Abd. Kadir 233 DIRASAT ISLAMIYAH.

234 Dirasat Islamiyah Demikian pula kematian, sungguhpun manusia ingin menjahuinya, tetapi kematian itu akan tetap menjemputnya dimana pun dan kapan pun manu- sia berada. Oleh karena itu kebebasan manusia dibatasi oleh sunnah Allah fi khalqih ketetapan Allah atas ciptaannyahukum alam. Manusia hidup dibatasi oleh hukum-hukum alam yang diciptakan Tuhan. Manusia harus tunduk kepada hukum alam itu selama manusia belum bisa merubahnya. Manusia berenang dalam lautan takdir dan tidak kuasa menghindarinya. Kekuasaan Tuhan itu sangat mutlak dan meliputi segala sesuatu yang telah ter- jadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi. Sesuatu peristiwa yang baik maupun buruk dan menimpa manusia atas kehendak dan kekuasaan Tuhan semata. Kelompok Jabariah ini juga tidak memberikan sifat bagi Tuhan, seperti sifat-sifat kasih, pengampun, santun, maha tinggi, pemurah, dan seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk menafikan Tuhan dari ang- gapan bahwa Dia terbagi menjadi dzat dan sifat. Pemberian sifat pada Tuhan bertentangan dengan konsep tauhid yang mereka hendak tegakkan bahwa Tuhan itu esa. Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Shafwan sebagai pemuka golongan ini tetap mendasarkan pemiki- rannya kepada al-Qu-ran walaupun kelihatan pe- mikirannya sangat ekstrim, yaitu bahwa kelompok Jabariyah menafikan untuk menyandarkan semua perbuatan kepada manusia sama sekali, karena

H. Abd. Kadir 235

pada diri manusia tidak ada kekuasaan atau daya untuk menimbulkan perbuatan. 1. Aliran Jabariah Ekstrim a. Ja’d bin Dirham Ja’d seorang lahir di Damaskus dan pernah menjadi budak mawla Bani Hakam. Ja’d menerima paham Jabariah dari orang Yahudi di Siria dan dari Aban bin Syaman murid dari Thalut bin Asham al-Yahudi. Dengan demiki- an, paham Jabariyah berasal dari pemikiran Yahudi maupun Persia. Ja’d adalah orang pertama yang mengenalkan paham Jabariyah di kalangan umat Islam. Akibat perselisihannya dengan khalifah Bani Umayyah tentang apakah al Qur-an itu qadim atau hudust yang menyebabkan ia pindah ke Kufah. Di tempat tinggal barunya ini ia bertemu dengan Jahm bin Shafwan yang menjadi murid dan pengikutnya yang setianya. Sewaktu di Damsyik Ja’d menjadi guru Mar- wan bin Muhammad, salah seorang Khalifah Bani Umayah, sehingga Marwan mendapat julukan al-Jady. Namun pada akhirnya Mar- wan tidak menyukai Ja’d bahkan ia menyu- ruh Khalid al Qasari untuk membunuhnya. Eksekusi mati terhadap Ja’d karena persoalan politik. Ia pernah memberontak kepada Ha- kam al-Amawi dan bukan karena pendapat- 236 Dirasat Islamiyah pendapatnya yang dianggap bertentangan dengan khalifah semata. Pendapat yang diajukan Ja’d meliputi masa- lah kalam Tuhan, sifat-sifat Tuhan, dan masa- lah takdir. Ja’d berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, dalam arti Tuhan tidak dapat menyandang sifat-sifat sebagaimana sifat-sifat yang dapat disandangkan pada manusia, seperti sifat kalam atau lawannya bisu. Dengan bersandar pada pemikiran nafy al- sifah ini, al Qur-an menurut Ja’d adalah ma- khluk. Pendapatnya ini dikemukakan ketika ia masih bermukim di Damaskus. b. Jahm bin Shafwan Jahm termasuk muslim non Arab mawali yang berasal dari Khurasan. Mula-mula ia tinggal di Tirmidz lalu di Balkh, sehingga namanya terkadang dinisbatkan ke Samar- kand, terkadang pula ke Tirmidz. Jahm juga menjabat sebagai sekretaris Harits bin Syuraih di Khurasan, ia turut serta dalam gerakan melawan Bani Umayah. Dalam pemberon- takan ini Jahm tertangkap dan kemudian dihukum bunuh oleh Salam al-Mazani. Sebe- lum dibunuh Jahm meminta maaf kepada Salam, tetapi Salam menolaknya. Namun demikian, sepeninggal Jahm, para pengikut- nya tetap bertahan hingga abad ke XI. di daerah Tirmidz dan sekitarnya.