Abd. Kadir 339 DIRASAT ISLAMIYAH.

340 Dirasat Islamiyah tasawuf adalah salah satu ajaran Islam yang bersifat universal. Ajaran tasawuf bersumber dari al Qur-an dan hadits yang diimplementasikan secara konsisten oleh shahabat ahl al-shuffah di bawah bimbingan Nabi seperti yang dilakukan oleh Abu Dzarr al-Ghifari, Salman al- Farisi dan sebagainya. Namun praktik asketik yang banyak dipraktikkan oleh banyak orang dari berbagai kalangan menyebabkan tasawuf berkembang ke arah dengan dimensi yang beragam. Ilmu tasawuf berkembang sejak jaman Nabi dan shahabat besar, meskipun ketika itu belum disebut ajaran tasawuf. Kemudian dilanjutkan oleh shahabat kecil, tabi`in dan tabi`i al-tabi`in. Tasawuf sebelum masa kenabian dipraktikkan dengan praktik asketik dengan menyepi di Gua Hira untuk memperoleh inspirasi dari Allah. Ketika Nabi hijrah ke Madinah kehidupan spiri- tualnya semakin ditingkatkan dengan mengurangi tidur untuk memperbanyak shalat dan dzikir malam dan mengurangi makan dengan memperbanyak puasa sunah, serta mengamalkan ajaran zuhud dan wara`. Seluruh istrinya pernah menceritakan hidup Nabi, mulai dari tempat tidurnya, pakaian dan makanannya yang meng- gambarkan dirinya sebagai sosok yang sangat sederhana. Nabi sering menganjurkan kehidupan sederhana dan melarang kehidupan mewah, antara lain disebutkan dalam hadits: كﻮﺒﳛ سﺎﻨﻟا ىﺪﻳا ﰱ ﺎﻤﻴﻓ ﺪﻫذاو ، ﷲا ﻚﺒﳛ ﺎﻴﻧﺪﻟا ﰱ ﺪﻫذا ﺔﺟﺎﻣ ﻦﺑا ﻩاور

H. Abd. Kadir 341

Tinggalkan kehidupan dunia, pasti engkau dicintai Allah. Tinggalkan juga ketertarikan pada sesuatu yang sudah dimiliki oleh orang lain, pasti mereka mencin- taimu HR. Ibnu Majah. Untuk mencapai kesucian jiwanya Nabi memerak- tikkan akhlak mahmudah sebagaimana referensinya da- pat dilihat dan berasal dari al Qur-an. ٍﻢﻴِﻈَﻋ ٍﻖُﻠُﺧ ﻰﻠَﻌَﻟ َﻚﱠﻧِإَو Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. QS: al Qalam:68:4. Tawdlu’, pemurah, penyayang, tidak banyak ber- gantung pada orang lain untuk menyelesaikan pekerja- annya, seperti: mengikat untanya, membersihkan rumah- nya, mencuci pakaiannya, menjahit terompahnya, pergi ke pasar berbelanja untuk kebutuhan rumah tangganya dan lain sebagainya dilakukan sendiri. Sifat-sifat terpuji tersebut dan sifat-sifat terpuji lainnya melekat pada dirinya. Pada priode zaman shahabat besar tasawuf merupakan bagian dari kehidupan mereka. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib melakukan praktik-praktik sufi sebagaimana dilakukan oleh Nabi. Prilaku-prilaku mereka sebagai khalifah pemimpin umat tidak menunjukkan strata sosialnya yang lebih tinggi dibandingkan rakyatnya. Hidup zuhud, wira’i, qanaah, dan lain-lainnya merupakan bagian dari kehidupannya. Demikian pula prilaku shahabat penghuni suffah tidak ada bedanya secara signifikan dengan pemimpin 342 Dirasat Islamiyah mereka. Salman Al-Farisi wafat 50 H, seorang zuhud dan wara’ serta melakukan ibadah puasa sunah di siang hari, memperbanyak shalat sunah di malam hari ditam- bah dengan zikir serta tafakkur. Siang hari sambil ber- puasa ia selalu mengerjakan pekerjaan tetapnya sebagai pembuat anyaman tikar daun kurma. Hal ini dikerja- kannya untuk menopang penghasilan dan biaya hidup- nya. Temannya Abu Dzarr Al-Ghifari wafat 32 H dapat disebut orang yang sangat sederhana dengan tetap merindukan kehidupan miskin daripada hidup kaya. Sedangkan pada masa selanjutnya; pertengahan abad I dan II H. tasawuf dipraktikkan oleh para tabiin. Tetapi perpindahan pemerintahan dari Khalafa’ al Rasyidun ke tangan Dinasti Bani Ummayah sebagai akibat terjadinya al Fitnah al Kubra yang menyebabkan terjadinya peperangan Shiffin dan akibat-akibat yang ditimbulkannya menyebabkan Khalifah pertama Bani Umayah Mu’awiyah bin Abi Sufyan memindahkan ibu kota Daulah Islamiyah dari kota Madinah ke kota Dimsyik Damaskus tempat dia memerintah ketika menjadi gubernur. Kota Damaskus adalah kota yang lebih dekat ke Konstantinopel Istambul daripada kota Madinah pusat pemerintahan pada zaman Nabi dan Khalafa’ al Rasyidun. Kota Konstantinopel sebagai kota pusat pemerintahan Romawi yang mengusai Eropa Timur beberapa abad menampilkan citra kota yang penuh kemewahan sebagai pengejawantahan kebesaran kerajaannya. Begitu pula kehidupan raja-raja dan bangsawannya penuh dengan kemewahan. Kehidupan semacam ini mencitrakan perbedaan strata sosial yang sangat menyolok antara raja dan bangsawan di satu