Abd. Kadir 387 DIRASAT ISLAMIYAH.

388 Dirasat Islamiyah dapat potensi berpikir yang diperankan oleh al-‘aql, yang secara gradual dari: a. al ‘Aql Hayulani akal material, yaitu akal yang mempunyai potensi untuk berpikir dan belum dipergunakan dan belum dilatih b. al-‘Aql bi al-Fi’l akal aktual, yaitu akal yang telah dapat berpikir secara asbtrak c. al-‘Aql al-Mustafad akal perolehan, yaitu akal yang telah sanggup memikirkan hal-hal yang abstrak dengan tidak memerlukan daya upaya. Dan akal ini sanggup menerima limpahan ilmu pengetahuan dari Akal Aktif malaikat. 11 Bilamana akal aktual beroperasi pada hal-hal yang logis terhadap fakta-fakta empirik maupun rasional dan akal perolehan beroperasi di alam supranatu- ral dan suprarasional, pengetahuan pun didapat melalui pemberian dari akal aktif, sehingga semua pengetahuan dan pengalamannya diperoleh tanpa usaha apapun. Hal ini terjadi ketika kesadaran 11 Jiwa manusia mempunyai dua daya: 1. Daya praktis , yaitu jiwa yang ada hubungannya dengan badan 2. Daya teoritis, mempunyai tiga tingkatan: 3. Material Intelect, yaitu akal yang mempunyai potensi untuk berpikir dan belum dilatih. 4. Intelectus in Habitu , yaitu akal yang mulai dilatih berpikir tentang hal-hal yang abstrak. 5. Actual Intelect , yaitu akal yang telah dapat berpikir secara asbtrak. 6. Acquired Intelect , yaitu akal yang telah sanggup memikirkan hal- hal yang abstrak dengan tidak memerlukan daya upaya. Dan akal ini sanggup menerima limpahan ilmu pengetahuan dari Akal Aktif malaikat; Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme….., hlm. 37.

H. Abd. Kadir 389

inderawi maupun akali sudah lenyap dan tidak dipegunakan dalam hubungan antara akal mustafad dengan akal aktif. I. IBN SINA Ibn Sina atau Avicenna dalam panggilan Latinnya adalah Abu ‘Ali al-Husein bin ‘Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, dilahirkan di desa Afsyanah, dekat Bukhara, Transoxania Persia Utara, pada tahun 370 H980 M. dan meninggal tahun 428 H1037 M. Selain belajar al Qur-an dan menghafalnya dalam usia belia, ia juga belajar dan ilmu-ilmu agama seperti: fikih dan teologi Syiah Ismailiyah, yaitu teologi yang dianut keluarganya. Ia juga mempelajari astronomi, sastra Arab, matematika, fisika, logika, metafisika dan kedokteran disamping fil- safat. Kesempatan belajar berbagai ilmu itu pula dipero- lehnya berkat hubungan baiknya dengan istana, sehingga bisa mempergunakan fasilitas perpustakaan istana. Profesi pekerjaannya meliputi banyak bidang kegiatan seperti: guru, penyair, pengarang, dokter, filosof dan pernah menjabat sebagai perdana menteri dan menteri pada dinasti Buwaihi. Jabatan prestisius ini ditinggalkan karena harus pindah ke Isfahan. Latar belakang kepergiannya ke Isfahan dimulai ketika Ibn Sina mampu menyembuhkan Sultan Syams al- Daulah dari Dinasti Buwaihi, sehingga sultan berkenan mengangkatnya menjadi perdana mentri di Rayyan. Rencana militer negeri ini yang akan mengadakan keduta terhadap sultan juga melibatkan Ibn Sina sebagai tahanannya. Sultan memenjarakannya dan merampas 390 Dirasat Islamiyah kekayaannya. Dengan pertolongan sultan Ibn Sina lepas dari penjara dan diangkat menjadi menteri di Hamaz dan sampai Syams al-Daulah meninggal dunia. Sultan Taj al-Muluk putra dan pengganti Syams al-Daulah ingin tetap mempertahankan Ibn Sina sebagai menteri. Keingi- nan Ibn Sina untuk pindah ke Isfahan menyebabkan ia mengundurkan diri sebagai menteri. Ibn Sina mencoba menghubungi sultan Ala’u al-Daulah di Isfahan agar sultan menerima kepindahannya. Tetapi usaha Ibn Sina untuk pindah dan meminta perlindungan sultan Ala’u al Daulah diketahui oleh Sultan Taj al-Muluk, sehingga sultan memenjarakan Ibn Sina di benteng Fardajan selama empat bulan, walaupun kemudian ia kembali pada kedudukannya sebagai menteri. Akhirnya Ibn Sina tetap tidak bisa memendam keinginannya untuk pindah dan hal itu dilakukannya secara tersembunyi menuju Isfahan. Sultan ‘Ala’u al-Daulah menyambut hangat kedatangannya. Di tempat ini Ibn Sina menuangkan kreasinya menulis buku dan menuangkan pikiran- pikirannya dalam kelompok kajian filsafat sampai ia wafat. Warisan bukunya al-Qanun Fi al-Thibb, al-Syifa, al-Najah, dll. 1. Pemikiran filsafat Ibn Sina Ibn Sina membagi al mawjud itu ke dalam: 1. Wajib al wujud adalah keharusan adanya sesuatu, dan ketidaannya menimbulkan kemustahilan dalam akal pikiran. Pada dasarnya disamping wujud itu ada mahiyah esensi, tetapi posisi mahiyah berada di luar akal. Mahiyah dalam akal menjadi tampak melalui wujud di luar akal. Adalah mustahil bila-