Abd. Kadir 391 DIRASAT ISLAMIYAH.

392 Dirasat Islamiyah merlukan genus dan deferensia, sehingga ketia- daan keduanya menyebabkan Dia tidak perlu didefinisikan. Dia tidak memerlukan identitas dan realitas yang bisa didefinisikan. Hakikat Tuhan berada di atas jangkauan pengertian, penge- tahuan dan intuisi seseorang. Penalaran seperti ini justeru ingin mendekatkan dan memastikan bah- wa Tuhan sebagai asal dan sumber segala sesuatu yang lainnya. Disebabkan wajib al-maujud tidak memiliki genus dan deferensia maka Dia terbebas dari materi, sedangkan materi diikat dengan ukuran, waktu, tempat dan terpengaruh oleh kebaikan dan kajahatan, maka Dia murni baik, dan dapat dipastikan bahwa Dia adalah intelek murni al Aql Mahdlah. Sebagai intelek murni dan kebaikan murni Dia dicintai karena kesem- purnaan, keindahan tertinggi, dan kebenaran utama. Dia adalah akal yang berpikir dan dipikirkan al ‘Aqil wa al Ma’qul, Dia adalah yang menge- tahui dan diketahui al ‘Alim wa al Ma’lum. Ilmu-Nya merupakan sebab yang menjadikan sebab wujud bagi alam semesta raya dan semua peristiwa. Pengetahuannya terhadap sebab mengakibatkan pengetahuannya terhadap yang parsial. Untaian akibat yang lahir dari sebab menjadi pengetahuan Tuhan. Dengan mengenal sebab, maka dikenal pula akibatnya, sehingga dengan demikian dalam pemikiran Ibn Sina Tuhan tidak mengetahi sesuatu yang parsial

H. Abd. Kadir 393

secara langsung. Mengingat Tuhan adalah sebab bagi semua, maka dengan mengetahui dirinya sebagai sebab, maka Dia pun mengetahui semua yang terjadi di alam ini. Pemikirannya terhadap dzat-Nya melimpahlah dari-Nya alam ini. Dzat dan sifat-Nya tidak terpisah, dan dalam dzat itu sifat pencipta dsb. b. Wajib wujud bigayrihi, yaitu sesuatu yang keha- rusan wujud bergantung dan ditentukan oleh dzat yang lain. Kemawjudannya tidak mandiri tetapi disebabkan sesuatu yang lain. Dia bukan pendahulu, tetapi dia musabbab yang disebab- kanakibat pihak lain yang mewujudkannya. Keberadaan alam sebagai keharusan dalam teori Ibn Sina bergantung kepada sebab yang lain dari dirinya, yaitu bergantung kepada pencipta. Tanpa pencipta, maka alam tidak pernah ada. Hanya karena ada pencipta yang menciptakan, maka alam ini ada. Alam semesta adalah ciptaan yang berasal dari-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa Dia masih tetap mempunyai sifat sebagai pencipta, dan pencipta harus mempunyai ciptaan. c. Mumkin al wujud, esensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh tidak, hal ini disebut mumkin, yaitu sesuatu yang mungkin berwujud dan mu- ngkin juga tidak ber wujud mumkin al-wujud. Esensi boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak. Yang serupa ini disebut mumkin, yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin 394 Dirasat Islamiyah pula tidak berwujud. Segala yang termasuk mumkin al-wujud dapat dikategorikan sebagai wujud potensial. Untuk menjadi aktual atau tidak, bergantung kepada wajib al-wujud. Wajib al-wujud yang niscaya dan mandiri mendahului dan menyebabkan eksistensi yang mumkin al- wujud tidak bersifat niscaya dan hanya mengan- dung potensi kemungkinan semata. d. Esensi yang tidak dapat memiliki wujud disebut dengan mustahil wujud atau mamnu’ al-wujud impossible being. Esensi yang tak mempunyai wujud disebut mumtana’mamnu’ al-wujud, yaitu sesuatu yang mustahil ber wujud. Tuhan sebagai dzat pencipta mustahil tidak mempunyai ciptaan makhluk, atau Tuhan sebagai asal atau sumber dari segala sesuatu mustahil kemawju- dannya disebabkan oleh yang lain. 4. Teori Emanasi Tuhan itu adalah Wajib al-Wujud, yaitu sesuatu yang harus ada, dan ketiadaannya menimbulkan kemustahilan dalam nalar. Pemunculan dan mani- festasi diri-Nya pada wujud yang lain memung- kinkan kebenarannya bisa dibayangkan oleh nalar. Wujud yang lain merupakan manifestasi dari Tuhan secara emanatif. Tuhan adalah azali tanpa permulaan yang tidak memerlukan pada pencipta. Sifat dan dzat-Nya sesuai dengan kekekalan-Nya tanpa memerlukan individualitas-Nya mewujudkan diri-Nya dalam bentuk objek fenomena, dan seba- gai entitas cerminan yang mengungkapkan hakikat-