Abd. Kadir 347 DIRASAT ISLAMIYAH.

348 Dirasat Islamiyah ilmu tata bahasa, sastra, dan sejarah juga diajarkannya. Abu Na’im Al-Ashbahani menganjurkan murid-muridnya untuk memahami tentang asma’ dan af’al-Nya, ilmu jiwa dan faktor-faktor kejiwaan yang menjadi pendo- rong dan penghambat perjalanan seorang sufi dll. Sufi lainnya adalah al-Hujwiri dengan pokok pikirannya bahwa ilmu tasawuf harus bersandar pada ilmu tauhid, ilmu fiqh dan diamalkan sesuai dengan tuntunan yang ada di dalamnya. Seorang sufi harus bertolak dari pan- dangan bahwa seorang sufi untuk mencapai tujuannya harus melalui langkah-langkah dan tahap-tahap sebagai- mana terdapat dalam maqamat. Tasawuf dimulai dengan perbuatan baik dan berujung pada perbuatan baik. Bilamana tujuan tasawuf dicapai melalui kebaikan, maka kebaikan itu tetap dipertahankan setelah penca- paian tujuan. Ulama lainnya adalah al-Ghazali. Kitab Ihya’ Ulum al Din merupakan salah satu bukti kepedulian al Ghazali untuk menyatukan ilmu-ilmu keislaman secara integral. Kemahirannya dalam berbagai ilmu menyebab- kan ia tidak hanya menulis kitab dari berbagai cabang ilmu, tetapi ia juga mengkritik epistemologi berbagai ilmu yang dipelajarinya. Kemampuan semacam ini ha- nya bisa dilakukan oleh seseorang bilamana ia mempu- nyai konpetensi dalam bidang yang diitekuninya secara memadai sehingga kritiknya dapat diterima sebagai seorang yang mempunyai kapasitas dalam ilmu itu. Perkembangan Tasawuf Abad VI Dan VII H merupakan masa kelanjutan konsolidasi tasawuf yang dilakukan oleh sufi di abad V H dan berlanjut sampai

H. Abd. Kadir 349

dengan abad VI dan VII. Masa-masa ini memberikan warna tersendiri dalam pengendalian tasawuf. Guru- guru tasawuf ingin mewariskan ajaran tasawufnya sesuai dengan yang diinginkannya dengan membentuk lem- baga komunitas yang searah dan sealiran yang kemudian dikenal dengan tarikat. Dengan cara ini para guru tasawuf dapat mengendalikan dan mengawasi ajarannya melalui organaisasi tarekat. Nama organisasi ini biasanya dinisbatkan pada nama pendirinya. Jaminan kemurnian ajaran tarekat ini ditunjukkan dengan silsilah periwa- yatannya sanad itu sampai kepada Nabi. Dari Nabi sanad itu di urut sampai mursyid, dan dari mursyid disampaikan kepada seorang murid sebagai sanad tera- khir. Dengan mengikuti sanadnya itu, maka seseorang pengikut tarekat menerima ajaran tarekat itu benar- benar berasal dan diterima dari Nabi. Organisasi tarekat ini memiliki suatu sistem yang baku untuk bisa disebut sebagai tarekat. Prasyarat untuk berdirinya suatu tarikat harus mempunyai guru tetap yang dikenal dengan nama mursyid penunjuk jalan, syekh guru atau muhdi pemberi petunjuk dengan tugas membimbing dan mengajarkan tarekatnya. Ikatan guru dan murid disini ditopang dengan kesetiaan yang tinggi sebagai pengejawantahan baiat mereka kepada gurunya, sehingga setiap murid akan selalu tunduk kepada perintah gurunya mursyid. Ajarannya dikemas dengn wirid-wirid atau dzikir yang bisa dilakukan secara individual atau kelompok dalam jumlah tertentu. Tokoh-tokoh tarekat atau pendiri tarekat ter- kenal, yaitu: Abdu al-Qadir al-Jaylani pendiri tarekat 350 Dirasat Islamiyah Qadiriyah wa al Naqsabandinya, Ahmad Rifa’i pendiri tarekat Rifa’iyyah, Tijaniyah didirikan oleh Syaikh Tijani, Idrisiyah didirikan oleh Syaikh Idris dll. Walaupun demikian tidak semua ahli tasawuf mengikuti trend tarekat yang hidup masa itu. Sebagian lainnya tetap meneruskan doktrin tasawuf tanpa mem- bangun organisasi tarekat, baik yang beraliran sunni maupun falsafi . Tokoh-tokohnya seperti: al-Suhrawardi al-Maqtul yang memperkenalkan paham wujudiyah dalam Hikmat al Isyraq , paham wahdah al-wujud kesatuan wujudnya Jalal al-Din al-Rumi Hidup 604- 658 H dan Muhyi al-Din Ibn ‘Arabi. Perkembangan Tasawuf Abad VIII H ditandai dengan banyaknya pertentangan antara berbagai aliran, baik antara aliran tasawuf sendiri maupun antara aliran tarekat, bahkan antara tasawuf tarekat dengan tasawuf non tarekat. Walaupun semangat mengembangkan dok- trin sufisme tidak pernah padam, namun perkembangan kegiatan tasawuf pada masa abad VIII H. sampai dengan abad XIV H. sudah mulai menurun. Prestasinya tidak sehebat prestasi yang dicapai abad-abad sebelumnya. Maka tidak heran bilamana karya-karya mereka tidak banyak menjadi referensi tasawuf pada zaman sekarang kecuali karya Abd al-Karim al-Jili Hidup 767-820 H yang dikenal dengan doktrin Insan Kamil manusia sempurna. Insan kamil merujuk kepada nama Muham- mad yang cahayanya Nur Muhammad sebagai ciptaan pertama dan sumber dari segala kejadian; dari padanya lahir ciptaan lain yang bersifat makhluk lainnya.