Abd. Kadir 399 DIRASAT ISLAMIYAH.

400 Dirasat Islamiyah a. Material intelect, yaitu akal yang mem- punyai potensi untuk berpikir dan belum dilatih; b. Intelectus in habitu, yaitu akal yang mulai dilatih berpikir tentang hal-hal yang abstrak; c. Actual Intelect, yaitu akal yang telah dapat berpikir secara asbtrak; d. Acquired Intelect, yaitu akal yang telah sanggup memikirkan hal-hal yang abstrak dengan tidak memerlukan daya upaya. Dan akal ini sanggup menerima limpahan ilmu pengetahuan dari Akal Aktif malaikat. 20 Dalam anggapan Ibn Sina bahwa jiwa itu terpisah dari tubuh, karena ia bersifat tetap sedangkan tubuh berubah, maka ia lebih utama daripada tubuh; 21 baik ketika berhubungan dengan tubuh atau tidak. 22 Ia merupakan substansi yang dapat mengenali hal-hal yang rasional dan makna yang universal. 23 Ia mempunyai kesadaran diri sungguh- pun terpisah dari dunia materi. Human soul jiwa manusia yang diberikan kepada setiap wujud manusia oleh Akal Aktif sebagai tambahan untuk kesempurnaan jiwa vegetatif tumbuh-tumbuhan 20 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam , ….. hlm.35- 37. 21 Ibrahim Madkur, Fi Falsafah alIslamiyah , Mesir: Dar al Maarif, [tt], hlm. 235. 22 Ibid ., hlm. 226. 23 Ibid., hlm. 229.

H. Abd. Kadir 401

dan animal hewani. Dengan jiwa tumbuh-tumbu- hannya nabatiyah seseorang dapat berhubungan dengan dan mengambil manfaat secara material dari alam duniawi, seperti makan, tumbuh dan berkembang. Dengan jiwa binatangnya hanyawa- niyah ia dapat melakukan gerakan dan tindak mengetahui, dan dengan akalnya ia mempunyai potensi untuk berpikir sesuatu dari yang konkrit sampai yang abstrak. Jiwa mempunyai dua pengin- deraan: a. Satu mengarahkan ke dunia bentuk dan menye- rap informasi secara ghaybiyat b. Satu lainnya mengarah ke dunia materi. 24 Hubungan jiwa dengan alam materi luar ini diperankan oleh akal praktis, seperti pengalaman- pengalaman empirik. Akal praktis mengadakan operasi terhadap objek-objek inderawi yang bersifat fisik dan parsial. Ia membutuhkan badan dan energi badan untuk aksinya atau praksisnya, dalam rangka mendorong badan melakukan berbagai prilaku parsial. Akal praktis bertanggung jawab mengatur badan dengan menguasai badan dan mengarahkan- nya sesuai dengan tuntutan akal teoritis, sehingga pada dasarnya penguasa dan pengarah seluruh daya badan adalah akal teoritis. Kemampuan akal praktis dalam berhubungan dengan organisme anggota badan disebut dengan kemampuan ‘ amali praktis; ada pada al-‘aql al- 24 Hosen Nasr, An Introduction to Islamic Ontological Doctrines , New York : State University, 1993, hlm. 269. 402 Dirasat Islamiyah ‘amali akal praktis. Sedangkan kemampuan yang bersifat rasional disebut dengan kemampuan nadhari teoritik; ada pada al-‘aql al-nadhari akal teoritik. Proses mengingat, berfantasi, dan mempersepsi um- pamanya, mempunyai makna parsial, bersumber dari persepsi stimulus inderawi. Semuanya merupa- kan proses sensorik dari stimulus indera eksternal, seperti yang terjadi pada hewan dan manusia. Gam- baran yang dipersepsi oleh daya inderawi yang bersifat parsial ditangkap oleh khayal fantasi dan wahm imajinasi di bawah operasional akal. Objek- objek itu tertampung dalam al-hiss al-musytarak indera kolektif. Indera kolektif adalah daya tem- pat semua objek inderawi yang berasal dari indera berkumpul untuk dipersepsi. Makna-makna parsial yang tersimpan dalam daya konsepsi dan daya me- mori dilakukan penyimpulan untuk mencapai mak- na yang lebih universal. Sebaliknya akal praktis memerlukan fantasi dan wahm imajinasi dalam melepaskan makna-makna universal dari hal-hal yang parsial -makna yang dipersepsi oleh daya inde- rawi- dengan cara menampilkan keduanya pada gambar inderawi. Bila objek-objek rasional yang diketahui melalui akal -dalam berhubungan dengan badan diperan- kan oleh akal praktis yang bersifat partikular-, maka yang lainnya oleh akal teoritis. Ia dapat menangkap hal-hal yang rasional dan menangkap dirinya tanpa menggunakan alat. Akal ini berfungsi untuk mem-