Abd. Kadir 323 DIRASAT ISLAMIYAH.

324 Dirasat Islamiyah mengembangkan akhlaq terpuji dalam dirinya dan membersihkan jiwanya agar tampil bagaikan sebuah cermin yang bersih supaya dapat menangkap bayangan dengan jelas. Tujuan seperti ini hanya bisa dicapai dengan mujahadah usaha yang sungguh dan riyadlah olah batin yang kontinyu. Mujahadah adalah suatu kemampuan diri untuk menekan dorongan hawa nafsu yang selalu ingin berbuat hal-hal yang jahat, kemudian memaksa dirinya berbuat hal-hal yang baik. Mujahadah sebagai jihad akbar peperangan besar karena yang dihadapi adalah musuh yang tampak sampai yang samar, sehingga mujahadah dianggap sangat penting peranannya untuk menyelamatkan manusia dari segala hal. Mujahadah pada dasarnya ditujukan untuk mengeliminasi sifat-sifat dan prilaku tercela dan berusaha untuk selalu menampilkan kebaikan dalam segala sikap dan prilaku. Pengendalian hawa nafsu, pembinaan akh- lak mulia, pembersihan hati, dan pengembangan kecin- taan kepada Tuhan untuk mendorong diri sendiri ber- buat baik adalah suatu permulaan untuk menuju perja- lanan spiritual. Sedangkan riyadlah olah batin adalah latihan keruhanian dalam melaksanakan hal-hal yang terpuji; baik dengan cara perkataan, perbuatan maupun dengan cara penyikapan terhadap hal-hal yang benar. 17 Sese- orang yang ingin membangunkan aspek ruhaniyahnya harus melakukan transformasi kesadaran biasa sampai mencapai kesadaran ruhani. Kondisi ini tidak dicapai 7 Ibid , hlm. 296.

H. Abd. Kadir 325

secara serta merta, melainkan melalui usaha-usaha yang secara sungguh-sungguh dengan disiplin diri dalam riyadlah dan melatih diri untuk mengendalikan diri sedemikian rupa, sehingga nilai-nilai kebaikan secara serta merta terinternalisasi secara lemah lembut atau sampai pada usaha yang memerlukan kekuatan dan pemaksaan supaya dapat mengendalikan dirinya untuk berada pada suatu kondisi tertentu, dalam rangka dapat melepaskan kesadarannya terhadap dunia fenomenal dan kemudian menghubungkan dirinya dengan realitas spiritual. Disiplin diri dengan pembiasaan amalan tertentu dapat mengembangkan berbagai potensialitas menjadi aktualitas, dan pada akhirnya semua kemam- puan yang ada dapat mendukung dan membantu segala yang diingini oleh aspek spiritualnya. Dalam riyadlah seseorang harus mengembangkan kesanggupannya untuk mengisolir sumber-sumber yang tidak mempunyai hubungan dengannya dan memba- ngun kecintaan terhadap realitas yang ia sembah dengan menyadari ketidakberdayaannya secara total, sehingga pemunculan sesuatu ketika berhadapan dengan substansi dirinya yang bebas menjadi hilang, dan hanya kepada Dialah seseorang menggantungkan setiap sesuatu. 10 Bagi orang yang hatinya terdorong untuk selalu mendekat kepada jalan Tuhan, bukan berarti ia langsung men- dapatkan akses yang lapang. Jalannya panjang dan berliku-liku, walaupun di antaranya ada yang sampai ke tempat tujuan dengan cepat dan selamat, tetapi tidak 10 E. A. ‘Afifi, Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabi , pentrj. Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995, hlm. 67. 326 Dirasat Islamiyah jarang diantaranya yang kembali di tengah jalan. Sering kali yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kepen- tingan itu dengan cara khalwah ةﻮﻠﳋا menyendiri dan mengasingkan diri dari pergaulan, atau takhalli ﻰﻠﺨﺘﻟا pengosongan sifat-sifat tercela, tahalli ﻰﻠﺤﺘﻟا pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji; 11 dan perhatiannya hanya tertuju kepada-Nya, seperti yang dipraktikkan para orang shalih, karena kecepatan menempuh dan mem- peroleh jalan spiritual sebanding dengan perhatiannya kepada-Nya. Tidak jarang seseorang melakukan impro- visasi dan apresiasi langkah-langkah –menempuh lang- kah-langkah lain dari yang biasanya ia lakukan- walau- pun tidak ada korelasi signifikan antara prosedur dan langkah-langkah yang dilakukan dengan pengalaman spiritual, namun perlunya langkah-langkah itu dilakukan sebagai tahap persiapan dan sebagai daya upaya yang bisa dilakukan seseorang. Semua ikhtiyar hanya mengan- tarkan pada batas tertentu. Tugas seseorang hanyalah mempersiapkan diri, menghadapkan muka sepenuh hati- nya dengan kerinduan yang membara, penuh kesabaran menanti rahmat yang akan dibukakan oleh-Nya. Hal-hal yang bisa yang dilakukan seseorang sebatas sesuatu yang memungkinkan mendorong tercapainya pengalaman spiritual; selebihnya bergantung pada berkehendak-Nya untuk membukakan hijab بﺎﺠﳊا tabir yang mendin- dingi pandangan spiritualnya. 11 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, al-Munqidz min al-Dlalal, Birut: al-Sab’iyah, [tt], hlm. 68, dan H. M. Amin Syukur dan H.M.Masyharudin, Intelektualisme Tasawuf, Sema- rang: Lembkota, 2002., hlm. 45.