yang diterima melalui proses yang mendalam akan memberikan retensi yang lebih baik dibanding informasi yang diterima melalui proses yang dangkal. Gagasan hasil studi Craik dan Lockhart ini memberikan isyarat bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru atau pengajar haruslah diupayakan melalui suatu proses yang mendalam pada saat siswa menerima pengetahuan matematika. Apabila seseorang belajar, maka setelah beberapa waktu lamanya apa yang dipelajarinya akan banyak yang terlupakan dan apa yang diingat akan berkurang jumlahnya. Penurunan jumlah materi yang diingat ini akan sangat cepat pada permulaan, selanjutnya penurunan tersebut tidak lagi cepat. Hasil penelitian Yusuf 2011 mengenai retensi menunjukkan: a. Materi pelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat siswa dibandingkan dengan materi yang tidak bermakna. b. Benda yang jelas dan kongkret akan lebih mudah diingat siswa dibanding dengan yang bersifat abstrak. c. Retensi akan lebih baik untuk materi yang bersifat kontekstual. d. Tingkat IQ tidak berkorelasi dengan retensi yang telah dipelajari siswa. Selain itu Yusuf 2011 juga mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: 1 yang dipelajari pada permulaan original learning ; 2 belajar melebihi penguasaan overlearning ; dan 3 pengulangan dengan interval waktu spaced review . Berdasarkan hal tersebut, maka strategi yang dapat dipakai guru untuk meningkatkan retensi siswa, yaitu: a. Meyakini bahwa kekompleksan respons yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya, ter-utama dalam pendekatan pembelajaran konstruktivisme. b. Memberikan latihan-latihan, baik yang dikerjakan secara kelompok maupun yang dikerjakan secara individu, apabila respons akan dipengaruhi oleh transfer positif. c. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik misalnya: dengan menyertakan kompetensi yang diharapkan dan pendekatan pembelajarannya, sehingga siswa dapat mempelajari respons diskriminatif yang diinginkan. d. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna, dengan memilih model pembelajaran yang cocok. e. Memberikan penguatan terhadap respons siswa, misalnya dengan soal- soal yang ―menantang,‖ apabila dirasa perlu. f. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik urutan waktu dan sistematik struktur keilmuan dan tingkat kesukarannya. g. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru, tetapi juga diharuskan mengingat kembali pelajaran yang telah diberikan sebelumnya. h. Mencari peluang-peluang yang terdapat di dalam situasi belajar baru, dan menghubungkannya dengan apa yang pernah dipelajari sebelumnya. i. Mengusahakan agar materibahan ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik, misalnya dengan memberikan persoalan matematika yang kontekstual. j. Memakai bantuan jembatan keledai mnemonic , karena ini akan meningkatkan organisasi bahan ajar yang dipelajari, k. Memberikan resitasi karena ini akan meningkatkan praktik siswa, l. Membangun struktur konsep yang jelas, misalnya dengan menggunakan alat peraga atau media audiovisual. Dengan kata lain, perlu digunakan lebih dari satu indera di dalam aktivitas belajar siswa.

2.2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Matematis

Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom terdiri dari tingkatan-tingkatan, yaitu 1 pengetahuan knowledge ; 2 pemahaman comprehension ; 3 penerapan application ; 4 mengalisis analysis ; 5 mensintesakan