Abd. Kadir 261 DIRASAT ISLAMIYAH.

262 Dirasat Islamiyah galkan kalam yang tidak pasti dan mencari kepastian di dalam al Qur’an dan hadits. Al- Asy’ari merubah pendiriannya itu dengan betul- betul ikhlas dan beradu argumentasi dengan gurunya al-Juba’i dalam diskusi terbuka berulang kali. Pada suatu hari al-Asy’ari datang kepada al- Juba’i dan bertanya: “Seandainya ada kasus tiga orang bersaudara; orang yang pertama seorang mukmin, yang kedua kafir, dan yang ketiga mati pada waktu kanak-kanak. Bagaimana nasib mereka masing-masing di akhirat? Al-Juba’i menjawab: “Orang pertama akan masuk surga, orang kedua akan masuk neraka, dan orang ketiga tidak diberi pahala juga tidak disiksa”. Asy’ari meneruskan lagi: “Tetapi orang yang ketiga berkata; Ya Allah, seharusnya Tuhan memberikan saya umur panjang, maka saya akan menjadi orang yang shaleh dan masuk surga seperti saudara saya. Bagaimana jika begitu kejadiannya?” Al-Juba’i menjawab: “Allah akan menjawab; aku tahu jika kamu berumur panjang, niscaya kamu akan menjadi orang yang tidak percaya kepada-Ku dan akan masuk neraka”. Lalu al-Asy’ari berkata: “Tetapi bagaimana jika orang kedua berkata, Ya Tuhan; mengapa Engkau tidak mematikan saya sewaktu masih kanak-kanak, sehingga saya bisa selamat dari adzab neraka?

H. Abd. Kadir 263

Al-Juba’i diam, dan al-Asy’ari pergi dari halaqah itu. Bila debat tersebut sebagai pangkal tolak al Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah maka hal ini berarti sebagai protes keras al-Asy’ari terhadap rasionalisme murni. Hal ini bersamaan dengan semakin lemahnya kelompok Mu’tazilah dan tengah mengalami kemunduran setelah diba- talkan oleh al-Mutawakil sebagai madzhab resmi negara. Al-Mutawakil menunjukkan sikap peng- hargaan dan penghormatan terhadap Ahmad bin Hanbal, lawan terbesar Mu’tazilah saat itu. Keadaan menjadi terbalik, Ahmad bin Hanbal menjadi dekat dengan pemerintah, sedangkan kaum Mu’tazilah menjadi golongan yang jauh dari pemerintahan dinasti Bani Abbas. Masya- rakat yang tidak setuju dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah merasa bebas untuk menyerang me- reka. Dalam setting sosial-politik yang demikian inilah al-Asy’ari menyusun kalam baru yang sesuai dengan pandangan kelompok orang yang berpegang kuat kepada hadis. Jalan yang dihadapi al-Asy’ari dalam karirnya sebagai pemikir tidaklah licin dan lurus. Sebagai orang bekas Mu’tazilah, dan sering kali meng- gunakan metode filsafat dan kalam dalam argumentasi-argumentasinya, maka pada awal- nya Asy’ari tetap dicurigai oleh banyak orang dan sering dituduh menyeleweng bahkan kafir. 264 Dirasat Islamiyah Karya-karya tulisnya yang terkenal seperti: al- Ibanat ‘an Ushul ad-Diyanah, Risalah fi Istihsan al-Khaudh fi ‘Ilm al-Kalam, al-Luma’, dan Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, menggambarkan al-Asy’ari sebagai membela diri dari serangan berbagai kalangan. Tanpa mengesampingkan perbedaan pendapat dan interpretasi tentang sebab-sebab Asy’ari meninggalkan ajaran Mutazilah, agaknya lang- kah yang ditempuh al-Asy’ari mendapat tempat di hati umat Islam. Dengan kemampuan logika dan retorika yang dimilikinya ia mampu mem- perkenalkan ajaran teologi barunya, sehingga dalam waktu yang tidak begitu lama ajaran- ajaran yang dikembangkannya menjadi populer di kalangan mayoritas umat Islam saat itu. Hal ini karena didukung oleh faktor-faktor yang sangat strategis yaitu selain melemahnya kedu- dukan Mutazilah juga keadaan mayoritas umat Islam membutuhkan paradigma baru yang relatif sederhana dari pada aqidah atau kalam Mutazilah. Keluarnya al-Asy’ari dari aliran yang telah dianutnya selama berpuluh-puluh tahun kemudian ia menyusun kalam baru yang ternya- ta mendapat sambutan yang baik dari mayoritas umat Islam. Keberhasilannya menyusun kalam baru dengan kerangka pikir yang berbeda dari kalam sebelumnya serta dukungan faktor-faktor strategis dan iklim yang kondusif bagi perkem- bangannya paham al Asy’ariyah dengan sangat