Abd. Kadir 389 DIRASAT ISLAMIYAH.

390 Dirasat Islamiyah kekayaannya. Dengan pertolongan sultan Ibn Sina lepas dari penjara dan diangkat menjadi menteri di Hamaz dan sampai Syams al-Daulah meninggal dunia. Sultan Taj al-Muluk putra dan pengganti Syams al-Daulah ingin tetap mempertahankan Ibn Sina sebagai menteri. Keingi- nan Ibn Sina untuk pindah ke Isfahan menyebabkan ia mengundurkan diri sebagai menteri. Ibn Sina mencoba menghubungi sultan Ala’u al-Daulah di Isfahan agar sultan menerima kepindahannya. Tetapi usaha Ibn Sina untuk pindah dan meminta perlindungan sultan Ala’u al Daulah diketahui oleh Sultan Taj al-Muluk, sehingga sultan memenjarakan Ibn Sina di benteng Fardajan selama empat bulan, walaupun kemudian ia kembali pada kedudukannya sebagai menteri. Akhirnya Ibn Sina tetap tidak bisa memendam keinginannya untuk pindah dan hal itu dilakukannya secara tersembunyi menuju Isfahan. Sultan ‘Ala’u al-Daulah menyambut hangat kedatangannya. Di tempat ini Ibn Sina menuangkan kreasinya menulis buku dan menuangkan pikiran- pikirannya dalam kelompok kajian filsafat sampai ia wafat. Warisan bukunya al-Qanun Fi al-Thibb, al-Syifa, al-Najah, dll. 1. Pemikiran filsafat Ibn Sina Ibn Sina membagi al mawjud itu ke dalam: 1. Wajib al wujud adalah keharusan adanya sesuatu, dan ketidaannya menimbulkan kemustahilan dalam akal pikiran. Pada dasarnya disamping wujud itu ada mahiyah esensi, tetapi posisi mahiyah berada di luar akal. Mahiyah dalam akal menjadi tampak melalui wujud di luar akal. Adalah mustahil bila-

H. Abd. Kadir 391

mana hanya ada mahiyah semata tanpa wujud. Oleh karena itu koloborasi antara mahiyah dan wujud itu merupakan keharusan karena mahiyah tidak bisa dipisahkan dari wujud. Tiap mahiyah selama-lamanya mesti mempunyai wujud. Hal ini membawa konsekwensi logis bahwa mahiyah dan wujud itu sama dan satu. Pada Wajib al-Wujud esensi dan eksistensinya satu dan sama adalah kebenaran murni, sebagai ketu- hanan murni dan asal segala wujud. 12 Sedangkan pada lainnya kesatuan esensi dan eksistensi hanya aksiden yang ditambahkan pada esensi. Perbedaan antara esensi dan eksistensi hanya merupakan pe- ngenalan oleh nalar dan dalam realitasnya adalah satu dan sama. 13 Ibn Sina membagi wajib al wujud ini ke dalam: a. Wajib al Wujud bidzatihi, yaitu keharusan atau kepastian wujudnya disebabkan oleh dirinya sendiri atau dzatnya sendiri. Kemawjudannya tidak bergantung kepada yang lain dan tidak disebabkan oleh yang lain, termasuk kemawju- dannya tidak didahului oleh ketiadaan al ma’dum. Tiada satu apapun yang mendahu- luinya, karena dia selalu ada selama-lamanya. Dia pasti ada tidak bisa tidak.Itulah Allah yang Mahaesa. Dia adalah al-‘Aql al-Mahdlah akal murni, sejak azali menjadi sumber wujud, ter- bebas dari materi. Wajib al-maujud tidak me- 12 Ibid. 13 Mir Valiudin, Tasawuf …, hlm. 58. 392 Dirasat Islamiyah merlukan genus dan deferensia, sehingga ketia- daan keduanya menyebabkan Dia tidak perlu didefinisikan. Dia tidak memerlukan identitas dan realitas yang bisa didefinisikan. Hakikat Tuhan berada di atas jangkauan pengertian, penge- tahuan dan intuisi seseorang. Penalaran seperti ini justeru ingin mendekatkan dan memastikan bah- wa Tuhan sebagai asal dan sumber segala sesuatu yang lainnya. Disebabkan wajib al-maujud tidak memiliki genus dan deferensia maka Dia terbebas dari materi, sedangkan materi diikat dengan ukuran, waktu, tempat dan terpengaruh oleh kebaikan dan kajahatan, maka Dia murni baik, dan dapat dipastikan bahwa Dia adalah intelek murni al Aql Mahdlah. Sebagai intelek murni dan kebaikan murni Dia dicintai karena kesem- purnaan, keindahan tertinggi, dan kebenaran utama. Dia adalah akal yang berpikir dan dipikirkan al ‘Aqil wa al Ma’qul, Dia adalah yang menge- tahui dan diketahui al ‘Alim wa al Ma’lum. Ilmu-Nya merupakan sebab yang menjadikan sebab wujud bagi alam semesta raya dan semua peristiwa. Pengetahuannya terhadap sebab mengakibatkan pengetahuannya terhadap yang parsial. Untaian akibat yang lahir dari sebab menjadi pengetahuan Tuhan. Dengan mengenal sebab, maka dikenal pula akibatnya, sehingga dengan demikian dalam pemikiran Ibn Sina Tuhan tidak mengetahi sesuatu yang parsial