Abd. Kadir 249 DIRASAT ISLAMIYAH.

250 Dirasat Islamiyah dzat. Adalah satu kemustahilan bilamana Tuhan mempunyai sifat, karena implikasi pemikiran demikian berarti Tuhan itu terdiri dari dzat dan sifat. Keesaan-Nya tidak terbagi pada dzat dan sifat; walaupun pemikiran demikian membawa implikasi bahwa sifat kalam Tuhan firman Tuhan yang berupa al Qur-an itu bukan bagian dari Tuhan dan dianggap sebagai makhluk. Secara pasti bahwa al Qur-an itu bukan dzat- Nya, tetapi menurut mereka Tuhan tidak bersi- fat, maka al Qur-an bukan sifat-Nya. Kalau al Qur-an bukan dzat dan sifat-Nya maka al Qur- an itu adalah makhluk-Nya. َنﻮُﻠِﻘْﻌَـﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌﱠﻟ ًﺎّﻴِﺑَﺮَﻋ ًﺎﻧآْﺮُـﻗ ُﻩﺎَﻨْﻟَﺰﻧَأ ﺎﱠﻧِإ Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. QS. Yusuf:12: 2. Lafadh munazzal, qur’anan, dan ‘arabiyan ada- lah sifat. Sedangkan sifat tidak mungkin qadim. Jika tidak qadim berarti hadits, dengan demikian al Qur-an adalah hadits. Karena al Qur-an ber- sifat hadits berarti makhluk, maka kalam Tuhan itu hadits. Al Qur-an bukanlah qadim atau kekal, tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan oleh Tuhan, karena kalam adalah suara yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar. Sehingga dengan demikian, mereka berpendapat bahwa al-Qur-an bukanlah qadim atau kekal. Tuhan

H. Abd. Kadir 251

tidaklah memiliki sifat, kecuali qadim, selain sifat tersebut maka sejatinya adalah dzat Tuhan. Konsep kebebasan dan keadilan kemudian dikembangkan dan disinkronkan dengan doktrin lainnya, yakni janji dan ancaman dsb. Kekua- saan, kehendak, keadilan, janji-pahala, dan ancaman-siksa sebagaimana seringkali dinyata- kan dalam al Qur-an. Argumen-argumen seba- gaimana tersebut di atas untuk memastikan dan melegitimasi bahwa manusia mempunyai kebe- basan dalam mewujudkan segala perbuatannya. Tetapi dengan kebebasan seperti itu menyebab- kan manusia mempunyai kewajiban memper- tanggungjawabkan seluruh perbuatannya. Hal demikian sebagai bentuk keadilan Tuhan dengan memberikan tanggungjawab kepada manusia sebagai akibat Tuhan tidak ikut campur sedikit pun terhadap perbuatan manusia. Adalah sangat-sangatlah tidak adil bilamana manusia dimintai pertanggungjawaban sedangkan ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan perbuatannya. Hal sebagaimana tersebut di atas disebut al qadariah, karena kata Washil Tuhan bersifat bijaksana dan adil, Tuhan tidak mugkin bersifat jahat dan dzalim. Sehingga tidak mung- kin Tuhan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintahNya sendiri. Manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan baik dan perbua- tan jahatnya. Dan atas perbuatannya itu manu- sia akan mendapatkan balasan. Untuk mewujud- 252 Dirasat Islamiyah kan perbuatan itu Tuhan memberi kekuatan dan daya kepadanya manusia. Al-salah wa al-aslah 10 bagian dari pendapat mereka , dalam arti Tuhan wajib mewujudkan yang baik bahkan yang terbaik untuk kemasla- hatan manusia. Menurut Abu al-Huzail Tuhan sebenarnya dapat bertindak dhalim dan ber- dusta kepada manusia, tetapi mustahil Tuhan bertindak demikian karena perbuatan demikian mengandung arti tidak baik, dan Tuhan sebagai dzat yang Mahasempurna tidak bisa berbuat yang tidak baik. Perbuatan-Nya semua wajib bersifat baik. Mereka beranggapan pula bahwa Al-Qur-an dalam gaya dan bahasanya tidak mempunyai mukjizat, Al-Qur-an merupakan mukjizat hanya dari dalam isinya. Menurut Al-Nadham, salah seorang murid dari Abu al-Huzail jika sekiranya Tuhan tidak menyatakan sebagaimana disebut- kan dalam firman-Nya bahwa tidak ada manusia yang akan sanggup membuat karangan seperti al-Qur-an, mungkin bisa saja nanti akan ada manusia yang dapat membuat tulisan yang lebih bagus dari al-Qur-an dalam gaya dan susunan bahasanya. Mereka juga tidak mempercayai wujud arsy, kursi, malaikat pencatat amal Kiraman Katibin, adzab siksa kubur, maka mereka tidak 10 Al-Syahrastani, Al-Milal wan Nihal ,…., hlm. 35.