Abd. Kadir 269 DIRASAT ISLAMIYAH.

270 Dirasat Islamiyah ngahan abad ke-3 H. atau pertengahan kedua abad ke-9 M. Ia meninggal pada tahun 944 M. Riwayat hidup al-Maturidi ini tidak banyak dike- tahui orang. Literatur ajaran-ajaran al-Maturidi sangat terbatas bila dibandingkan dengan lite- ratur ajaran-ajaran Asy’ariah. Al Maturidi pernah berguru kepada Nashr bin Yahya al-Balkhi dalam bidang fiqh dan ilmu kalam madzhab Hanafi, kemudian dilanjutkan berguru pula kepada Abu Nashr al-‘Iyyad, Abu Bakr al-Jurjani dan Muhammad bin Hanbal al Syaibani. Dari ilmu yang dipelajarinya dan silsilah gurunya tidak ada indikasi bahwa al- Maturidi dikenal sebagai orang yang berlatar belakang atau dekat paham Mu’tazilah. Sebagai pengikut Abu Hanifah maka aliran ini memakai rasio dan akal dalam pandangannya mengenai agama dan teologinya, sehingga anta- ra teologi yang dibawa oleh al-Asy’ari dan al- Maturidi terdapat perbedaan meskipun kedua- nya muncul sebagai reaksi terhadap golongan Mu’tazilah. Sebagai pendiri salah satu aliran ilmu kalam, al Maturidi mempunyai pengikut dan pendukung. Perbedaan pendapat antara al Maturidiah de- ngan pengikutnya, membuat aliran Maturi- diyyah pecah menjadi dua golongan, yaitu pengikut al Maturidi sendiri atau golongan Samarqand dan golongan al-Maturidi Bukhara, yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi. Kalau golo-

H. Abd. Kadir 271

ngan Samarqand mempunyai paham yang lebih dekat kepada Mutazilah, maka golongan Bukhara mempunyai paham yang lebih dekat kepada Asy’ari. 1 Golongan Samarkand yaitu pengikut al- Maturidi, yang lebih dekat kepada paham Mu’tazilah 2 Golongan Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi, yang pahamnya lebih dekat kepada paham al-Asy’ari. Dengan penggunaan metode berfikir rasional menyebabkan pemikiran al-Maturidi kadang- kadang dekat dengan hasil pemikiran Mu’tazi- lah. ‘Abd al-Wahhab Khalaf mengatakan bahwa aliran Maturidiah merupakan aliran moderat washt mu’tadil. Maturidiyah berada di antara posisi aliran Mutazilah dan aliran Asy’ariah. Beberapa pemikiran aqidah al-Maturidi antara lain; Pertama, Akal manusia dapat menjangkau kesimpulan tentang adanya Tuhan, juga mampu mengetahui kewajiban berterima kasih kepada-Nya. Karena Tuhan adalah pemberi nikmat, maka akal manusia harus dapat mengetahui keharusan berterima kasih kepada-Nya. Akal itu dapat menen- tukan baik dan buruk, akan tetapi tidak dalam segala hal. Sesuatu yang baik dan buruk itu dibagi: kebaikan yang hanya dapat dicapai oleh akal semata-mata serta 272 Dirasat Islamiyah kebaikan dan keburukan yang tidak dapat dicapai oleh akal, dan hanya dapat dipe- roleh melalui wahyu. Dalam hal kewajiban melaksanakan perbuatan baik dan men- jauhi perbuatan buruk, al-Maturidi berpen- dapat, akal tidak bisa bertindak sendiri dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban. Kedua, amal itu sebagian dari iman, jika sese- orang melakukan dosa besar sedangkan ia masih beriman kepada Allah dan rasul- Nya, maka ia masih tergolong seorang mukmin. Melakukan perbuatan dosa besar itu tidak membuat seseorang abadi di dalam neraka, sekalipun ia mati sebelum bertaubat. Sebab, Tuhan akan membalas kejahatan dengan hukuman yang setimpal. Dosa yang tidak diampuni hanyalah dosa syirik. Jadi selama seseorang itu tidak syirik, maka ia tetap mukmin, dan kalaupun ke neraka tidak akan selamanya. Ketiga, Tuhan memiliki sifat dan sifat itu bukanlah dzat. Sifat bukanlah pula yang tegak atau melekat pada dzat, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa berbilangnya sifat akan mengakibatkan kepada ta’addud al-qudama’ berbilangnya yang qadim. Sifat itu bukan dzat dan bukan selain dzat, ia tidak melekat pada dzat dan tidak terpisah dari dzat. Tuhan Maha Mende- ngar bukan berarti bahwa Dia itu Maha