Abd. Kadir 341 DIRASAT ISLAMIYAH.

342 Dirasat Islamiyah mereka. Salman Al-Farisi wafat 50 H, seorang zuhud dan wara’ serta melakukan ibadah puasa sunah di siang hari, memperbanyak shalat sunah di malam hari ditam- bah dengan zikir serta tafakkur. Siang hari sambil ber- puasa ia selalu mengerjakan pekerjaan tetapnya sebagai pembuat anyaman tikar daun kurma. Hal ini dikerja- kannya untuk menopang penghasilan dan biaya hidup- nya. Temannya Abu Dzarr Al-Ghifari wafat 32 H dapat disebut orang yang sangat sederhana dengan tetap merindukan kehidupan miskin daripada hidup kaya. Sedangkan pada masa selanjutnya; pertengahan abad I dan II H. tasawuf dipraktikkan oleh para tabiin. Tetapi perpindahan pemerintahan dari Khalafa’ al Rasyidun ke tangan Dinasti Bani Ummayah sebagai akibat terjadinya al Fitnah al Kubra yang menyebabkan terjadinya peperangan Shiffin dan akibat-akibat yang ditimbulkannya menyebabkan Khalifah pertama Bani Umayah Mu’awiyah bin Abi Sufyan memindahkan ibu kota Daulah Islamiyah dari kota Madinah ke kota Dimsyik Damaskus tempat dia memerintah ketika menjadi gubernur. Kota Damaskus adalah kota yang lebih dekat ke Konstantinopel Istambul daripada kota Madinah pusat pemerintahan pada zaman Nabi dan Khalafa’ al Rasyidun. Kota Konstantinopel sebagai kota pusat pemerintahan Romawi yang mengusai Eropa Timur beberapa abad menampilkan citra kota yang penuh kemewahan sebagai pengejawantahan kebesaran kerajaannya. Begitu pula kehidupan raja-raja dan bangsawannya penuh dengan kemewahan. Kehidupan semacam ini mencitrakan perbedaan strata sosial yang sangat menyolok antara raja dan bangsawan di satu

H. Abd. Kadir 343

pihak dan rakyat biasa di pihak lain. Lebih-lebih pada zaman itu Eropa masuk dalam masa yang disebut dengan Midle Age Abad Tengah, yaitu abad penuh kegelapan Dark Age. Raja dan kaum bangsawan mengusai lahan pertanian dan perkebunan sebagai aset kekayaan mereka, sedangkan rakyat hidup sebagai pekerja di lahan-lahan perkebunan dan pertaniaan. Kehidupan rakyat sangat tidak layak, karena mereka hidup di sekitar lahan-lahan itu dan di pinggir-pinggir hutan dalam gubuk yang terbuat dari kayu dan atap dari dedaunan tanpa tempat tidur yang layak di dalamnya. Kehidupan mewah raja dan bangsawan ditopang oleh keuntungan besar dari penguasaan pertanian dan perke- bunan tersebut. Keuntungan besar itu yang diperguna- kan oleh mereka untuk membiayai kehidupan yang ber- lebihan. Kehidupan kaum feodalis ini yang memberikan insipirasi kepada Daulah Bani Umayah dengan mem- bangun gedung-gedung dan istana yang cantik dan indah dan dihuni oleh khalifah-khalifah dan bangsawan yang hidup dalam kemewahan. Walaupun jazirah Arabiyah sejak zaman klasik menjadi lintasan para pedagang sutera dari Cina ke Eropa, tetapi Nabi melarang orang muslim kecuali muslimah untuk memakai pakaian sutera. Tetapi sutera sebagai lambang kemewahan menjadi bagian dari pakaian raja-raja dan bangsawan baik laki-laki maupun perempuan mulai zaman Bani Umayah. Begitu pula kebiasaan-kebiasaan raja Romawi lainnya menjadi adat istiadat dalam kehidupan khalifah. Khalifah kini berbubah esensinya menjadi raja. 344 Dirasat Islamiyah Kehidupan para khalifah dan bangsawan yang berlebihan ini tidak pernah terjadi dan dipraktikkan pada zaman Nabi. Kemudian kehidupan semacam itu mendapat reaksi keras terutama dari shahabat yang masih hidup pada masa itu. Sebagai protes dan rekasi terhadap kehidupan khalifah dan bangsawan itu; mereka tetap hidup dalam kesederhanaan dan memakai kain wool terbuat dari bulu domba kasar sebagai lambang perlawannya. Namun kehidupan mereka tidak semata- mata melambangkan kesederhanaannya, tetapi juga me- neruskan tradisi hidup zuhud mereka yang dijalaninya sejak zaman Nabi. Dalam kehidupan zuhudnya mereka tidak saja menghindari kemewahan, tetapi juga meng- hindari kehidupan tercela lainnya guna meningkatkan kehidupan asketiknya dalam mendekati taqarub Tuhan dengan mengerjakan banyak amalan-amalan kebaikan. Mereka juga ‘uzlah meninggalkan komunitas masyarakat dari hiruk pikuknya masalah politik yg sedang marak pada saat itu dan mereka khulwah ber- mukim di tempat sepi dan tertutup untuk berkonsentrasi memperbanyak zikir dan tafakkur. Ulama Syi’ah yang banyak menentang penguasa Bani ‘Umayah banyak melakukan uzlah pada akhir abad I H. Pada abad II H para sufi melakukan praktik asketik yang sangat ekstrim dengan menganggap kehi- dupan duniawi sebagai kehidupan yang sangat profan. Praktik-praktik asketik yang dilakukannya melebihi dari praktik-praktik asketik para shahabat besar. Mereka menghindari kehidupan dunia sedemikian rupa dan tidak menaruh perhatian yang cukup kepada materi.