Abd. Kadir 135 DIRASAT ISLAMIYAH.

136 Dirasat Islamiyah jauh dan terpencil, daerah-daerah yang belum masuk dalam lingkup priode pengumpulan hadits abad I. Usaha ini dipelopori oleh Imam al Bukhari. Selama 16 tahun ia telah melakukan perlawatan ke kota Makkah, Madinah, Bagh- dad, Bashrah, Kufah, Mesir, Damaskus, Naisabur dan sebagainya. Kemudian diikuti Imam Muslim, Abu Dawud, al Turmudzi, al Nasa’i dan lain- lain. b. Mengadakan klasifikasi antara hadits yang marfu’ hadits yang disandarkan kepada Nabi, mauquf yang disandarkan kepada shahabat dan yang maqthu’ yang disandarkan kepada tabi’in, untuk menghindarkan pencampuran hadits Nabi dengan fatwa shahabat dan fatwa tabi’in. c. Para ulama mulai mengadakan seleksi kualitas hadits antara hadits yang shahih dan yang dha’if. Pelopor ini adalah Ishaq Ibnu Rahawaih; dan dilanjutkan oleh al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al Turmudzi, al Nasa’i, Ibnu Majah dan lain-lain. Sebelum kemunculan al Turmudzi, klasifikasi hadits hanya terdiri atas hadits shahih dan dha’if. Akan tetapi setelah al Turmudzi, klasifikasi itu berkembang menjadi hadits shahih, hasan dan dha’if. d. Menghimpun kritik yang dilontarkan para ahli ilmu kalam dan lain-lain, baik kritik yang ditujukan kepada pribadi perawi maupun pada matan hadits. Respon dan pembelaan itu

H. Abd. Kadir 137

dihimpun dalam sebuah kitab seperti yang dilakukan oleh Ibnu Qutaibah dengan menyusun kitab Ta’wil Mukhtalif al Hadits fi Raddi ‘Ala Ada’ al Hadits. e. Menyusun kitab-kitab hadits berdasarkan tema dan masalah, sehingga kitab tersebut memiliki bab-bab sesuai dengan masalah tertentu. Meto- de ini dilakukan untuk mempermudah mencari masalah yang dikandung oleh kitab hadits. Metode ini dikenal dengan istilah metode mushannaf. Ulama yang merintis metode ini adalah Imam al Bukhari, kemudian diikuti oleh muridnya sendiri yaitu Imam Muslim. Sesudah itu baru diikuti oleh Abu Dawud, al Turmudzi dan lain-lain. 8 Sebelum berkembangnya penyusunan index hadits sebagaimana yang dilakukan Mensink dan Wensink atau melalui IT Information and Technology atau melalui multimedia pencarian hadits didasarkan kelompok-kelompok hadits yang terhimpun dalam suatu tema, sehingga pengembangan penulisan hadits dalam sistema- tika tertentu memudahkan para pencari hadits tertentu. f. Membuat kaidah-kaidah atau patokan-patokan serta menetapkan ciri-ciri kongkrit yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadits itu shahih atau palsu. 8 Ibid , hlm. 113-115. 138 Dirasat Islamiyah Kodifikasi hadits pada priode ini dapat dikla- sifikasikan ke dalam tiga bentuk: a. Kitab Shahih, yaitu kitab hadits yang disusun dengan cara menghimpun hadits-hadits yang berkualitas shahih, sedang hadits-hadits yang berkualitas tidak shahih tidak dimasukkan ke dalam kitab. Bentuk penyusunan kitab shahih termasuk bentuk mushannaf. Seperti al Jami’ al Shahih, karya al Bukhari, dan al Jani’ al Shahih karya Imam Muslim. b. Kitab Sunan, yaitu kitab hadits yang memuat hadits-hadits tentang hukum Islam dengan berkualitas shahih, hasan dan dha’if, tetapi tidak mencapai kualitas mungkar dan terlalu lemah. Untuk hadits yang berkualitas tidak shahih biasa- nya diterangkan kelemahannya oleh penyusun- nya. Kitab sunan termasuk disusun dengan metode mushannaf, seperti Kitab Sunan Abu Dawud, Sunan Al Turmudzi, Sunan al Nasa’i, Sunan Ibnu Majah dan Sunan al Darimi. c. Kitab Musnad, yaitu kitab hadits yang disusun dengan menggunakan nama-nama perawi perta- manya rawi dari kalangan shahabat Nabi sebagai tema bab. Misalnya hadits-hadits yang diriwayatkan A’isyah, dihimpun di bawah tema A’isyah. Hadits-hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas dihimpun di bawah bab Ibnu Abbas dan seterusnya. Kitab musnad ini berisi hadits yang berkualitas shahih dan tidak shahih, tetapi tidak dijelaskan kualitasnya oleh penyusunnya, seperti