Abd. Kadir 257 DIRASAT ISLAMIYAH.

258 Dirasat Islamiyah kan diidentikkannya aliran ini dengan nama aliran sunni, yaitu aliran yang setia mengikuti cara-cara yang dipakai para shahabat dan tabi’in yang setia berpegang kepada sunnah Nabi. Kelompok Ahl al Sunnah wal Jamaah berpegangan kepada pen- dapat yang berpijak pada pendapat-pendapat para shahabat yang mereka terima dari Nabi. Kelompok ini disebut juga kelompok ahli hadits dan ahli fiqih karena merekalah pendukung-pendukung dari aliran ini. Term Ahl al sunnah wa al-Jama’ah kelihatannya muncul sebagai reaksi terhadap paham-paham golongan Mu’tazilah, utamanya terhadap sikap mereka dalam menyebarkan ajaran-ajaran dan pa- ham mereka. Kaum Mu’tazilah dalam menyebar- kan ajarannya melakukan jalan pemaksaan, teru- tama ketika paham mereka dijadikan madzhab resmi pada masa kepemimpinan Bani Abbasiyah, dengan khalifahnya Al-Ma’mun. Bagi al-Ma’mun orang yang mempunyai paham syirik tidak dapat dipakai untuk menempati posisi penting dalam pemerintahannya. Oleh karena itu ia mengirim perintah kepada para gubernurnya untuk menga- dakan mihnah terhadap pemuka-pemuka pemerin- tahan dan pemuka-pemuka yang berpengaruh dalam masyarakat. Konten yang digunakan dalam mihnah ini adalah paham teologi yang dikem- bangkan oleh golongan Mu’tazilah. Istilah Ahl al Sunnah wal Jamaah mulai dikenal pada saat pemerintahan Bani Abbas dan di saat

H. Abd. Kadir 259

kelompok Mutazilah berkembang pesat, sehingga nama Ahl al Sunnah dirasa harus dipakai untuk setiap manusia yang berpegang pada Al-Qur-an dan Sunnah. Dan nama Mutazilah dipakai untuk siapa yang berpegang pada ilmu kalam, logika dan rasio. Dalam lapangan teologi Islam yang dimaksud dengan Ahl al sunnah wa al-Jama’ah adalah kelompok Asy’ariah dan Maturidiah. Baik al Asy’- ari maupun al-Maturidi hidup pada waktu yang hampir bersamaan. Hanya saja lokus perjuangan mereka berbeda. Al-Asy’ari bergerak di negeri kela- hiran kelompok Mutazilah, yaitu Iraq dan Basrah, sedangkan al-Maturidi menghadapi aliran Muta- zilah di negerinya sendiri, yaitu daerah Samarqand sebagai cabang atau kelanjutan aliran Mutazilah Irak. Pendapat-pendapat mereka: a. Hukum Islam didasarkan atas al Qur-an dan al hadits; b. Mengakui ijmak dan qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam; c. Menetapkan adanya sifat-sifat Allah; d. Al-Qur-an adalah qadim; e. Orang Islam yang berdosa besar tidaklah dianggap kafir; f. Tuhan memiki sifat, mustahil Tuhan mengetahui dengan zat-Nya, karena dengan demikian zat- Nya adalah pengetahuan ‘ilm padahal sesung- guhnya Tuhan itu Yang Mengetahui ‘Alim; 260 Dirasat Islamiyah g. Al-Qur’an tidaklah diciptakan, sebab kalau ia diciptakan maka perlu kata kun, dan untuk terciptanya kata kun maka perlu kata kun yang lain dan begitu seterusnya. Sehingga tidak mungkin Qur-an diciptakan; h. Tuhan dapat dilihat diakhirat kelak, karena sifat yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat yang membawa arti kepada dicip- takannya Tuhan. sedangkan dapat dilihatnya Tuhan tidaklah membawa pada sifat dicipta- kannya Tuhan. i. Perbuatan-perbuatan manusia bukanlah diwu- judkan oleh manusia sendiri, melainkan dicip- takan oleh Tuhan. Al Asy’ari dan al Maturidi sebagai tokoh ilmu kalam yang beraliran sunni ini mempunyai visi dan tujuan untuk membendung penyebaran aliran Mu’tazilah dengan caranya masing-masing. Kesa- maan visi dan tujuan ini pula yang menyebabkan pandangan keduanya tentang ilmu kalam kadang- kadang bertumpu dengan argumen yang sama pula. a. Aliran Asy’ariah Abu Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abdillah Abi Musa al-Asy’ari adalah nama lengkap sang pendiri aliran Asy’ariyah. Ia lahir di Basrah pada tahun 260 H.873 M. dan meninggal di Bagdad pada tahun 324 H.935 M. Ia lahir pada tahun al- Kindi meninggal dunia dan Muhammad al- Muntazhar hilang.