Abd. Kadir 133 DIRASAT ISLAMIYAH.

134 Dirasat Islamiyah Dengan kegiatan pengumpulan dan pembukuan hadits secara resmi maka secara resmi pula kaum muslimin memiliki kitab-kitab hadits yang dapat dijadikan rujukan untuk belajar dan mendalami petunjuk-petunjuk Nabi. Akan tetapi kitab hadits tersebut masih dalam bentuknya yang sederhana, dengan ciri-ciri: a. Hadits yang dibukukan dalam kitabdewan hadits mencakup hadits Nabi, fatwa shahabat dan tabi’in. Kitab hadits dalam priode ini belum terpisahkan antara hadits marfu’ hadits yang disandarkan kepada Nabi, hadits mauquf hadits yang disandarkan kepada shahabt dan hadits maqthu’ hadits yang disandarkan kepada tabiin. Kitab hadits yang hanya khusus meng- himpun hadits Nabi pada saat itu adalah yang ditulis oleh Muhammad bin Hazm, Gubernur kota Madinah yang mendapat instruksi Khalifah Umar bin Abd. Aziz: و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ لﻮﺳﺮﻟا ﺚﻳﺪﺣ ﻻا ﻞﺒﻘﺗﻻ ﻢﻠﺳ Jangan engkau terima kecuali hadits Rasul. b. Hadits yang ditulis pada umumnya belum dike- lompokkan dalam tema-tema maudhu’ tertentu. c. Hadits-hadits yang disusun dalam kitab belum dipisah antara yang shahih, hasan dan dha’if. 3. Hadits Pada priode Abad III H Periode ini dimulai sejak masa akhir pemerintahan Khalifah al Ma’mun dari Bani Abbasiyah sampai

H. Abd. Kadir 135

awal pemerintahan Khalifah al Muqtadir dari dinasti yang sama. Priode abad ini disebut sebagai masa penyaringan dan seleksi hadits, karena pada masa inilah kegiatan pentashihan hadits Nabi mulai dilakukan secara sitematis. Sebagaimana terjadi pada abad sebelumnya bahwa pemalsuan hadits untuk melegimtimasi pendirian dan pendapat golongan masing-masing semakin meluas dengan munculnya propaganda-propagan- da politik untuk menumbangkan rezim oposisinya dari Bani Umayyah. Sebagai imbangannya, muncul pula dari pihak Muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadits untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan pemerintah. Sebagian ulama mempelajari dan meneliti keadaan perawi- perawi hadits. Hal ini dilakukan untuk mengetahui validitas hadits. Pengumpulan dan pembukuan hadits pada masa sebelumnya tidak memilih antara hadits yang be- nar-benar berkulitas dan valid dan tidak. Sejumlah metodologi penilaian hadits telah berkembang sedemikian rupa dengan menganilisis matan hadits dan sanadnya. Dengan berbasis pada bermacam- macam variasi periwayatan hadits maka ulama hadits mulai mengklassifikasikan hadits. Atas dasar latar belakang yang seperti itu maka penyempur- naan kitab hadits dilakukan di awal abad III H dengan kegiatan: a. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah perawi hadits termasuk di tempat-tempat yang 136 Dirasat Islamiyah jauh dan terpencil, daerah-daerah yang belum masuk dalam lingkup priode pengumpulan hadits abad I. Usaha ini dipelopori oleh Imam al Bukhari. Selama 16 tahun ia telah melakukan perlawatan ke kota Makkah, Madinah, Bagh- dad, Bashrah, Kufah, Mesir, Damaskus, Naisabur dan sebagainya. Kemudian diikuti Imam Muslim, Abu Dawud, al Turmudzi, al Nasa’i dan lain- lain. b. Mengadakan klasifikasi antara hadits yang marfu’ hadits yang disandarkan kepada Nabi, mauquf yang disandarkan kepada shahabat dan yang maqthu’ yang disandarkan kepada tabi’in, untuk menghindarkan pencampuran hadits Nabi dengan fatwa shahabat dan fatwa tabi’in. c. Para ulama mulai mengadakan seleksi kualitas hadits antara hadits yang shahih dan yang dha’if. Pelopor ini adalah Ishaq Ibnu Rahawaih; dan dilanjutkan oleh al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al Turmudzi, al Nasa’i, Ibnu Majah dan lain-lain. Sebelum kemunculan al Turmudzi, klasifikasi hadits hanya terdiri atas hadits shahih dan dha’if. Akan tetapi setelah al Turmudzi, klasifikasi itu berkembang menjadi hadits shahih, hasan dan dha’if. d. Menghimpun kritik yang dilontarkan para ahli ilmu kalam dan lain-lain, baik kritik yang ditujukan kepada pribadi perawi maupun pada matan hadits. Respon dan pembelaan itu