Abd. Kadir 97 DIRASAT ISLAMIYAH.

98 Dirasat Islamiyah dan melakukan penilaian terhadap berita itu dan kemudian menuliskannya dalam kitab karyanya, sehingga ia menjadi mukharrijnya ; artinya orang yang meriwayatkan hadis dalam salah satu kitab hadits setelah melakukan penilain. Oleh karena itu, biasa- nya pada akhir periwayatan suatu hadits disebutkan akhrajahu al Bukhari يرﺎﺨﺒﻟا ﻪﺟﺮﺧأ berarti hadits itu dinilai dan dimasukkan oleh al-Bukhari dalam kitab- nya. Atau untuk menyatakan perawi suatu hadits dikatakan dengan kata: يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور hadits diriwayatkan oleh al-Bukhari. Contoh hadits lain: َﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ٌﻊﻴِﻛَو ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ﱠِﱯﱠﻨﻟا ﱠنَأ ِءاَﺮَـﺒْﻟا ِﻪﻴِﺑَأ ﻦَﻋ ِءاَﺮَـﺒْﻟا ِﻦْﺑ َﺪﻳِﺰَﻳ ﻦَﻋ ٍبﺎَﻨَﺟ ﻮُﺑَأ ﺎ ﺎًﺼَﻋ ْوَأ ٍسْﻮَـﻗ ﻰَﻠَﻋ َﺐَﻄَﺧ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﻪﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﰱ ﺪﲪا ﻪﺟﺮﺧا ﻩﺪﻨﺴﻣ Waki’ bercerita kepada kami, Abu Janab bercerita kepada kami dari Yazid bin al Barra` dari ayahnya yang bernama al Barra`, bahwa Nabi berkhutbah dengan memegang tombak atau tongkat. H.R. Ahmad. Sanad nya adalah: ءاَﺮَـﺒْﻟا ِﻪﻴِﺑَأ ﻦَﻋ ِءاَﺮَـﺒْﻟا ِﻦْﺑ َﺪﻳِﺰَﻳ ﻦَﻋ ٍبﺎَﻨَﺟ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ٌﻊﻴِﻛَو ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ Matan nya adalah: َﺐَﻄَﺧ ﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﻢﻬﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠِﱯﱠﻨﻟا ﱠنَأ ﺎًﺼَﻋ ْوَأ ٍسْﻮَـﻗ ﻰَﻠَﻋ

H. Abd. Kadir 99

Mukharrij nya adalah: Ahmad. ﻩﺪﻨﺴﻣ ﰱ ﺪﲪا ﻪﺟﺮﺧا Penjelasan: 1. Rangkaian susunan sanad hadits di atas adalah: Waki’, Abu Janab, Yazid dan al Barra; awwalu al sanad sanad awal adalah Waki’, dan akhir al sanad akhir sanad adalah al Barra’. Sedangkan wasath al sanad pertengahan sanad adalah para periwayat yang berada diantara Waki’ dan al Barra’. 2. Semua orang yang ada pada rangkaian sanad disebut periwayat. Periwayat pertama adalah al Barra’, periwayat kedua adalah Yazid, periwayat ketiga adalah Abu Janab, periwayat keempat adalah Waki’ dan periwayat kelima atau terakhir sekaligus mukharrij al hadits adalah Ahmad dan Ahmad menulis hadits ini dalam kitab Musnad. F. Penggunaan Preposisi dalam Periwayatan Hadis Dalam penyampaianperiwayatan hadits para perawi menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu. Ada beberapa preposisi yang biasa dipergunakan seseorang untuk meriwayatkan hadits kepada orang lain; atau ungkapan-ungkapan yang dipergunakan oleh para perawi yang menerima hadits dari orang lain: hadda- tsana, haddatsani, akhbarana, akhbarani, anba-ana, anba-ani; َﺎﻨَﺛﱠﺪَﺣ َﺎﻧَﺮَـﺒْﺧَأ ،ِْﲎَﺛّﺪَﺣ َﺎﻧَﺄَﺒْـﻧَأ ،ِْﱏَﺮَـﺒْﺧَأ ِْﱏَﺄَﺒْـﻧَأ memberitakan kepada kamimemberitakan kepadaku, mengkhabarkan kepada kamimengkhabarkan kepadaku, memberitakan kepada kamimemberitakan kepadaku. 100 Dirasat Islamiyah Ketiga ungkapan penyampaian periwayatan hadits di atas pada umumnya digunakan dalam keadaan jika seorang periwayat mendapat hadits dengan cara bertemu langsung dari seorang yang meriwayatkan hadits ada’. Biasanya perawi pendahulunya itu adalah gurunya. Jika menggunakan ungkapan haddatsana berar- ti penerimaan tahammul secara berjama`ah dan haad- datsani bermakna bahwa penerimaannya perseorangan. Secara umum ungkapan kata-kata periwayatan di atas diartikan bertemu langsung. Namun secara teknis orang yang bertemu langsung mempergunakan ungka- pan-ungkapan: 1. Preposisi periwayatan haddatsanahaddatsanisami’tu ُﺖْﻌَِﲰ ِْﲎَﺛﱠﺪَﺣ َﺎﻨَﺛﱠﺪَﺣ dipergunakan dalam metode al sama` ْعﺎَﻤﱠﺴﻟا artinya seorang murid mendengarkan penyam- paian hadits dari seorang guru syaikh secara langsung. Guru membacakan hadits kepada muridnya dan sang murid mendengar bacaannya. Di sini nampaknya guru lebih aktif, tetapi muridpun ditutut tetap aktif karena mereka dituntut mampu melafalkan dan hapal apa yang ia dengar dari guru. Hadits yang menggunakan lambang periwayatan tersebut dalam segala tingkatan berarti sanadnya bersambung mutta- shil, masing-masing periwayat dalam sanad bertemu langsung dengan gurunya. 2. Preposisi periwayatan ِْﱏَﺮَـﺒْﺧَأ ﺎﻧَﺮَـﺒْﺧَأ dipergunakan da- lam metode al qira-ah atau al ’ardh, artinya seorang murid membaca dan yang lain ikut mendengarkan dan didengarkan pula oleh seorang guru. Metode ini