Abd. Kadir 267 DIRASAT ISLAMIYAH.

268 Dirasat Islamiyah sebagaimana juga tidak boleh dikatakan bahwa Tuhan menciptakan kalimat-Nya pada sebagian makhluk. Ketiga, kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan menurut al-Asy’ari bahwa Tuhan menghen- daki segala sesuatu yang mungkin diken- daki-Nya. Manusia dalam pandangan al- Asy’ari tidak bisa menghendaki sesuatu, kecuali jika Allah menghendaki manusia supaya berkehendak sesuatu itu. Pernya- taan ini mengandung pengertian bahwa kehendak yang ada dalam diri manusia sebenarnya tiada lain dari kehendak Tuhan tersebut. Keempat, menurut al-Asy’ari perbuatan manusia didasarkan pada al-kasb; bahwa kehendak dan daya upaya untuk berbuat adalah kehendak dan daya Tuhan juga. Per- buatan itu sendiri bukan kehendak dan daya upaya manusia semata. Untuk meng- gambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan, al-Asy’ari memakai kata al-kasb acquisition, perolehan. Menurut al-Asy’- ari sesuatu itu terjadi dengan perantaraan kasb. Bahwa daya upaya dan perbuatan timbul dari diri al-muktasib acquirer, orang yang memperoleh melalui peranta- raan penciptaan. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia

H. Abd. Kadir 269

mengambil bagian yang efektif dalam me- wujudkan perbuatan-perbuatan itu, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewu- judkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal anthropomorphism al-Asy’ari meng- gambarkan Tuhan memiliki muka, tangan, mata dan sebagainya dengan tidak ditentukan bagai- mana bila kayfa yaitu dengan tidak memiliki bentuk dan batasan. Menolak paham al-‘adl dan al-Wa’d wa al- Wa’id, karena Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada satupun yang wajib bagi-Nya. Ajaran al-Asy’ari kemudian dikembangkan oleh para pengikutnya, diantara para pengikutnya yang paling terkenal adalah Muhammad bin al- Tayyib bin Muhammad Abu Bakr al-Baqillani, ‘Abd al-Malik al-Juwaini imam al-HAramain, dan pengikutnya yang paling berpengaruh adalah al-Ghazali. Al-Ghazali inilah pengikut yang pahamnya tidak banyak berlainan dengan imam al-Asy’ari, dan karena jasa-jasanya pula ajaran Ahl al Sunnah dan Jama’ah al-Asy’riyah berkembang luas di kalangan umat islam. b. Maturidiyah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al- Maturidi al Samarqand lahir di Maturid sebuah kota kecil dari daerah Samarqand pada perte- 270 Dirasat Islamiyah ngahan abad ke-3 H. atau pertengahan kedua abad ke-9 M. Ia meninggal pada tahun 944 M. Riwayat hidup al-Maturidi ini tidak banyak dike- tahui orang. Literatur ajaran-ajaran al-Maturidi sangat terbatas bila dibandingkan dengan lite- ratur ajaran-ajaran Asy’ariah. Al Maturidi pernah berguru kepada Nashr bin Yahya al-Balkhi dalam bidang fiqh dan ilmu kalam madzhab Hanafi, kemudian dilanjutkan berguru pula kepada Abu Nashr al-‘Iyyad, Abu Bakr al-Jurjani dan Muhammad bin Hanbal al Syaibani. Dari ilmu yang dipelajarinya dan silsilah gurunya tidak ada indikasi bahwa al- Maturidi dikenal sebagai orang yang berlatar belakang atau dekat paham Mu’tazilah. Sebagai pengikut Abu Hanifah maka aliran ini memakai rasio dan akal dalam pandangannya mengenai agama dan teologinya, sehingga anta- ra teologi yang dibawa oleh al-Asy’ari dan al- Maturidi terdapat perbedaan meskipun kedua- nya muncul sebagai reaksi terhadap golongan Mu’tazilah. Sebagai pendiri salah satu aliran ilmu kalam, al Maturidi mempunyai pengikut dan pendukung. Perbedaan pendapat antara al Maturidiah de- ngan pengikutnya, membuat aliran Maturi- diyyah pecah menjadi dua golongan, yaitu pengikut al Maturidi sendiri atau golongan Samarqand dan golongan al-Maturidi Bukhara, yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi. Kalau golo-