Saran-saran Kesimpulan dan Saran

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 33 Dalam idealisme proses pembelajaran dan fakta-fakta di atas menunjukan pentingnya siswa memiliki kemampuan berpikir matematik dengan tingkat yang lebih tinggi yang menekankan partisipasi dan aktivitas dari pebelajar. Hal ini berarti proses belajar terjadi jika subyek secara aktif terlibat atau melakukan kegiatan belajar. Salah satu penyebabnya rendahnya hasil belajar siswa adalah proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung Teaching Central sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian, dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas pada umumnya guru lebih suka menerapkan model tersebut. Sehingga perlu suatu perubahan paradigma pembelajaran yaitu orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru Teacher Centered beralih berpusat pada murid Student Centered , metodologi yang semula lebih didominasi Ekspositori berganti ke Partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Untuk itu guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapakan. Pendekatan kontekstual Contextual Tea ching And Lea rning merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif dan lebih memberdayakan siswa. Pendekatan kontekstual ini menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi dan mempratekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga belajar dengan pendekatan kontekstual bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses pengalaman itu diharapkan perkembangan peserta didik terjadi secara menyeluruh, yang bukan hanya sisi kognitif saja, tetapi aspek Psikomotorik keterampilan siswa dan aspek afektif dalam arti tingkah laku yang sekarang ini banyak dilupakan para pendidik dan peserta didik. Berkaitan dengan proses belajar, konsep yang dipahami secara baik oleh siswa dari pembelajaran dapat disimpan dalam ingatan atau memori yang kemudian akan dipergunakan pada saat diperlukan. Kemampuan untuk menyimpan dalam ingatan ini dikenal sebagai retensi. Untuk itu akan diteliti juga bagaimana pembelajaran kontekstual mempengaruhi retensi siswa. Sejalan dengan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat judul dalam makalah ini yaitu Mengembangkan Retensi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Kontekstual. 1.2. Rumusan Masalah Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apakah retensi kemampuan berpikir tingkat tinggi matematis siswa, yang memperoleh pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau secara keseluruhan? b. Apakah retensi kemampuan berpikir tingkat tinggi matematis siswa, yang memperoleh pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau berdasarkan Kemampuan Awal Matematika Siswa Baik, Sedang, Kurang? c. Apakah terdapat efek interaksi antara pendekatan pembelajaran kontekstual dan Kemampuan Awal Matematika Siswa KAM dalam menghasilkan retensi kemampuan berpikir tingkat tinggi matematis siswa?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menelaah tentang: a. Peranan pendekatan pembelajaran kontekstual dan kemampuan awal matematika siswa terhadap pencapaian retensi kemampuan berpikir tingkat tinggi ditinjau secara keseluruhan dan pada tingkat kemampuan awal matematika siswa Baik, Sedang, Kurang. Selain itu berdasarkan hasil-hasil temuan akan dicari upaya mengatasi kesulitan tersebut dan upaya meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi matematis siswa selanjutnya. Demikian 34 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi pula berdasarkan temuan tentang kemandirian belajar siswa akan digunakan untuk mencari upaya-upaya perbaikan pembelajaran matematika berikutnya. b. Eksistensi interaksi antara pendekatan pembelajaran kontekstual dan kemampuan awal matematika siswa terhadap pencapaian retensi kemampuan berpikir tingkat tinggi matematis siswa yang akan dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran matematika selanjutnya.

1.4. Definisi Operasional

a. Retensi adalah kemampuan untuk menyimpan dalam ingatan atau memori, konsep yang dipahami secara baik oleh siswa dari pembelajaran yang diberikan. b. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Matematis adalah kemampuan yang meliputi: pemecahan masalah, berpikir kritis dan berpikir kreatif matematik. 1 Pemecahan Masalah Matematik adalah kemampuan siswa dalam menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang sejenis maupun yang baru dan menjelaskan hasil yang diperoleh sesuai dengan permasalahan awal serta menyelesaikannya. 2 Berpikir Kritis Matematik adalah kemampuan yang meliputi: a Menganalisis dan mengevaluasi argumen dan bukti; b Menyusun klarifikasi dan membuat pertimbangan yang bernilai; c Menyusun penjelasan berdasarkan data yang relevan dan yang tidak relevan; d Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi. 3 Berpikir Kreatif Matematik adalah kemampuan meliputi: kemahirankelancaran, kelenturan, Keaslian dan Elaborasi. c. Pembelajaran Kontekstual adalah proses kegiatan belajar-mengajar yang diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau yang disimulasikan dalam suatu ko nteks sosial dan fisik yang menantang siswa, kemudian diangkat ke dalam konsep yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual ini berisikan karakterisitik sebagai berikut: berbasis masalah kontekstual terstruktur, berpandangan konstruktivisme constructivism , mengajukan pertanyaan questioning , menemukan inquiry , komunitas belajar learning community , menggunakan model modeling , melaksanakan refleksi reflection dan authentic assessment .

2. Kajian Teoritis

2.1. Retensi dalam Pembelajaran Matematika

Konsep yang dipahami secara baik oleh siswa dari pembelajaran dapat disimpan dalam ingatan atau memori yang kemudian akan dipergunakan pada saat diperlukan. Kemampuan untuk menyimpan dalam ingatan ini dikenal sebagai retensi. Pada kenyataannya, banyak hal yang telah disimpan dalam ingatan sulit untuk diproduksikan lagi, hal ini dikenal sebagai lupa Rahman, 2010. Retensi merupakan salah satu indikator bermutunya hasil belajar atau pembelajaran yang kurang mendapat perhatian. Untuk mengetahui efektifnya model pembelajaran, hendaknya tidak hanya dari penguasaan konsep saja, tetapi lebih jauh dianalisis apakah konsep-konsep yang diajarkan dapat lekat dalam ingatan siswa atau cepat terlupakan karena pembelajaran berupa transfer hapalan. Hal-hal yang sering terjadi dan perlu dicermati dari beberapa laporan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran matematika dan hasilnya, khususnya di Indonesia yaitu kurangnya informasi tentang retensi hasil belajar matematika siswa. Kata retensi merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu retention yang artinya penyimpanan. Berdasarkan Dictionary of Psychology yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono Ibrahim, 2011:90 retensi adalah ketegaran atau terus-menerus melekatnya satu perbuatan yang telah dipelajari. Selain itu, Ibrahim 2011:25 mendefinisikan bahwa retensi kemampuan matematika adalah kemampuan siswa dalam mempertahankan kemampuan-kemampuan matematika yang telah dimilikinya untuk rentang waktu tertentu setengah semester. Berdasarkan hal tersebut, maka retensi dapat diartikan menjadi suatu kemampuan siswa dalam mempertahankan atau mengingat tentang pembelajaran matematika. Retensi adalah kemampuan siswa mengingat materi yang telah diajarkan oleh guru pada rentang waktu tertentu. Bandura Hill, 2011 menyebutkan bahwa salah satu komponen dasar belajar adalah Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 35 retensi. Retensi menunjukkan bahwa apa yang dipelajari tidak menghasilkan efek praktis kecuali kita mengingatnya cukup lama. Rahman 2010, Christoph dan Zehender 2006 menyebutkan bahwa tes untuk mengetahui retensi dilakukan setelah empat minggu dari post-test . Dahar Tapilouw dan Setiawan, 2008 mengartikan retensi sebagai penambahan materi yang dipelajari dalam memori yang tidak dilupakan, berarti retensi menunjuk pada penyimpanan informasi yang diperoleh dalam memori. Selanjutnya De Porter Hernacki Tapilouw dan Setiawan, 2008 menyebutkan bahwa kita akan mengingat informasi dengan sangat baik jika informasi tersebut dicirikan oleh kualitas-kualitas sebagai berikut: a. Adanya asosiasi indera terutama indera penglihatan. Pengalaman yang melibatkan penglihatan, bunyi, sentuhan, rasa atau gerakan umumnya sangat jelas dalam memori kita. b. Adanya konteks emosional seperti cinta, kebahagiaan, dan kesedihan. c. Kualitas yang menonjol atau berbeda d. Asosiasi yang intens e. Kebutuhan untuk bertahan hidup f. Hal-hal yang memiliki keutamaan pribadi g. Hal-hal yang diulang-ulang Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh ahli psikologi dan pendidikan tentang retensi, diantaranya membuktikan bahwa siswa menyimpan banyak ingatan terhadap sesuatu yang telah dipelajari di sekolah. Retensi dan lupa merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan. Retensi merujuk pada porsi bertahannya pengetahuan atau kemampuan yang telah dipelajari dan disimpan dalam memori. Ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang retensi adalah Herman Ebbinghaus pada tahun 1885 Sulistyoningsih dkk, 2013. Salah satu hasil dari penelitian yang diakukan oleh Ebinghaus adalah kurva retensi kurva kelupaan Ebbinghaus mengenai hafalan suku-suku kata, menunjukkan bahwa retensi dapat berkurang dengan cepat setelah interval waktu tertentu. Menurut Winkel Hidayat dan Hamidah, 2013, informasi dapat ditahan lebih lama melalui proses penyimpanan. Secara tidak langsung, yang dimaksudkan dengan proses penyimpanan tersebut haruslah berkaitan dengan bagaimana informasi tersebut dapat diterima dan dikonstruksikan dan akhirnya dapat disimpan di dalam memori siswa. Selain itu, Ormrod Hidayat dan Hamidah, 2013 menyatakan bahwa informasi dapat bertahan lama dalam memori, jika informasi tersebut diterima secara bermakna. Ormrod juga menyatakan bahwa ada empat alasan seseorang secara aktual lupa pada hal-hal yang sebelumnya telah mereka simpan dalam memori jangka panjang, yaitu: kegagalan untuk memanggil kembali failure to retrieve , kesalahan rekonstruksi reconstruction error , interferensi interference , kerusakan decay . Lebih jauh Ormrod menjelaskan bahwa: 1 failure to retrieve adalah kegagalan untuk menemukan informasi yang ada dalam memori; 2 reconstruction error adalah konstruksi memori yang logis, namun tidak tepat dengan mengombinasikan informasi yang dipanggil dari memori jangka panjang dengan pengetahuan dan keyakinan umum seseorang tentang lingkungan sekitarnya; 3 interference adalah fenomena yang menunjukkan sesuatu yang disimpan dalam memori jangka panjang menghambat kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu yang lain dengan benar, dengan kata lain merupakan kegagalan dalam menggali informasi karena terhalang informasi lain; dan 4 decay adalah pelemahan secara bertahap informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang, terutama jika informasi tersebut jarang digunakan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak ilmuwan di bidang pendidikan yang menyatakan bahwa proses pembelajaran memegang peranan penting terhadap retensi hasil belajar siswa. Berkaitan dengan pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru atau pengajar, pasti guru tersebut akan berharap bahwa pembelajaran yang diberikan kepada siswa dapat berkesan dan bermanfaat bagi siswa dalam hal mengingat hasil yang didapat dari pembelajaran tersebut. Selain itu harapannya siswa juga dapat mengingat dalam waktu yang tidak terbatas sedemikian hingga hasil belajar tersebut dapat dipanggil kapan saja pada saat dibutuhkan. Dengan kata lain, proses pembelajaran matematika di kelas diharapkan memiliki retensi hasil belajar yang baik.